Bukan salah cinta 3

232 32 8
                                    

Bukan salah cinta untuk keadaan ini, cinta tak pernah salah dan sampai kapan pun tidak akan pernah salah. Ini hanya butuh waktu, cepat atau lambat aku akan melupakan mu.

Hari sudah amat malam, namun aku masih tergugu sendirian disini. Disebuah coffe shop tak jauh dari pusat kota. Sejak penghinaan demi penghinaan yang terjadi padaku belakangan ini membuat suasana hatiku tak bagus sekali. Mood ku jatuh berantakan. Berkeping-keping. Hingga rasanya aku perlu waktu untuk diriku sendiri, untuk menyusun kembali puzzle hatiku. Ya perasaan ku benar-benar sedang hancur.

Tadi sore aku membuat janji bertemu Rei, tak ada tujuan lain aku membuat janji dengan nya, aku ingin meyakinkan Rei kembali agar mau menuruti kemauan Ibunya untuk menikah dengan wanita pilihan Ibunya agar aku bisa tenang dan tak di hardik Ibunya lagi.

"aku ingin kamu menikah.." Ucapku. Tak ada senyum yang ku berikan padanya, aku berusaha keras agar terlihat tegas. Ya aku tak mau Rei kembali mengombang ambingkan perasaanku lagi.

"aku tidak mau.!" Tegasnya.

"kamu harus mau! tolong! demi aku" pinta ku. Rei menatapku tak percaya, dia tak percaya bahwa kenyataannya aku malah ingin menyerahkan dirinya dengan perempuan lain. "Rei dengar, kita memiliki batasan. Kamu dan aku belum memiliki ikatan apa-apa, kamu dan aku bukan sepasang kekasih" ucapku. Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan "aku mau, kamu berhenti menemui ku dan berhenti memberikan cinta mu itu kepadaku" lanjutku.

Rei tetap menatapku, tatapan yang bahkan tak bisa ku artikan namun aku mengerti dia terluka oleh kata-kata ku. dia diam dan terus saja diam, tak membalas ucapan ku, dia hanya menatapku dan terus saja menatapku. kenangan demi kenangan saat pertemuan ku dengannya, saat doa-doa yang selalu ku ucapkan untuk menginginkan hidup bersamanya, saat tawa ceria bersama dirinya terus saja berdatangan di otak ku memenuhi semua ruang yang kosong di kepala ku. Ya aku mengingat semua nya dari awal hingga sekarang aku mengingat semua kenangan yang pernah terukir bersama Rei.

"dulu aku pernah katakan bahwa aku tidak akan pernah meninggalkan mu kecuali kamu yang memintanya, tapi maaf aku tidak bisa menepati nya itu. Aku tidak akan pernah mau meninggalkan mu" Ucapnya. Ia berdiri lalu berjalan meninggalkan meja ini. Aku hanya mampu membisu tanpa bisa melakukan apa pun. Pikiranku kacau seketika. Perasaanku berguncang. Sehingga guncangan itu mengganggu kinerja detak jantung dan pernapasanku. Ingatanku terus saja berloncat-loncatan pada kejadian demi kejadian setahun yang lalu, saat aku di pertemukan oleh takdir dengan laki-laki yang baru saja ku minta untuk pergi dari dalam hidupku ini.
*****

Aku menatap langit-langit kamarku, kepalaku terasa sangat pusing, tubuhku gemetar, perutku terasa mual, keringat dingin becocoran. berulang kali aku memuntahkan semua isi dalam tubuhku, aku kehilangan nafas dalam jangka yang lama hingga akhirnya aku tak sadarkan diri.

Aku jatuh sakit. Setelah sekian banyak beban yang kuhadapi belakangan ini akhirnya aku jatuh sakit dan kali ini membuat Dokter yang sudah biasa menangani penyakitku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala nya saja. Aku tak bisa merasakan apapun, aku tak bisa merasakan sentuhan apapun, rasanya tubuhku sudah mati rasa saat itu.

Tak banyak yang ingin ku ceritakan saat aku berada di rumah sakit, yang ku tau saat itu aku memasuki ruang ICU dan kembali tak sadarkan diri. setelah keluar dari ruangan itu kudapati cerita dari kakak ku bahwa Rei, Abi dan Miftah yang tetap stay berjaga di rumah sakit ini, terutama Rei. hatiku meringis pilu, sebegitu besarnya kah cinta Rei untukku? hingga ia rela membuang waktunya untuk menunggu ku. Setelah Dokter memperbolehkan ku untuk pulang setelah kurang lebih dua minggu menginap di Rumah Sakit ini akhirnya aku pulang. Rei, Abi dan Miftah ikut kerumah ku. Sesuai kemauan ku sebelum sakit, Rei mengabulkan nya, Ya Rei mengabulkan keinginan ku agar dirinya menikah dengan perempuan lain. Hatiku sesak. Jelas! aku memaksa tambatan hatiku itu menikah bukan tak ada alasan, melainkan pertemuan ku dan Abi nya Rei lah pemicu semua paksaan ku kepada Rei selama ini.

Ya aku bertemu Abi nya Rei, setelah aku mendapatkan penghinaan yang ketiga. Abinya datang padaku menemuiku dengan segala permohonannya padaku. Ini permintaan seorang Ayah untuk kebahagiaan keluarganya, dan hatiku teriris pilu bila tak membantu nya.

"Rei anak laki-laki satu-satunya di keluarga kami, dia harapan kami kedepannya. Rei itu anak yang penurut sejak kecil, dari kecil ia selalu membuat bangga orangtua nya" Ucap Abi Rei. Dia tersenyum padaku, memandang ku dengan wajah yang terlihat tidak bahagia. "Umi nya Rei memang sangat keras, kasar dan bahkan mungkin keterlaluan. Bila Abi boleh jujur sejak pertemuan kita pertama kali sebenarnya Abi lebih mengharapkan mu menjadi menantu. Namun tentunya hal itu sangat bertentangan dengan Umi, beliau sama sekali tidak mengharapkan mu. Rain, Abi sakit. Abi mengidap penyakit kanker lambung. Umi dan anak-anak tidak ada yang tau, sekarang Abi sedang menjalani proses pengobatan tanpa sepengetahuan mereka. Abi tidak banyak ingin bermuluk-muluk dengan mu. Abi hanya mohonkan satu kepadamu tolong yakinkan Rei untuk menikah dengan wanita pilihan Umi nya, Ya umur memang tidak ada yang tau, tapi Abi sangat menginginkan ketentraman dalam rumah tangga Abi, Rain. Abi ingin Rei bisa kembali akur dengan Uminya, Abi ingin tidak ada lagi keributan sepanjang hari di rumah itu. Apa Abi bisa mempercayai mu?" Aku mengangguk mantap tanpa harus berpikir panjang.

Rei andai engkau tau, aku mengorbankan cintaku hanya untuk melihat keluarga mu bahagia. Aku tau ini tidak adil untuk mu juga untuk ku. Namun disini aku hanya ingin mengembalikkan mu kepada Ibu mu yang memiliki hak atas dirimu. Maafkan aku.

******

Hidup memang perlu spasi. Bukannya kita harus memulai lembaran baru sebelum meneruskan membaca? Namun, spasi itu tidak boleh terlampau jauh. Hanya sekedar mengistirahatkan hati dari kepenatan, lalu kembali berjalan. Bukankah hidup ini hanya sekali? Hanya singkat saja? tidak ada percobaan! tidak ada pengulangan! sehingga, rasanya aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku untuk meratap-ratap.

setelah mendapatkan keputusan Rei yang akan menikah entah mengapa, serpihan demi serpihan kenangan bermunculan, berdesakan, membanjiri memori otakku. kenangan tentang Habibi, Taqwa, bahkan Rei mengerubuti otakku layaknya rayap-rayap yang menggerogoti kayu lapuk dengan lahapnya.

Dimulai dari Habibi. Walau ia sudah menikah dengan sahabatku dan sudah memiliki momongan tetap saja dia selalu mengganggu ku, dia selalu menghubungi ku. Begitu nama Habibi terbaca di layar Hp-ku, file di otakku yang berkaitan dengan nama itu terbuka kembali secara otomatis. Karena kenangan hubunganku dengan Habibi berakhir tidak baik jadi wajar saja aku enggan bersentuhan lagi dengan kenangan tersebut. Rasanya hati ini sudah tertutup rapat.

lalu aku kembali mengingat Taqwa, kenangan bersamanya sungguh manis sekali, bersama dengannya aku merasakan nyaris di jadikan wanita paling istimewa di dunia ini. Taqwa memiliki kesan baik dalam mengistimewakan perempuan, dia selalu membuatku tenang, terkadang ia seperti sosok Ayah yang melindungi, dan terkadang seperti sosok Ibu yang perhatian, kadang juga seperti sosok sahabat yang mengerti dan dia adalah sosok tambatan hati yang pengasih. Namun sayangnya Allah lebih sayang kepada Taqwa sebab itu Allah ingin segera berada di dekatnya. Aahhh aku terbiasa mengingat dirinya di kala aku terluka. Ya pada dasarnya manusia memang makhluk kebiasaan. Bisa karena biasa. Terkadang aku berandai-andai, andai aku terbiasa bahagia, terbiasa bersyukur, terbiasa berpasrah diri, mungkin aku akan lupa cara bersedih, cara kesal, carah marah dan carah dendam.

Ssshhh.....

Sebenarnya yang salah bukanlah cinta, tapi diriku sendiri. Akulah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap diriku sendiri. Akulah yang memegang kendali. Hidupku adalah bahteraku. Kenapa harus ku koyak dengan kenangan masa laluku?

Happy reading🌺

Dalam Diam ku ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang