enam

321 34 17
                                    

Tidak di sangka aku benar-benar menerima lamaran Kak Taqwa, keluarga nya datang sebagai tanda keseriusan untuk niat baik mereka. Jantungku berdetak kencang saat sosok laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi Imam ku itu terus-menerus memandangku yang kini duduk di dekat kakak ku.

Setelah mahar dan kepastian kapan pernikahan ini akan di laksanakan akhirnya kak Taqwa dan keluarganya pun pulang. Selama tiga bulan kak Taqwa mengisi hidup ku, aku bahkan sudah mampu melupakan Habibi walau sedikit. Walau ia tetap saja sering mengganggu ku. Tak banyak yang ingin ku ceritakan akan sosok Taqwa dia datang menyembuhkan luka namun pada akhirnya dia pergi juga meninggalkan luka.
****

"Dek..,?" Ku lihat chat dari kak Taqwa yang baru sempat ku buka, dia mengirimkan ku pesan sepuluh menit yang lalu.

"Iya kak? Maaf tadi habis dari pasar" balasku. Sejak menjelang pernikahan, aku yang biasa nya ogah ogahan menginjakkan kaki ke pasar yang becek ini akhirnya mau belajar, aku mau jadi istri terbaik untuk kak Taqwa.

"Aku lagi ngambil cincin nikah" balasnya. Aku tersenyum membayangkan wajah kak Taqwa yang akan memakaikan cincin itu kepadaku.

"Iya pulangnya hati-hati kak" balasku lagi. Sepuluh menit, dua puluh menit, tiga puluh menit tidak ada lagi balasan pesan dari kak Taqwa. Aku menatap layar televisi namun pikiran ku tak dapat fokus, aku mengantuk lalu tiba-tiba tertidur tanpa tau selanjutnya apa yang terjadi.

🥀🥀🥀

"Rain bangun" tubuhku di goyang-goyangkan oleh kedua kakak perempuan ku. Aku menatap aneh kepada keduanya. "Cepet ganti baju" katanya.

"Mau kemana?" Tanyaku.

"Udah ikut aja" tanpa banyak protes, aku mengangguk. Sebelum berdiri aku mengecek handphone ku, sudah dua jam lebih aku tertidur namun kak Taqwa tak kunjung juga membalas pesan ku. Ku abaikan handphone itu lalu segera bergegas.

Setelah merasa sudah siap, aku menemui kakak ku yang sudah bersiap membawa mobil, aku bingung kemana mereka akan membawa ku. Tidak ada yang memberi tau sampai akhirnya mobil itu berhenti tepat di halaman rumah kak Taqwa. Ku lihat orang sudah ramai memenuhi halaman rumahnya,aku yang sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi bingung, apa keluarga kak Taqwa sedang sedekah? Lalu kenapa ada anak-anak kantor berkumpul disini. Jika ini acara syukuran atau apalah mengapa aku tak mengetahui nya? Apa hanya aku yang tidak tau apa yang terjadi sebenarnya. Kulihat mata pugus yang sudah berlinang air mata menatapku, semuanya tertunduk sendu, ku langkahkan kaki ku masuk kedalam rumah kak Taqwa dengan di tuntun oleh kakak perempuan ku dan mbak Nopi. Ku lihat kak Taqwa terbaring tak berdaya, dia yang sebentar lagi menjadi imam ku terbujur kaku dan bersimbah darah, hatiku pilu. Ujian macam apa lagi yang harus ku tanggung? Aku merutuki diri ku sendiri, di saat seperti ini aku tak mampu melakukan apapun. Air mata ku berjatuhan membasahi wajahku, aku terduduk lemas tak berdaya. Pernikahan dua Minggu lagi akan di laksanakan, catring, tenda, pelaminan,undangan, perlengkapan semuanya sudah di bayar dengan lunas, dan semuanya sia-sia. Kenapa engkau pergi membiarkan aku menanggungnya sendiri kak? Hatiku kembali meringis pilu mengingat kejadian itu.

"Bundaa" tangis ku pecah saat ibu kak Taqwa memelukku. Aku menangis terguguh. Semua mata yang ada disana menatap ku dengan iba, tak sedikit orang yang ikut menangis melihat diriku yang patut di kasihani ini. Seharusnya aku menerimanya dari awal. Seharusnya aku tak harus mengulur-ulur waktu, seharusnya aku tak membuatnya menunggu. Maaf kak.

"Dia di lamar malaikat maut duluan nak" lirih Bunda hatiku bertambah pilu. Tawanya, ucapannya saat bersyukur, exspresi nya saat bercerita, bola matanya yang hitam saat memandangku. Nampak jelas dalam ingatan ku. Aku tertunduk sendu, air mataku tak dapat ku hentikan, aku benar-benar hancur saat itu. Ini lebih menyakitkan dari perpisahan ku dan habibi, aku tak dapat lagi memandang wajahnya, mendengarkan ocehannya, mendengar penjelasannya perihal hadis dan sejarah Islam, tak lagi dapat ku dengar suaranya yang indah saat mengalunkan ayat suci Al-Qur'an.

'kak, bangunlah jangan biarkan aku menanggung nya sendiri, engkau menghapuskan luka lama ku namun engkau mendatangkan luka baru yang begitu menyakiti ku'

"Pulang dari ngambil cincin nikah, ada orang dua ngikutin Taqwa. Sampai ke lorong kecil di depan, motornya Taqwa di senggol, Taqwa jatuh, tas yang berisi cincin itu di ambil, Taqwa nya di tusuk kata saksi mata yang sempet lihat kejadian Taqwa di habisi nyawanya" cerita Ayahnya kak Taqwa kepada orang yang bertanya tentang kemalangan kak Taqwa hatiku menderu-deru sakit, sakit sekali. Aku tidak tau cara mengakhiri tangis ini, hatiku sudah melompat dari rongganya, hatiku jatuh berantakan dan aku tidak tau cara menyusunnya kembali.

🥀🥀🥀

Ku pejamkan kedua mataku, setelah menangis semalaman aku merasa lelah. Dia yang sudah memberi ku angan-angan ternyata pergi untuk selamanya tanpa menepati janji janji nya kepadaku.

Pikiran ku seakan tenang, entah nyata atau halu ku rasakan belaian lembut di kepala ku. Ku rasakan hangatnya belaian itu, aku kembali terguguh, ku buka kedua mataku, ku cari siapa yang baru saja membelai pucuk kepala ku, kak Taqwa kah? Jika iya aku ingin bicara setidaknya hanya untuk mengucapkan selamat tinggal.

Kakak perempuan ku masuk ke kamar saat mendengar tangis ku pecah kembali. Dia memelukku. Dia mendekap ku erat sekali seakan dia tak ingin aku merasakan sakit itu sendiri. "Sudahlah jangan di tangisi terus, kasian Taqwa. Kamu harus lebih kuat, kenapa Allah lebih memilih Taqwa untuk pulang duluan? Ya jawabnya karena Allah tau kamu yang lebih kuat" ucap kakak ku. Aku masih terguguh menangis, enggan mengungkapkan kekecewaan ku. Aku hanya ingin menangis, menangis dan menangis hingga aku lelah lalu tertidur dan memimpikan mu kak.

🥀🥀🥀

Setelah satu Minggu dari kepergian kak Taqwa aku kembali masuk bekerja. Semua orang yang ada di kantorku mengerumuni ku saat melihat ku datang, entah mereka benar-benar perduli, mencari simpati atau hanya ingin tau saja. Aku tidak tau. Ku tatap mawar putih yang ada di ruangan ku, mawar yang sudah layu dan tumpukkan buku yang memang sengaja ku tinggalkan di kantor untuk ku baca saat aku tak ada pekerjaan. Aku mendongakkan kepala ku, menahan air mata yang mau jatuh. Aku tak boleh terus-terusan begini, setidaknya aku harus kuat di depan orang banyak.

"Mbakkk...," Panggil pugus lalu memelukku. "Jangan sedih lagi, ada aku, ada yang lain. Mbak itu enggak sendiri, mbak pasti kuat" ucapnya lalu menangis. Melihatnya tergugu menangis air mataku yang sejak tadi ku tahan terjun dengan bebas tanpa permisi.

'lihatlah kak, engkau menyisakan banyak kesedihan disini terutama di dalam hatiku'

"Ketika Tuhan menginginkan kamu menjadi Imam di surga Nya, lalu aku harus apa?"

Happy reading 😋
Ahh, aku mengorek kembali luka yang sudah lama ku pendam.

Aku rindu kamu Taqwa:'(

Dalam Diam ku ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang