Saat ini, kelas X IPS 2 sedang ada mata pelajaran bahasa Indonesia. Pak Ridho selaku guru mata pelajaran tersebut, memberikan tugas kelompok kepada seluruh murid kelas X IPS 2 untuk memperagakan contoh teks anekdot.
"Ayo siapa selanjutnya yang mau maju?" tanya Pak Ridho setelah kelompok sebelumnya selesai memperagakan contoh tekd anekdot mereka.
"Saya, Pak." Dengan suara lantang, Kiano menunjuk jarinya seraya berdiri dari duduknya.
"Ayo maju."
"Ayo maju, Van."
Kiano berpasangan dengan Devan bukan karena Kiano tidak memiliki teman lain, tapi karena tugas yang diberikan Pak Ridho memang harus dilakukan bersama teman semeja, dan Devan adalah teman sebangku Kiano selama ini.
"Semangat Kiano sayang!"
Semua pasang mata langsung menatap ke arah barisan belakang, tapi bukan ke arah Shanin, melainkan ke arah Sania yang tadi berkata seperti itu kepada Kiano.
"Makasih sayang," balas Kiano pada Sania.
"Ayo cepat peragain, malah sayang-sayangan lagi," ucap Pak Ridho pada Kiano yang tak kunjung memperagakan contoh teks anekdotnya.
"Iya, Pak."
"Pasti sayangnya Sania lucu nih."
Kiano tak lagi menanggapi ucapan Sania karena ia sudah mulai memperagakan contoh teks anekdotnya. Kiano tak tahu saja kalau sebenarnya Shanin sangat tidak suka melihat Kiano dan Sania sayang-sayangan seperti tadi.
~
Bel pulang pun akhirnya berbunyi, semua murid lantas berhamburan keluar kelas untuk segera meninggalkan lingkungan sekolah. Dan seperti biasa, Shanin selalu duduk di depan kelas, menunggu hingga koridor sekolah sepi agar ia bisa pulanng bersama dengan Kiano.
"Yuk pulang! Udah enggak ada kegiatan lagi, kan?"
Tanpa menjawab pertanyaan Kiano, Shanin langsung begitu saja berjalan mendahului Kiano, Kiano yang tak tahu apa-apa hanya bisa mengikuti langkah Shanin dari belakang.
Sesampainya di parkiran, Shanin masih saja bungkam, raut wajahnya juga menampilkan kemarahan.
"Kamu kenapa sih?" tanya Kiano yang baru menyadari raut wajah Shanin.
"Enggak apa-apa," jawab Shanin seadanya.
"Jangan bohong, kenapa sih?"
"Kamu mau tau aku kenapa?"
"Ya maulah, kamu kan pacar aku,"
"Kalau aku emang pacar kamu, seharusnya kamu peka dong, aku tuh sebel pas tadi Sania panggil kamu sayang, selama kita pacaran kamu belum pernah panggil aku sayang, tapi kok kamu berani banget panggil Sania sayang?"
"Ya ampun, Nin. Itu kan cuma bercanda."
"Kita juga pernah bercanda, tapi enggak sampai sayang-sayangan."
"Lagian kan aku sama Sania cuma temanan."
"Kita juga berawal dari temenan, Kiano."
Kiano langsung dibuat bungkam dengan ucapan terakhir kekasihnya, jadi sebisa mungkin ia putar otaknya untuk merangkai kata-kata yang bisa ia lontarkan nantinya.
"Shanin sayang, jangan marah lagi ya, mending kita pulang sekarang, yuk."
"Tapi jangan panggil Sania sayang lagi," ucap Shanin masih dengan nada ngambeknya.
"Iya, sayang."
"Jangan diulangin lagi."
"Iya, ya udah yuk sayang, kita pulang."
Meskipun masih sedikit marah, tapi Shanin dengan mudah memaafkan kesalahan Kiano, dan Shanin juga dengan mudah sudah bisa menunjukkan senyumnya lagi di hadapan Kiano.
"Nah gitu dong, senyum. Jangan marah lagi ya, sayang."
Setelah itu, Shanin pun langsung menaiki motor Kiano, entah merasa takut kehilangan atau apa, tapi kali ini Shanin seperti lebih erat berpegangan pada pinggang Kiano, Kiano yang merasa bahwa pegangan Shanin kali ini berbeda hanya bisa tersenyum dari balik helmnya.
*****
To Be Continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Relationship
Short Story"Lo mau enggak, Nin? Jadi pacar gue?" Tentang Shanin dan Kiano yang memilih untuk backstreet dalam menjalani hubungan mereka. Shanin si anak pintar yang selalu berada di peringkat tiga besar dan Kiano si anak nakal yang hobinya keluar masuk tuang BK...