[seulgi version; part 4]
i just wanna make you felt okayTING...TONG...TING
"Cepatlah sedikit!" gusar wanita itu tak sabar.
KREK
Pintu terbuka menampakkan seorang lelaki yang masih menggunakan piyama di sekujur tubuhnya. Matanya masih terlihat sangat mengantuk, belum lagi dengan ekspresi malas yang muncul di sana. "Seulgi?"
Seulgi menekuk wajahnya. Satu tangannya ia letakkan pada pundak lelaki itu. "Gue turut sedih soal Park Rose, cewek yang empat hari lalu itu."
Jimin mengangguk pelan, namun wajah heran pun muncul. "Lah, gue kan gak kasitau lo soal meninggalnya Park Rose!"
"Tapi dia artis kan? Beritanya langsung muncul di tv," terang Seulgi, berusaha tak membuat kecurigaan sama sekali dihadapan Jimin.
Jimin lalu mempersilahkan Seulgi masuk. Ia menuju dapur dan mengambil segelas air dan memberikannya pada wanita itu.
Seulgi sempat mengucapkan terima kasih, kemudian meminum air itu. "Gue turut sedih ya, Jim!"
"Gue ga tahu Seul, rasanya semua terlalu cepat-" Jimin mendudukkan pantatnya di sofa empuk lalu menundukkan kepalanya. "Gue masih ingat dua hari yang lalu dia sempat mampir kesini. Besoknya, muncul berita di tv sama di koran."
Seulgi tersenyum miris. "Yang sabar ya, Jim!"
"Kenapa lo mau datang kesini?" tanya Jimin sambil mengelus kepalanya pelan.
"Gue datang kesini cuman mau liat keadaan lo, kalau lo masih baik - baik saja," jelas Seulgi dengan gerakan tangan khasnya.
Seulgi memegang tangan Jimin singkat. "Bukankah sahabat harus saling mendukung dan mempercayai?"
Jimin mengangguk paham. Seulgi terlalu baik baginya.
"Tapi, gue boleh tanya gak?" lanjut Seulgi bertanya.
Jimin mendongakkan kepalanya. "Apa?"
"Lo pacaran sama si Rose?"
"Nggak, dapat info dari mana?" Jimin memasang wajah cerianya, walau kesedihan masih tersembunyi disana.
Seulgi menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Cuman prasangka setelah liat lo sama dia di café waktu itu!"
"Ooo!"
Seulgi mengangguk menanggapi balasan Jimin. Ia pun berdiri dari tempatnya duduk. "Gue ke toilet sebentar yah!"
"Silahkan!"
Jimin sempat menjelaskan pada wanita itu untuk menggunakan toilet kiri karena toilet kanan belum diperbaiki sejak bulan lalu.
Dringg...dring....
Deringan ponsel dari tas Seulgi membuat Jimin menoleh dan menatap ta situ.
Apa sebaiknya ia memberitahu Seulgi? Tapi akan tidak sopan.
Bagaimana jika mengangkatnya? Bukankah itu lebih tak sopan?
Tapi, sungguh, nada dering ponsel Seulgi sangatlah keras, ia harus segera mengangkat sebelum gendang telinganya pecah.
Jimin pun berinisiatif membuka tas samping Seulgi itu dan mengambil ponsel miliknya.
Diperhatikannya layar ponsel itu, muncul nama 'Chanyeol' disana.
Pria itu mengernyitkan dahinya, ia lalu mengangkat panggilan itu, dan meletakkannya pada telinga kanannya.
"Halo Seul, ah, kau mengangkatnya juga. Aku ingin tanya, apakah anak buahku harus membuang mayat Park Rose ke jurang, atau sebaiknya kita bayar rumah sakit lokal dan meletakkannya di ruang mayat saja?"
Wajah pria bernama Jimin itu sudah tak terkendali lagi.
Apakah ini kenyataan? Atau hanyalah ilusi saja?
Ayolah, teman sebangku yang adalah sahabatnya selama 5 tahun lebih itu sangat baik padanya.
"Halo, Seulgi! Jawablah, kami kehabisan waktu. Paparazzi bisa saja menemukan mayat Park Rose di rumahku!"
Ataukah Seulgi hanya sedang memakai topeng kebaikan untuk sesaat?
Demikianlah seorang Park Jimin melepaskan kepercayaannya pada sang sahabat yang sangat dipercayainya itu, Kang Seulgi.
🎨🎨🎨
kena tipu selama bertahun - tahun itu pasti bikin sakit hati.salam sapi,
bae_selvia
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish You Were Gay ✓
Fanfiction[AU] Tentang tiga gadis dengan latar belakang berbeda, berharap bahwa lelaki yang dicintainya adalah seorang gay. ©biangpenat, 2019