Jingga 10

7 1 0
                                    

Akankah hujan berhenti dan berganti pelangi?
Akankah gelap pergi digantikan cahaya yang menyejukan hati?
Ataukah semua ini hanya ilusi untuk mengalihkan kesakitan sejenak untuk menemui sakit sesungguhnya?

=====

Rea memarkirkan motor kesayangannya di tempat biasa, gadis itu melepas helmnya sembari merapikan helaian rambut menggunakan jari-jari tangannya. Rea tersenyum melihat pantulan wajahnya dari kaca spion.

"Cantiknya ciptaan-Mu ya Tuhan." Rea kembali tersenyum setelah memuji dirinya sendiri.

Gadis itu berjalan menyusuri koridor kelas. Tidak lupa ia menyapa balik orang-orang di sekitarnya. Hari ini tidak ada kesialan seperti hari kemarin. Rea senang bisa masuk sekolah dan berjanji kemarin adalah hari pertama dan terakhir ia membolos.

Rea masuk ke dalam kelasnya, berjalan dengan perasaan senang. Mengingat kejadian kemarin, Angkasa bilang bahwa dia sudah menyukainya. Rasanya Rea ingin terbang tinggi, entahalah, sebenarnya ini perasaan apa. Rea merasakan kebahagiaan, ia merasa sakitnya berkurang saat berasama Angkasa. Tapi, Rea tidak yakin bahwa jatuh cinta setelah patah
hati akan secepat ini.

"Nti!" Rea berteriak sembari berlari menuju bangkus di sebelah sahabatnya.

"Kenapa lo?"
"Bahagia."
"Karena bolos?"
Rea menganggu cepat. "Bersama...." Rea memanjangkan kata itu sehingga Nti menjadi gemas.
"Siapa?"

"Bersama...." Nti menatap tajam sahabat menyebalkan di sampingnya ini.

"Gue." Rea tersentak saat mendengar suara itu. Rea melotot seakan ingin keluar tanpa mau menoleh, karena Rea tahu siapa yang menjawab.

"Angkasa?" Rea hanya mengangguk pelan. "Oh, bagus deh. Lo pasti sudah cerita tentang masa lalu lo, kan?" Rea kembali mengangguk.

"Re, duduk sini." Angkasa menarik tangan Rea agar kembali ke tempat duduknya.

"Sudah sejauh mana?"
"Apa?"
"Hubungan kalian?" Angkasa hanya diam saja melihat dua orang di sampingnya berbisik dan pasti topik itu tidak jauh dari Angkasa dan Rea.

"Dia bilang suka sama gue." Rea berbisik sangat pelan.

"APA? ANGKASA SUKA LO?" Rea mencengkram erat tangan Nti. Rasanya ingin sekali membenturkan kepalanya ke tembok.

"Iya gue suka Rea." Angkasa angkat bicara tanpa melihat ke mereka.

"Mulut lo lemes banget. Males gue. Sana balik ke depan."

"Maaf, iya sudah, jangan ciuman di belakang ya." Nti terkekeh sedangkan Rea melotot tajam.

Saat Rea melirik Angkasa tepat saat itu juga mata mereka bertemu. Rea tersentak, ia mengalihkan pandangannya. Rea mengobrak-abrik isi dalam tasnya, ia berharap menghilang. Mengapa jantungnya mendadak kuat berdetak. Rasa ini sangat enak tapi buat Rea menjadi gugup.

"Santai saja, nggak perlu gugup." Angkasa tersenyum kecil melihat tingkah Rea.

"Si.. Siapa yang gugup?"

"Itu."

"Gu... Gue lagi... Oh, nyari ini." Rea menemukan jaket denim milik cowok bervespa.

"Punya siapa?" Kali ini Angkasa memiringkan badannya menghadap Rea.

"Anak IPS."

Angkasa mengerutkan dahinya. "Kenapa bisa ada di lo?"

"Dua hari yang lalu gue ketemu dia waktu berteduh di depan mini market. Karena hujan deras dia minjemin ini. Karena kemarin kita nggak masuk, jadi belum sempat gue balikin." Angkasa mengangguk paham.

Kisah Dalam Senja (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang