"Rea, bangun!!"
Suara lengkingan alarm yang berasal dari mulut sang bunda membuat Rea terkejut dan refleks membuka kedua matanya. Ya, alarm paling mujarab bagi setiap anak adalah teriakan sang ibu. Meskipun telah memasang alarm pada jam di nakas tetap saja ketika berbunyi, tangan kita akan dengan lentiknya menekan tombol mati untuk menghentikan suara berisik dari alarm dan kemudian tidur kembali.
Mendengar suaranya terpanggil Rea terduduk di atas kasur, kepalanya sedikit pusing karena bangun dengan keterkejutan. Perlahan-lahan Rea mengumpulkan seruluh nyawanya untuk segera melangkahkan kaki ke dalam bilik kamat mandi."Coba aja jadwal sekolah itu siang, jadi gue engga perlu bangun pagi kayak gini," gerutu Rea.
Cukup dengan waktu 15 menit mandi dan ditambah 10 menit berdadan membuat Rea tampak natural dan sangat manis. Rea keluar kamar menenteng ranselnya dan duduk di meja makan yang sudah ada ayah, bunda, dan adik laki-laki yang masih memakai seragam SMP.
Dengan malas Rea mengambil roti yang telah disiapkan oleh bundanya dan tidak lupa susu coklat yang menjadi minuman favoritnya."Rea, kamu itu harusnya bangun pagi, bantuin bunda. Kamu sudah dewasa, nak." Ayah menasehati.
"Iya, ayah. Ya sudah, Rea berangkat dulu."Setelah berpamitan Rea bergegas mengambil kunci motor dan berangkat ke sekolah. Reino- adik Rea, tidak pernah Rea ajak untuk berangkat bersama. Rea pikir anak laki-laki harus mandiri tidak perlu diantar jemput, bukan karena Rea tidak menyayangi Reino tapi ya karena setiap hari Rea harus berkejaran dengan waktu. Tidak sampai 10 menit Rea sudah sampai di sekolahnya, SMA Bhakti Nusa, menjadi saksi bisu kisah cintanya kandas bersama seseorang yang begitu ia cintai. Entah harus bagaimana Rea bisa melupakan semuanya, Setiap sudut sekolah selalu saja ada kenangan yang tidak bisa ia lupakan.
Hari ini, tahun ajaran baru, kisah baru, kepribadian baru. Rea bertekad untuk mengubah semua jati dirinya. Terserah apapun reaksi yang akan diberikan oleh teman-temannya yang jelas Rea akan memulai semuanya dari awal dan membuang kenangan indah namun sangat menyakitkan bila terus dikenang.
Rea memarkirkan motor matic yang ia beri nama "dede upy". Motor yang selalu menemani saat susah maupun senang, Rea tidak ingin menjualnya sampai kapanpun."Reanya Jingga Larasati, lo pasti bisa" Rea berseru sambil melangkahkan kaki ke kelas.
Jika tahun lalu Rea sangat malas melihat dan mendengar godaan-godan dari siswa yang ia lewati, maka hari ini ia akan dengan semangat merespon semua yang dia lihat dan dengar. Haha, rasanya Rea ingin sekali tertawa melihat perubahannya. Sangat menggelikan kalau dilihat-lihat. Tapi mau bagaimana lagi, dengan cara ini Rea mampu menutupi kepedihannya, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya sangat menyakitkan. Ditambah ditinggal tanpa alasan yang jelas, ya, mungkin saja Revan cinta pertamanya sekaligus pemberi luka pertamanya tengah berbahagia dengan kehidupan kampus yang terkenal dengan cewek-cewek modis bak artia papan atas. Lihat saja Rea akan buktikan bahwa ia pun bisa bahagia tanpa Revan, dan suatu hari nanti Rea berdoa akan ada masanya Revan kembali dan memohon-mohon agar mau kembali kepadanya. Cihh, Rea pastikan akan memberikan tawa seperti karakter antagonis yang begitu sinis. Lihag saja nanti.
"Rea!"
"Apa, Nti?"
"Kita sekelas lagi, XI IPA 2, sebangku ya?"
"OGAH!"
"Jahat! Kita udah sahabatan dari orok, masa iya li engga mau sebangku, sih?"
"Suasana baru, Nti! Gue mau duduk sendirian."
"Iya deh iya."Nti- sahabat Rea dari dulu, dulu banget. Sampai bosan rasanya harus ketemu sama bocah itu lagi. Sebenarnya namanya adalah Damaiyanti, tapi Rea lebih suka memanggilnya Nti, karena beda itu hal yang menyenangkan bagi Rea.
"Rea, lo beneran Resign dari OSIS?"
"Hem."
"Kenapa? Apa karena kak Revan udah engga ada?"
Tatapan Rea berubah jadi tajam, tatapan seperti ingin menerkam mangsa. Rea memang menjadi sensitif mendengar nama itu. Cepat-cepat Nti langsung mengalihkan pembicaraan atau lebih tepatnya mengalihkan pandangan dan fokus pada bukunya.
Rea memilih duduk di belakang paling pojok, sepertinya tempat ini lebih tepat untuknya menyendiri. Sedangkan Nti memilih meja depan Rea, duduk bersama Alisa.Rea sangat bersyukur, biasanya dia selalu datang paling akhir. Tapi karena hari ini tahun ajaran baru dan yang pasti upacara bendera itulah sebabnya dia datang lebih awal, tanpa disangka hari yang tadinya cerah mendadak hujan. Mau bagaimana pun manusia menebak, hanya Tuhan yang bisa berkehendak. Paling tidak, ucapara yang sangat melelahkan hari ini ditiadakan.
Rea melangkahkan kaki keluar kelas, sendiri hanya sendiri. Ia duduk di bangku panjang depan kelasnya, memandangi butiran air hujan yang jatuh ke bumi. Sekelebat kenangan muncul kembali, kenangan yang sangat indah pada waktu itu.
"Hei?"
"Eh, iya kak?"
"Belum pulang?"
"Aku pulang sama dede upy, masih hujan nanti dede upy sakit."
Cowok itu menatap heran, dede upy?
"Dede upy? Adek kamu?"
"Oh.. Haha.. Motor aku kak, namanya dede upy."
"Ada-ada saja kamu, masa iya motor bisa sakit?"
"Hehe."
"Hem, Reanya Jingga Larasati? Aku Revan."
"Eh? Kok kakak tau namaku?"
"Tuh." Revan membaca tiga suku kata yang melekat di seragam Rea. Rea tersenyum menatap Revan.
"Iya, panggil Rea saja kak."
"Jingga? Boleh?"
Pipi Rea bersemu, baru kali ini ada seseorang yang mau memanggilnya Jingga. Dengan semangat Rea menganggukkan kepala menandakan setuju.Tanpa disadari, butiran air mengalir di pipi Rea. Kenangan itu, pertama kali ia bertemu dengan sosok Revan. Seseorang yang selalu ia kagumi saat masa orientasi dan menjadi cinta pertamanya.
"Rea!! Apa kamu tidak mau masuk?!"
Suara teriakan itu memecah lamunan Rea, iya suara bu Yuli.
Dengan cepat Rea menghapus jejak air matanya dan berlari menuju tempat duduknya. Rea memandangi seseorang yang berdiri di samping bu Yuli, siswa baru pikirnya. Ganteng, itulah kata pertama yang muncul di benak Rea."Nti, anak baru ya?" Bisik Rea.
"Iya, ganteng banget ya? Mau gue gebet lah."
"Cowok lo udah banyak, jangan serakah jadi orang. Ini buat gue."
Nti hanya mengedikan bahunya, tidak ingin berdebat sama manusia yang berusaha move on."Anak-anak harap tenang, disini kita kedatangan murid baru, perkenalkan nama kamu, nak."
"Nama saya Angkasa Putra, salam kenal."
"Nama yang bagus, sama kayak orangnya."Belasan pasang mata tertuju pada sumber suara yang berada paling pojok kelas, siapa lagi kalau bukan Rea. Mereka jadi heran dengan perubahan Rea yang menjadi cewek blak-blakan tanpa rasa malu. Tapi semua itu tidak dianggap begitu serius oleh teman-temannya.
"Baiklah, Angkasa, kamu bisa duduk di samping Rea."
Angkasa berjalan menuju samping Rea, Angkasa sedikit aneh melihat raut wajah Rea yang sulit diartikan. Meski wajahnya terlihay begitu bahagia, namun sorot matanya begitu hampa. Tidak ada cahaya kehidupan di dalamnya. Seolah-olah wajahnya hanya dipakaikan topeng yang terlihat asli hanya kedua matanya.
"Hai, gue Rea cewek imut dan menggemaskan."
"Satu menit yang lalu gue udah bilang nama gue. Gue rasa otak lo masih inget."Rea menarik tangannya dan mencebikkan bibirnya, ternyata menjadi cewek bar-bar tidak semudah yang ia banyangkan.
Haloha cadel is back
Semoga suka yaaaa.
Nikmatin aja duluuuuSiapa disini yang patah hati bukannya jadi pendiem tapi malah jadi bar bar..
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Dalam Senja (Proses Penerbitan)
Teen FictionReanya Jingga Larasati, memiliki kenangan pahit bersama nama tengahnya membuat Rea membenci setiap kali orang-orang memanggilnya Jingga. Merasakan cinta pertama sekaligus luka pertama membuat Rea berubah 180 derajat. Gadis pendiam yang kini menjelma...