04. membunuh perasaanmu

630 121 134
                                    

[irene version; part 4]
five words you'll never say

Ruangan bernuansa putih itu saat ini hanya berisi dua manusia berbeda kelamin, tengah duduk dan melakukan aktivitas mereka masing - masing.

Pria dengan rambut hitam pekat itu tengah menandatangani beberapa berkas yang berserakan di atas meja.

Berbeda lagi dengan wanita yang duduk di meja makan, ia tengah mengeksplor beberapa website penyedia tiket travelling murah.

"Apa kau mau berlibur?" tanya wanita itu dengan wajah cerianya.

Pria yang ditanya itu masih fokus dengan pena miliknya. Tak menggubris perkataan wanita itu.

Irene, wanita itu pun berjalan menuju meja tempat pria itu tengah bekerja.

BRAK..

Suara gebrakan meja itu terdengar di telinga keduanya. Pria itu menatap Irene dengan kesal. "Apa masalahmu? Aku tengah sibuk!"

"Setidaknya jawablah pertanyaanku. Apa kau tak punya telinga?" hardik Irene dengan tampang emosinya.

Sehun, pria itu merasa tak terima dengan perkataan wanita itu. Enak saja ia bisa berkata demikian.

"Apa maksudmu? Apa kau tak bisa bersikap lembut, sedikit saja? Aku muak dengan sikapmu!" balas Sehun dengan intonasi yang terdengar sangat mengintimidasi.

Namun Irene sama sekali tak merasa diintimidasi, ia malah mengambil sebuah pisau lipat di sakunya dan melemparnya pada lelaki itu.

HAP..

"Are you insane? Pisau ini hampir saja membunuhku!" ucap Sehun dengan tampang kagetnya, masih memegang pisau lipat yang sudah terlanjut melukai tangan kanannya itu.

Irene diam saja, terus mendekat kearah Sehun tanpa berkata. Dirampasnya pisau lipat itu, lalu menggores telapak tangannya, membuat darah segar pun keluar dari sana.

Sehun menatap jijik wanita bersurai hitam pekat itu. "Apa yang kau lakukan? Itu melukaimu, Rene!"

Pria itu berjalan menuju Irene dengan hati - hati, meskipun jarak mereka sama sekali tidak jauh, namun bukankah perlu waspada?

Irene yang telah selesai menggores kedua tangannya itu kembali menatap Sehun dengan kebencian.

Diperhatikannya pria itu yang berjalan dengan pelan menujunya. Irene tak mau kalah, ia berjalan mendekat, dan tanpa aba - aba, sebuah tusukan tajam mengenai mata Sehun.

CAK CAK CAK CAK

Irene terus menusuk pisau lipat itu pada mata Sehun, membuat lelaki itu langsung terkulai lemas dan jatuh ke lantai.

"Ini, sakit!!!! Apa yang kau lakukan?!" tanya Sehun disela - sela ia memegang matanya yang masih mengeluarkan darah itu.

Irene tersenyum licik. "Aku mencintaimu Sehun. Kenapa kau tak mau bersama denganku?"

Sehun membuang mukanya, balik menatap Irene dengan kesal. "Kau penjahat! Apa jadinya jika aku harus bertemu dengan orang yang melukai matamu?"

"Kau yang penjahat! Mengurungku di apartemen, sahabat macam apa pula yang dengan tega melakukan hal bejad pada sahabatnya? Aku mencintaimu, Sehun. Kau sama sekali bukan sahabatku," terang Irene dengan cepat, membuat Sehun lupa dengan tusukan pisau lipat pada bola mata kirinya itu.

Sehun tertunduk pelan. "Aku tak bermaksud-"

"Kalau begitu-" Irene menatap Sehun dengan serius "katakanlah bahwa kau menganggapku lebih dari sahabat!"

Sehun menggeleng cepat, wajah meremehkan pun muncul. "Aku tak mencintaimu, aku malah benci denganmu!"

Irene tersenyum manis. "Baiklah, jika itu maumu!"

Wanita itu mendekatkan langkahnya pada Sehun, mengambil pisau lipat dari tangan kirinya, dan dengan segera menusuk perut pria itu.

CRAK CRAK CRAK

"AKH!!!" teriak Sehun merintih kesakitan.

Irene hanya menatap lelaki itu dengan senyum bagai malaikat. Ia terus menusuk badan Sehun, tak peduli dengan sakit yang dirasakan oleh Sehun, sahabat yang terlanjur ia obsesikan itu.

"Katakanlah bahwa kita lebih dari sekedar sahabat!" perintah Irene dengan keringat yang terus bercucuran di wajahnya.

"KATAKANLAH!"

"KATAKANLAH!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎨🎨🎨

eh, irene kok kek gitu, bahaya loh

salam sapi,

bae_selvia

Wish You Were Gay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang