empat

400 29 11
                                    

Aku menatap langit-langit kamarku, aku masih teringat dengan jelas senyumnya yang selalu membuatku tenang.

Ku pejamkan kedua mataku, ku telusuri memori-memori ku saat bersamanya. Aku selalu terbayang akan dirinya yang pernah membuat hidupku bermakna. Demi Tuhan rasa ini terlalu menyakitiku menusuk-nusuk jiwa ku. Aku masih menggenggam cinta itu di dalam hatiku, dan sekarang aku harus membangun benteng kokoh yang sempat ia hancurkan. Ya aku tak tau caranya untuk berhenti dengan benar aku tidak tau bagaimana caranya untuk berhenti dan mengakhiri petualangan ini. Aku terlalu sibuk memikirkan nasib ku yang terlalu banyak di hadang oleh rintangan. Hingga akhirnya hatiku berhambur keluar dari tempat nya.

"Rain bangun" teriak kakak ku dari luar, aku tak berniat bergerak sedikit pun dari tempat tidurku. Setelah beberapa menit kini aku kembali mendengar langkah kaki mendekat ke arah kamar ku. "bangun, ada tamu" kata kakak ku.

Aku mengernyitkan dahi  membuatnya menjadi berlipat-lipat siapa lagi yang datang menemui ku. Kuseret langkahku keluar kamar, aku berjalan dengan tubuh tertati. Ku lihat seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan rambut gondrong yang di kuncirnya, ia sudah duduk di kursi teras depan rumah ku.

"Bayu" kataku. Saat aku sudah berdiri di ambang pintu, sungguh sebenarnya aku benar-benar malas bertemu siapa pun.

"Rain...," Panggilnya. "Aku sayang kamu rain" ucapnya lagi. Aku terdiam, aku mencoba mengerjapkan kedua bola mataku mencoba melatih alam bawah sadar ku, aku mencerna kata-kata yang baru saja ku dengar. Aku menghela napas panjang, aku segera menggelengkan kepala mencoba menyadarkan jiwaku. Aku tidak mau kembali tenggelam dalam sebuah perasaan yang mematikan ini. Kesalahan itu selalu berulang dan berulang. Lelah,sedih,takut bergumul-gumul di hatiku. Aku memang telah menaklukkan banyak hal. Namun, aku belum pernah bisa menaklukkan diriku sendiri.

"Maaf Bay, aku tidak bisa" ucapku. Biar bagaimanapun aku sudah mengambil keputusan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sudah kulakukan, kesalahan untuk mencintai Habibi. Tinta yang sudah tergores itu sudah mengering. Tidak dapat di hapus. Tidak dapat diperbarui. Tidak dapat di toleransi. Keputusan ku sudah bulat untuk tidak jatuh cinta lagi.

"Rain?" Ku hentikan langkahku. lalu menatap nya kembali. "Beri kesempatan" lirihnya memelas. Aku menggeleng cepat, ku tutup pintu rumah ku dengan rapat ku lihat Bayu menyalakan mobil merahnya lalu pergi dengan rasa kecewa. Ya aku tau tak seharusnya aku menyakiti hati orang, menolaknya tanpa harus embel-embel terlebih dulu ahh entahlah kepala ku pusing. Aku ingin kembali ke kamar ku lalu menenggelamkan diriku kembali kedalam selimut tebal milikku itu.

🥀🥀🥀

Aku menyeret kakiku untuk keluar rumah, kembali melakukan rutinitas seperti biasanya. Aku kembali ke kantor dengan berjuta-juta duka di dalam jiwaku. Aku harus menyibukkan diri, seenggaknya aku harus bisa melupakan Habibi walau hanya sebentar. Semua orang yang ada di kantor tercengang melihatku, bagaimana tidak setelah beberapa hari tidak masuk dengan alasan sakit tiba-tiba aku masuk sudah menggunakan jilbab.

"Wihhhhh ada anak baru nih" teriak salah satu rekan kerja ku. Aku tak menggubris, pura-pura tak mendengar ucapan nya, tanganku dengan lincah memulai aktivitas, ku nyalakan komputer lalu mendudukkan diri di kursi empuk ku bewarna biru, ku susun berkas-berkas yang sudah beberapa hari tak ku sentuh. Semua berkas masih rapi tak tersentuh selama aku tak masuk ternyata tidak ada yang mengambil alih tugasku.

"Ada yang udah taubat nih?" Ledek teman kantor ku lagi, namanya Andy, aku hanya memberi dia seulas senyum.

"Nah gini kan cantik" kata mba Lia, dia seorang senior disini. Ruangnya sebelahan dengan ku, aku hanya mengucapkan terimakasih lalu kembali fokus pada komputer ku.

Dalam Diam ku ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang