Pemuda bersurai cokelat itu berulang kali menghela napas, sibuk menata detak jantungnya akibat gugup. Dia kemudian mengepalkan kedua tangannya lalu berkumandang, "Selamat pagi. Nama saya Eren Jaeger. Mulai hari ini, saya akan menjalani program resident saya di divisi Bedah Survey Corps. Mohon bantuan dan kerjasamanya."
Serentak, keriuhan membahana menyambut perkenalan putra bungsu keluarga Jaeger itu. Eren hanya menggigit bibir, menahan kekesalan karena orang-orang selalu mempermasalahkan latar belakang keluarganya. Dia paham sekali bahwa terlahir sebagai putra keluarga pemilik rumah sakit terbaik tak ayal beriringan dengan ekspektasi yang disematkan kepadanya. Namun, tak sedikit pula orang-orang meragukan kemampuannya sebagai dokter dan men-capnya sebagai pangeran atau anak emas yang tak bisa apa-apa. Keputusan Eren untuk tidak melanjutkan program resident di rumah sakit ayahnya adalah imbas dari itu semua. Pemuda Jaeger itu ingin membuktikan kepada semua orang yang selalu membicarakannya di belakang bahwa dia mampu menjadi dokter bedah yang dapat diandalkan tanpa bantuan dan campur tangan ayah maupun abangnya.
"Apa spesialisasimu?" tanya seorang lelaki berambut pirang, yang Eren kenal sebagai Dr. Erwin Smith.
"Saya mengambil spesialisasi thoracic surgery (1) tapi saya juga pernah mengambil beberapa kelas mata kuliah cardiovascular surgery (2)." Eren menjawab dengan mantap. Dia mengetahui sosok yang bertanya padanya bukanlah dokter biasa melainkan ahli bedah otak, komandan tertinggi unit bedah di Rumah Sakit Survey Corps.
"Berarti Jaeger akan menempati Unit Thoracic and Cardiovascular Surgery. Tapi, sebelumnya, kau akan menjalani masa percobaan di unit General Surgery - Bedah Umum, selama dua bulan sesuai dengan aturan yang berlaku di sini. Setelah perkenalan, kau bisa menemui Dr. Hanji Zoe. Dia akan membimbingmu selama kau berada di unit General Surgery ."
"Baik, Sir."
"Setelah ini, kau bisa langsung ke Unit Emergency Room (3), di sana kau akan bertemu dengan Dr. Hanji. Apa ada hal yang ingin kau tanyakan?" Eren menggelengkan kepala. Ia mengerjakan instruksi dari atasannya secepat kilat.
Sesampainya di ER, Eren berjumpa dengan pemuda berkepala plontos yang tengah berupaya mengobati luka di dahi seorang anak perempuan.
"Hei, di mana Dr. Hanji Zoe?" tanya Eren to the point, tanpa menghiraukan bahwa lawan bicaranya tengah kerepotan. Pemuda botak itu hanya menoleh sebentar lalu bertanya, "Kau anak baru itu ya? Bisakah kau membantuku? Aku harus menjahit lukanya."
Eren hanya memutarkan bola matanya lalu bertanya kembali, "Apakah kau sudah membius lokal lukanya?" yang dijawab gelengan oleh rekannya itu. Dengan sigap, Eren membersihkan luka dengan NaCl, mengambil ampoule cairan Lidocaine dan bersiap membius luka pasien di depannya.
"Hai, cantik. Ini akan sedikit perih beberapa saat, namun setelah itu kamu tidak akan merasakan luka pada dahimu." Penjelasan lembut Eren membuat pipi anak perempuan tersebut bersemu. Eren kemudian menyuntikan obat tersebut ke wilayah sekitar luka kening pasiennya itu.
"Maaf." ucap Eren tulus saat mendengar suara 'sshh' pasiennya. Beberapa saat kemudian, Eren menginstruksikan lelaki plontos itu untuk menjahit luka di dahi secara hati hati agar bekas lukanya tidak akan kelihatan di kemudian hari.
Setelah menutup jahitan dengan kasa steril dan merekatkannya dengan perban plester, Eren berpesan seraya tersenyum "Kamu dapat membuka perbannya dua minggu lagi. Apabila, terlihat kemerahan atau bengkak pada lukamu, kamu bisa datang lagi." Anak perempuan itu mengucapkan terima kasih, lalu ia bergegas mendatangi orang tuanya yang tengah duduk cemas di ruang tunggu.
"Terima kasih telah membantuku. Aku terkadang gugup apabila harus menangani anak kecil. Namaku Connie Springer, intern tahun kedua di UGD." ujar pemuda tanpa rambut itu seraya menyodorkan tangan untuk bersalaman. Eren menyalami pemuda intern itu sambil memperkenalkan diri, "Aku Eren Jaeger, resident tahun kedua. Aku diminta Dr. Smith menemui Dr Hanji Zoe. Di manakah Dr. Zoe?" Connie menyeringai, menunjukkan Eren sosok wanita bersurai cokelat yang diikat tinggi dengan kacamata tebal, di kanannya, yang reflek membuat Eren kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple and Cinnamon [RIREN]
FanfictionEren, putra bungsu Grisha Jaeger, ingin membuktikan bahwa ia mampu menjadi dokter bedah yang dapat diandalkan tanpa bantuan dan campur tangan ayah juga kakak tirinya, Zeke. Maka dari itu, selepas menjalani pendidikan dokter spesialis dan menjalani p...