Krak.. krak..
Sosok berwarna hitam itu terus menerus mencakar pohon di sampingnya dengan kukunya yang panjang serta runcing. Perlahan, sosok itu memutar kepalanya hingga 180 derajat. Terlihat jelas wajah hancur dengan mata melotot berwarna merah, tidak lupa darah yang mengalir dari mata, hidung, dan mulutnya.
Mereka semua langsung berlari ke arah utara. Semak-semak bergoyang seiring dengan langkah mereka. Jalan yang penuh dengan semak-semak menyulitkan mereka untuk berlari. Tetapi mereka tidak patah semangat, mereka terus berlari sejauh mungkin agar terhindar dari makhluk tadi.
Sudah 300 meter mereka berlari. Keringat membasahi tubuh mereka, napas mereka juga tidak beraturan. Semuanya tampak kelelahan setelah berlarian sepanjang 300 meter.
“Stop! Sepertinya kita sudah cukup jauh untuk menghindar dari makhluk tadi.” Rizal merentangkan kedua tangannya agar semua temannya berhenti.
“Huh ... aku lelah sekali.” Fira bersandar di pohon yang berada di belakangnya. Mita juga ikut bersandar pada pohon di sampingnya. Mereka mengatur napas yang tidak beraturan itu, rasa sesak menyerang dada mereka. Mita mengambil sebotol air dari dalam tasnya lalu meminumnya.
“Mau?” tanya Mita sambil menyodorkan sebotol air mineral yang tersisa setengah kepada kakaknya, Rizal. Rizal mengambil sebotol air mineral itu lalu meminumnya. Riko juga mengambil sebotol air mineral lalu memberikannya kepada Fira. Setelah dirasa cukup, Fira mengembalikan sebotol air mineral itu kepada Riko. Karena Farel tidak mempunyai pasangan, dia mengambil sebotol air mineral dan langsung meminumnya.
“Ayo lanjut lagi. Udah selesai, kan?” suruh Rizal. Teman-temannya mengangguk lalu beranjak pergi. Mereka kini berjalan, tidak berlari seperti tadi lagi. Banyak tumbuhan obat-obatan di sekitar mereka. Banyak juga tumbuhan beracun yang dapat membuat kulit terasa gatal dan lebih parahnya lagi bisa berakibat kematian.
Ada bermacam-macam tumbuhan di hutan itu. Pohon-pohon yang berusia berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun menjulang tinggi bagaikan pilar-pilar yang ada di istana. Daun-daun yang lebat bergerombol seperti ikan-ikan di laut. Angin berhembus, membuat daun-daun bergoyang. Mereka masih berjalan menyusuri hutan yang tidak tahu dimana ujungnya itu. Sekitar satu jam mereka berjalan, hingga Fira mengeluhkan sakit pada kakinya.
“Argh ... kakiku sakit sekali.” Fira memegangi kaki kanannya yang terasa sakit itu. Teman-temannya berhenti berjalan mendengar keluhan Fira.
“Kenapa, Fir?” tanya Mita sambil memegang bahu Fira.
“Kaki aku sakit, Mit,” jawab Fira masih memegangi kaki kanannya. Riko menghampiri Fira lalu menyuruhnya untuk duduk. Fira mengangguk lalu duduk di akar pohon yang menjulang ke atas. Riko berjongkok di depan Fira dan langsung melepas sepatu yang dikenakan Fira. Terlihat luka seperti sayatan pisau di telapak kaki Fira.
“Apa ini, Fir? Kamu menyayat kakimu?” tanya Riko sambil membuka tasnya, mencari kotak P3K. Setelah dapat, Riko langsung meneteskan obat merah ke luka di kaki Fira.
“Nggak, ih,” jawab Fira. Riko memplester luka Fira yang sudah dia beri obat merah.
“Sudah. Sini.” Riko menepuk pundaknya mengisyaratkan Fira agar naik ke punggungnya. Fira mengangguk lalu naik ke punggung Riko. Riko mulai berdiri sambil menggendong Fira.
“Ayo jalan lagi,” ucap Riko. Teman-temannya mengangguk, lalu Rizal kembali memimpin perjalanan mereka. Semuanya kembali berjalan mengikuti Rizal dari belakang.
Mereka kembali berjalan melewati jalan hutan yang penuh dengan semak-semak. Sudah 3 jam mereka berjalan. Waktu terasa berputar lebih cepat dari biasanya. Jam menunjukkan pukul 18.00 pm, yang artinya sekarang sudah jam 6 sore, tetapi langit masih tetap seperti siang hari, terang benderang.
__
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Pulau Misterius [END]
HorrorBerawal dari sebuah ide sederhana, hingga membuat mereka tersiksa. Berharap kalau liburannya akan baik-baik saja, tetapi yang terjadi adalah yang sebaliknya. Selamat datang di, 'Misteri Pulau Misterius'. Kalian akan menjelajah pulau bersama lima ora...