6. Surat

33 7 0
                                    

Pagi ini, Sakti sudah siap untuk menjemput Raina. Bahkan saat ini dia sudah berada di depan rumah Raina. Duduk di atas motornya, dan sedikit merapikan rambutnya di depan kaca spion motornya.

Raina sendiri yang sudah mendengar deru suara motor Sakti, segera keluar rumah dan menyambut sahabatnya itu.

"Serius amat ngacanya, sampai gue di cuekin!" ucap Raina mengejutkan Sakti yang memang baru menyadari kedatangannya. "Udah ganteng kok tenang," sambung Raina.

Sakti sedikit tersenyum GR, dia baru saja ingin membuka suara. Tapi sudah di samber Raina lagi, "Ya kan gue nggak mau kalo punya sahabat jelek!" ucapnya dengan mengacak rambut Sakti. Pembalasan!

"Rese!"

"Udah yuk berangkat!" pinta Raina yang baru saja menaiki motornya.

"Gue belum pamit sama Ibu," ucap Sakti memberi tahu.

"Udah nggak papa, tadi ibu juga udah gue kasih tau, kalo gue berangkatnya sama lo,"

Sakti mengerti dan akhirnya menganggukkan kepala menyetujui. Motor Sakti perlahan sudah berjalan meninggalkan rumah Raina. Memecah jalanan kota pagi ini. Meskipun masih pagi, tetapi kabut sudah tidak dapat dilihat lagi. Tau sendiri bagaimana padatnya jalanan kota? Mau pagi, siang, malem, selalu saja ramai.

Tidak butuh waktu cukup lama, motor Sakti sudah sampai di parkiran sekolah yang masih bisa di bilang sepi. Membuat Raina dan Sakti bisa berjalan dengan santai di koridor sekolah dan sesekali bergurau, lalu mengejar satu sama lain. Sampai mereka tiba di kelas mereka.

Kelas masih sepi, menunjukkan bahwa hanya Raina dan Sakti yang sudah berangkat. Rajin amat..

"Loh, Sak! Ada surat!" seru Raina setelah duduk di bangkunya dan melihat ada seoucuk surat di meja mereka.

"Ck, gue juga tau kalo itu surat!" Sakti berdecak sambil meletakkan tas sekolahnya, kemudian ikut duduk.

"Buat gue apa buat lo nih.. Coba gue lihat," ujar Raina yang sedang sibuk membuka surat itu.

Dengan seksama dia membaca isi dari surat itu, kemudian kecewa karena itu bukan surat untuknya. "Buat lo nih!" ucap Raina dan menyerahkan surat itu kepad Sakti dengan cemberut.

Sakti yang melihat itu hanya geleng geleng, kemudian penasaran juga apa isi surat itu. Loh ini untuknya toh..

"Mentari yang bersinar hangat, kamu lebih. Bunga merekah yang indah, kamu lebih. Pagi yang segar, kamu lebih.
Dan aku ingin hanya aku yang merasakannya."

To: Angkasa Sakti Purnama


"Baru aja masuk, udah ada penggemar segala!" Raina mendumel, yang tentu saja hanya berniat mengerjai sahabatnya itu.

Sakti yang mendengar ocehan Raina langsung menggelengkan kepala dan tersenyum, "Gue penggemar berat lo!" ucapnya setelah itu. Tentu tidak tertinggal dengan acara acak mengacak rambut Raina!

Penuturan Sakti barusan berhasil membuat ekspresi Raina berubah lagi. "Wahh saya punya penggemar mas mas ganteng toh.." ucapnya dengan menirukan logat khas Yogyakarta.

Sakti tertawa mendengarnya, membuat Raina tidak bisa menahan tawanya lagi. "Gue becanda kali, Sak!" ucap Raina dengan masih tertawa.

"Itu ada nama pengirimnya nggak sih?" ucap Raina lagi, kali ini dengan tawanya yang sudah berhenti. Kemudian dia beralih meraih surat itu dan membolak balikannya, berharap menemukan nama pengirimnya.

"Nggak ada, tadi udah gue cek!" jawab Sakti yang masih memperhatikan gerak gerik Raina.

"Yahhh.. Padahal gue pingin tau siapa yang jadi penggemar kedua lo setelah gue.." ucap Raina kecewa yang tau bahwa tidak ada nama pengirimnya.

Hujan dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang