jingga 3

10 1 0
                                    

Hati yang terluka mampu mengubah seseorang menjadi oranh lain -Jingga

Tett....

"Baiklah anak-anak pelajaran kita lanjut besok, silakan beristirahat."

Setelah mengucapkan kalimat itu, bu Yuli keluar meninggalkan kelas yang sudah mulai berisik karena kelaparan. Tiga jam menelan bulat-bulat pelajaran kimia membuat semua anak ingin muntah dan yang pasti menguras energi lebih ekstra. Ternyata menjadi kelas XI jurusan IPA tidak ada kata menyenangkan. Semua terasa begitu sulit, mungkin.

Terlebih lagi Rea, gadis yang selalu menyebut dirinya imut dan menggemaskan, ia sedikit memijat kepalanya. Rasa penat dan sedikit denyutan mulai menjalar dari pangkal hidungnya. Rea bukan gadis bodoh atau sejenisnya, Rea cukup memiliki otak yang cerdas hanya saja tidak terlalu kutu buku seperti Alisa. Rea juga bukan pemegang gelar juara umum tapi otaknya masih mampu untuknya meraih juara ketiga di kelas.

"Aduh, naik kelas pelajarannya makin dasyat." Rea menyandarkan punggungnya pada kursi.
Asa melirik, "Tinggal kelas saja kalau begitu."

Dengan cepat Rea menatap tajam suara orang yang begitu menyebalkan baginya. Ingin sekali Rea mencekik tanpa ampun dan menyobek mulutnya. Namun, semuanya ia kubur dalam-dalam. Rea masih ingin melanjutkan pendidikan, sangat lucu bila ada berita. Seorang gadis imut dan menggemaskan telah menghabisi cowok tampan karena motif kesal. Haha berita apaan seperti itu. Rea kembali menyunggingkan senyum manisnya, memperlihatkan barisan gigi putih dan tapi kepada sang teman satu mejanya.

"Gue engga butuh pendapat lo tuh!" Wajah datar Rea tergambar.
"Hem."
"Eh, tunggu, lo mau ke kantin, kan?"
Asa menggangguk sebentar kemudian melanjutkan langkahnya.
"Lo kan anak baru, biasanya kalo di novel-novel yang sering gue baca pasti mohon-mohon buat ditemani ke kantin kek, lihat-lihat sekolah kek, apa kek, begitu?"

Asa berhenti, membalikan badannya kemudian sedikit membungkuk agar sejajar dengan Rea. "Jangan terlalu percaya sama cerita fiksi!"

Rea mematung, desiran hebat menjalar ke seluruh tubuhnya. Degupan jantung yang tidak karuan, Rea masih terdiam melihat punggung Asa menjauh. Rea memukuli dadanya yang masih saja bergejolak, oksigennya mulai kembali normal.

"Rea, Rea, lo kenapa?" ucap Rea sambil mengentakkan kakinya.

###

"Hai temen-teman?"

Rea merapalkan kalimat itu dengan lantang, entahlah meskipun mulut Rea berbusa sekali pun tidak akan ada yang membalas sapaannya. Iya tentu saja, mana mungkin deretan alat musik, seperti gitar, bass, biola, piano, dan yang lainnya bisa membuka suara. Sungguh, Rea seperti gadis gila kalau sudah berada ditempat ini. Mungkin tidak, Rea hanya menyembunyikan kesepiannya. Sejak terakhir Revan memutuskan hubungannya tanpa alasan yang jelas, Rea hanya bisa bersandiwara. Berusaha bahagia padahal dibalik itu semua Rea merasa kesepian dan sangat menderita. Ibaratkan diajak terbang tinggi lalu dihempaskan begitu saja, sakit bukan?
Setelah kejadian itu Rea masih sempat berpikir positif, mungkin saja Revan ingin memberi kejutan lagi. Bisa saja, kan? Ulang tahun ke tujuh belas itu momen paling indah setiap orang. Tapi, setelah ditunggu, tidak ada kejutan lainnya. Rea masih tersenyum, mungkin saja Revan sakit parah terus tidak mau Rea khawatir dan sedih, dan pada saatnya tiba ada yang memberi tahu Rea untuk menemui Revan kemudian memeluknya dan memberikan semangat. Tapi, semua kemungkinan itu tidak ada yang terjadi. Sampai saat ini Revan tidak menghubunginya, sampai hari dimana Rea mendapati Revan dengan bahagianya menggenggam tangan seorang wanita cantik, sangat cantik. Detik itu, Rea sadar bahwa Revan tidak akan kembali. Revan mengkhianatinya, Revan... Revan... Ah cowok brengsek.

Kisah Dalam Senja (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang