Muhammad Raihan Arahman (3)

264 25 4
                                    

"jangan keseringan melamun, nanti jodoh lewat gak ketauan" kata Rei, ia berdiri di samping ku yang sejak tadi menunggu Miftah keluar dari yayasan, aku tersenyum kepadanya.

"jodoh? mana?" tanyaku asal.

dia membalas senyumku. "maka nya jangan suka ngelamun, jodoh di depan mata aja gak keliatan kalau suka ngelamun" aku tertawa mendengar ucapannya lalu segera memalingkan wajah.

"Rain?" panggilnya. aku kembali menoleh dan melihatnya.

"minggu depan, aku udah gak bisa lagi ngisi kajian kuldhu." ucapnya. aku menatapnya heran. "mau lanjut kuliah" ucapnya lagi. aku mengangguk mengerti, tanpa sempat mengungkapkan apapun Rei pergi begitu saja meninggalkan ku, entah apa yang ku rasa saat itu, sulit di mengerti namun aku tau pasti, dan itu adalah rasa kehilangan.

"kamu kenapa?" sapa Miftah. aku menoleh padanya.

aku menggeleng "Mif, rumah Rei yang mana sih?" tanyaku.

"Oh, itu loh yang samping rumah yang ada pohon mangga" jawab Miftah mencoba menjelaskan posisi rumah Rei. aku yang sudah tau hanya mengangguk-anggukan kepala saja.

"kamu kenapa?" tanyanya penuh curiga.

"Rei mau lanjut kuliah dan katanya minggu depan dia gak ngisi kajian di kuldhu lagi" jawabku pasrah.

Miftah membulatkan kedua bola mata nya lalu menatap ku. "kok bisa? kenapa kamu bisa tau? kok bisa?" tanyanya beruntun hingga saat itu yang ku ingat deretan pertanyaan 'kok bisa' dari Miftah seketika pudar dengan digantikan bayangan senyum terakhir Reihan saat itu.

ya aku tau tak seharusnya aku memiliki perasaan lebih pada Reihan. dia sulit ku raih, dan mungkin hanya bisa bermimpi jika rasa ini ku lambungkan tinggi aku takut akan terjatuh untuk kesekian kali.

untuk hari-hari berikutnya entah sejak kapan kepergian Rei merubah duniaku dalam sekejap, hingga semangat ku hilang begitu saja. Aku yang suka ilang-ilangan ketika fiqih, aku yang malas-malasan kuliah Dhuha hingga akhirnya aku lebih menyukai mengurung diri di kamar ku, sendirian tanpa ada orang lain ikut di dalamnya. apakah semua orang akan tetap pergi meninggalkan ku? layaknya Habibi, Kak Taqwa, Kak Rangga, Yudistira serta kamu Rei.
******

aku menatap chat whatsapp yang beruntun di layar telpon ku. aku memicingkan mata saat melihat yang mengirim chat adalah salah satu teman SMA ku Nurhadi. Nurhadi dia adalah wakil osis di sekolah ku dulu, dia salah satu spesies laki-laki yang bukan sama sekali tipe ku. dia yang setiap hari mengechat ku dengan rayuan gombalnya dan terlebih lagi selalu menanyakan nama teman-teman yang berfoto dengan ku membuat diriku ilfiel kepadanya, bayangkan laki-laki macam apa yang memiliki tingkah seperti ini.

"itu yang pakek jilbab item siapa Rain namanya?"

"Indah"

"Oh single gak?"

"udah mau nikah"

"oh yauda kalau gitu aku sama kamu aja Rain"

Ya seperti itulah kurang lebih percakapan tiap kali aku memposting foto diriku dan teman-temanku. dia kira dia siapa beraninya menjadikan diriku pilihan terakhir untuknya? sedangkan aku nyatanya TIDAK sama sekali tertarik padanya! mengingat caranya mengechat diriku membuat darah ku naik 180° Oh Ya Rabb.

"Rain.." ku baca chat dari Nurhadi yang sudah memanggil namaku banyak sekali.

"apa?" balasku.

"aku mau ngelamar kamu, jika kamu nerima hari minggu aku mau kerumah menemui orangtua mu." balasnya tanpa basa basi.

whatttttt? sejak kapan makhluk ini memikirkan diriku untuk menjadi istrinya?

"kenapa?" balasku.

"Ya karena aku suka, sejak SMA. tapi tak pernah mendapatkan jawaban atau respon yang baik dari kamu" balasnya.

aku memicingkan mataku, memijat perlahan kepala ku melakukan olah otak untuk berpikir jawaban apa yang pantas ku berikan padanya. tiba-tiba bukannya mendapatkan jawaban wajah Yudistira malah melintas di kepala ku.

Oh iya aku baru sadar kenapa saat aku meminta nomor Yudis laki-laki ini tidak pernah mau memberi, apa ini memang alasannya? Yudis dan Nurhadi jelas saling mengenal, kami bertiga satu SMA dan satu kelas. tak hanya itu Yudistira dan Nurhadi bekerja pada satu PT yang sama dan mereka adalah satu Team . yah aku mengerti sekarang, tapi apa untungnya dia berbohong padaku dan tak memberikan nomor yudis kepadaku? Ah sudahlah. inti permasalahan sekarang adalah bagaimana caranya aku bisa menolak Nurhadi tanpa menyakitkan hatinya.

"Oh ada yang mau melamar lagi ni?" kata Delvi yang tiba-tiba ada di belakang ku dan ikut membaca pesan di hp ku. aku yang memang tak pernah menutupi sesuatu pada Delvi hanya membalasnya dengan senyuman. "siapa lagi?" tanyanya menyelidik.

"anak SMA, mantan wakil osis" jawabku. Delvi yang memang satu sekolah dengan ku namun beda tingkat kini bertanya lebih serius dan setelah mendapatkan jawaban sebuah nama, pada akhirnya Delvi tak kalah kagetnya dari diriku.

"kalau kamu mau sih gapapa juga sih, kan dia orang baik ya kan di sekolah. acara di sekolah saja dia urusin apa lagi kamu" ucapnya. mendengar perkataan sahabatku itu rasanya aku ingin menghardik, namun niat kuurungkan karena semuanya akan menguras tenaga ku saja. "mau di tolak lagi?" tanyanya. sebuah pertanyaan yang memang tidak perlu jawaban dan dia pun sudah pasti memahami. "entahlah" katanya pasrah, dia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. seakan dia lelah, sejak pernikahannya dan ia sudah mengandung besar Delvi hanya bisa menasehati dan menasehati ku saja. Ia tak mampu lagi teriak-teriak memarahi ku, memelukku ketika aku sedih serta membawa ku untuk berjalan-jalan ketika aku selesai menangis, ya begitulah seringkali waktu berjalan begitu cepat hingga apa yang terjadi kemarin kini hanya bisa di sebut sebagai kenangan.

"kasih aku waktu" send. ku kirimkan balasan ku kepada Nurhadi, walau aku tak menyukainya hanya saja aku tak mau menyakiti hatinya. disini aku tak mau menyakiti hati siapapun karena aku sangat tau betapa tidak enaknya hati saat tersakiti.

🌹🌹🌹

"Mif,,,.?" ku kirimkan sebuah chat kepada Miftah.

"iya Rain?" balasnya.

"apa dia udah pulang?"

"dia siapa?"

"Rei,,. :v"

"kenapa nanyain Rei?"

"gakpapa"

"suka?"

"enggak"

"jangan bohong, aku tau kamu gak akan nanyain seorang pria kalau gak suka"

"hehe"

"sejak kapan?"

"sejak dia pergi"

"what? kenapa baru sekarang?"

"kenapa harus buru-buru? aku hanya ingin tau kabarnya"

"baiklah, akan ku tanyakan kepada Abi"

satu tahun lebih ku pendam rasaku kepada Rei, tanpa tau keberadaannya, tanpa tau kabarnya, dan tanpa tau perasaannya.

Aku menyimpan namamu di dalam hati, mengukirnya setiap hari tanpa henti. Maaf aku lancang menyelipkan nama mu melalui doa, maaf aku lancang meminta mu kepada Rabb ku, dan maaf dalam bait kerinduan aku membawa nama mu dalam sujud ku. perasaan itu, perasaan yang bergejolak di dalam sana membuat diriku tertunduk tanpa ampun, aku tak dapat mengaturnya. jantungku berdetak takkaruan saat nama mu terkenang, ahh padahal hanya sebuah nama saja namun kenyataannya sebuah nama berhasil menjungkir balikkan dunia ku. Rei,,,. i can't stop loving you....

"kamu adalah titik kordinat ku, hatiku berhenti di kamu. Maaf telah lancang mencintai mu dalam diam ku, dan maaf telah lancang meminta mu dalam tiap bait doaku."

Happy reading🌹

Dalam Diam ku ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang