Eren tengah mengunyah jumbo cheese burger saat Armin menghampirinya. Armin tersenyum kala menyaksikan binar cemerlang putra keluarga Jaeger itu.
"Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah kau akan menangis tersedu-sedu atau membuat ulah. Ternyata tidak! Apakah kau baik-baik saja?" Pertanyaan Armin membuat Eren berhenti meneguk soda. Ia meringis seraya mengalihkan pandangan ke arah pemuda pirang,
"Ya. Tentu saja aku dalam keadaan baik-baik. Jangan repot-repot menghiburku!" sahut Eren mencoba tersenyum tegar.
"Kau tidak sedang dalam keadaan baik-baik, Eren. Kau memaksakan diri dan menunjukkan ekspresi palsu seolah-olah kau baik-baik saja." respons Armin sontak membuat Eren terpaku.
"Kau terlalu keras pada dirimu, Eren. Aku mendengar bisik-bisik para perawat di UGD kalau kau terpaksa memulangkan pasien. Jika pasien tidak menolak tindakanmu, kau akan mengetahui apa yang dokter penyakit dalam sering lewatkan. Kau pun akan dipuji saat menemukan diagnosis tersebut dan mengobati Infark Miokard."
Eren tersenyum kecut, "Tidak! Nyatanya, situasi tidak terjadi seperti itu. Kematian pasien membuktikan bahwa aku lalai."
"Baiklah. Itulah esensinya. Kematian pasien tidak dapat ditarik kembali... Menakutkan bukan?" gumam Armin.
"Namun, kita adalah bagian dari orang-orang di dunia yang bahagia menggunakan pisau untuk membelah tubuh manusia. Selain kita, siapa lagi yang akan menyayat manusia hidup? Itu hal sangat menakutkan sehingga tangan kita gemetar dan darah kita bergejolak. Fakta membuktikan bahwa nyawa seseorang berada di tangan kita. Maka dari itu, kita harus memperlakukan setiap pasien dengan sempurna 100%. Itu prinsip tak terbantahkan. Karena, satu momen kita, menjadi sepanjang hayat bagi mereka."
"Eren, kau sedang dalam masa mawas diri. Jangan terlalu tenggelam dalam penyesalan! Lewati hal itu dan buktikan bahwa kau dapat menjadi lebih baik "
Kata-kata bijak Armin membekas di nurani Eren. Kegelisahan tak lagi menghantuinya. Bukankah Eren memiliki tekad untuk membuktikan kepada orang-orang yang memandang remeh padanya bahwa ia dapat menjadi dokter bedah?
"Terima Kasih, Armin. Sekarang aku sudah merasa lebih baik." ujar Eren seraya tersenyum lebar yang juga dibalas senyuman tulus oleh pemuda di depannya.
Armin mengangguk seraya mencolek saus tomat ke pipi gembil Eren, yang kontan membuat Eren mengerucutkan bibirnya. Reaksi menggemaskan dari pemuda Jaeger membuat Armin terkekeh.
💚💚💚
"Halo" sapa Ian Dietrich selaku dokter UGD kepada salah seorang pasien –seorang wanita muda dengan rambut hitam sebahu dan poni yang disanggul serta dua kepang rambut di masing-masing sisi wajahnya. Eren bersama Ymir dan Sasha diminta untuk ikut dan mengamati pasien.
"Bolehkah aku melihat?" tanya ramah Ian kepada pasien sembari menyibak selimut dan melihat ruam kemerahan di kulit tungkai bawah.
"Maria Carlstead dibawa ke unit gawat darurat kemarin pagi dengan diagnosis selulitis (1)." lapor Ymir kepada Ian.
"Apakah ini terasa gatal?" tanya Ian yang dijawab oleh pasien "Ya, gatal sekali" .
"Tahanlah beberapa hari lagi. Sekarang kau sudah diberi antibiotik, dan kau akan sembuh sesegera mungkin." ucap Ian berupaya menenangkan pasien. Saat menyaksikan Eren yang mengamati ruam pada kaki Maria dengan serius, Ian bertanya,
"Ada apa, Dr. Jaeger?"
"Tidak ada." jawab singkat pemuda bersurai cokelat itu.
"Apakah kau merasakan gejala lain?" Ian kembali bertanya kepada Maria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple and Cinnamon [RIREN]
FanfictionEren, putra bungsu Grisha Jaeger, ingin membuktikan bahwa ia mampu menjadi dokter bedah yang dapat diandalkan tanpa bantuan dan campur tangan ayah juga kakak tirinya, Zeke. Maka dari itu, selepas menjalani pendidikan dokter spesialis dan menjalani p...