Author PoV~
Rizal berjalan menuju ke kamar yang adiknya tempati ditemani oleh Riko. Setelah sampai di depan pintu kamar yang akan mereka tuju, Rizal langsung mengetuk pintu di depannya itu.
“Mita, Fira, bangun!” ujar Rizal di sela-sela mengetuk pintu. Tiba-tiba pintu di depannya terbuka.
“Kenapa, Zal?” tanya Fira setelah membuka pintu.
“Udah siap-siap apa belum? Mita mana?” Fira menunjuk gadis yang tengah duduk di atas ranjang, tetapi memunggungi mereka.
“Tunggu di perpustakaan saja, Zal, Ko. Nanti kita menyusul.” Rizal mengangguk, lalu menarik tangan Riko untuk mengikutinya ke perpustakaan.
Fira menutup kembali pintunya setelah Rizal dan Riko pergi dari hadapannya. Fira menghampiri Mita yang sedang duduk itu.
“Sudah tidak apa-apa, Mit. Lebih baik kita bersiap-siap untuk pulang,” ujar Fira mencoba menyemangati Mita.
“Kalau benar-benar terjadi bagaimana, Fir?” Fira langsung memeluk Mita yang tengah menangis itu.
“Tidak akan terjadi apa-apa, Mit. Percaya padaku, kita lalui semuanya bersama-sama, oke?” Fira melepaskan pelukannya, lalu mengusap air mata Mita.
“Sekarang kita bersiap-siap, ya. Semuanya sedang menunggu di perpustakaan,” ucap Fira. Mita hanya mengangguk sebagai balasan.
__
“Riko lama sekali sih,” gerutu Rizal sambil memakan roti yang dibawanya.
“Kita cek saja bagaimana?” usul Farel. Teman-temannya mengangguk tanda setuju, lalu mulai beranjak dari duduknya.
Mereka berempat kembali memasuki rumah tua itu untuk menemui Riko. Farel langsung mengetuk pintu kamar mandi yang ada di depannya itu.
“Ko, masih lama?” tanya Fira. Hening, tidak ada balasan, hal itu membuat Fira khawatir.
“Riko, masih lama atau tidak?!” Fira bertanya lagi, kali ini lebih keras daripada yang tadi.
“Argh!” Fira langsung membulatkan kedua matanya mendengar suara dari dalam kamar mandi.
“Ko, kamu nggak apa-apa?” tanya Rizal sambil mengetuk pintu kamar mandi.
“Perasaanku tidak enak,” lirih Mita.
“Ko, kita buka, ya, pintunya?” Mita meminta ijin ke Riko. Walaupun tidak ada jawaban, tapi setidaknya Mita sudah memberi tahu kalau akan membuka pintu kamar mandi itu.
Ceklek
Dikunci. Sepertinya pintu kamar mandinya dikunci dari dalam. Mita langsung melirik ke arah kakaknya, Rizal.
“Dikunci, Kak.” Rizal meminta Mita untuk bergeser.
Rizal mencoba untuk mendobrak pintu itu. Percobaan pertama gagal, percobaan kedua juga sama. Di percobaan ketiga, Rizal meminta Farel untuk membantunya, dan hasilnya ... berhasil.
Rizal dan Farel langsung masuk ke dalam kamar mandi diikuti oleh Mita dan Fira. Mereka terkejut mendapati Riko yang terbaring di lantai kamar mandi dengan banyak darah di tubuhnya.
Di samping tubuh Riko, ada sesosok makhluk dengan kulit berwarna putih, serta lidah panjangnya yang sedang menjilati tangan Riko.
“Riko!” Fira langsung histeris mendapati kekasihnya terbaring dengan banyak darah di tubuhnya.
Makhluk berwarna putih tadi langsung menengok ke arah mereka berempat yang sedang mematung di depan pintu kamar mandi.
“Dalam hitungan ketiga, kita semua lari meninggalkan tempat ini, mengerti?!” ujar Farel dengan pandangan tak lepas dari makhluk berwarna putih itu.
“Tapi, bagaimana dengan Ri—”
“Tiga!” Mereka semua langsung lari mendengar ucapan Farel yang tiba-tiba itu. Sebelum lari, Farel menutup pintu kamar mandi dengan kencang.
Mereka berempat berlari keluar dari rumah tua itu. Farel menggenggam pergelangan tangan Mita kuat sambil terus berlari. Mereka kembali memasuki hutan yang lebat.
Di tengah perjalanan, mereka dikejutkan oleh sosok yang mengenakan jubah hitam dan tongkat dengan lambang bulan yang dikelilingi bola-bola kecil berwarna hitam di bagian atasnya.
“Ba-bagaimana ini?” tanya Fira dengan tubuh bergetar.
“Ikuti aku!” Farel langsung lari diikuti ketiga temannya.
Mereka berlari melewati semak belukar. Hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah danau yang sedikit mengerikan. Napas mereka tidak beraturan, tak lupa keringat yang terus mengucur di tubuh mereka. Farel melepaskan genggamannya pada Mita, lalu terduduk menatap langit.
“Kenapa kita meninggalkan Riko? Hiks.” Tangis Fira memecah, lalu dia terduduk lemas di atas tanah.
“Dia sudah pergi, Fir,” ujar Mita sambil menangis.
Farel berdiri, lalu menghampiri Rizal yang terduduk sambil memukul-mukul tanah. Rizal mendongak ke arah Farel. Terlihat matanya berkaca-kaca menahan tangis.
“Ini salahku. Seharusnya ... aku tidak memilih pulau.” Air mata Rizal mulai keluar, wajahnya menyiratkan kesedihan mendalam.
“Ini bukan salahmu, Zal. Ini salahku, karena tidak memberi tahu kalian kalau akan ada bahaya yang mengincar jika kita datang ke sini.” Farel menepuk-nepuk bahu Rizal, mencoba memberi semangat.
“Lebih baik kita pergi dari tempat ini. Kita cari jalan pulang,” ucap Farel sambil memandang ke arah teman-temannya.
“Bagaimana dengan Riko? Kau mau meninggalknnya begitu saja! Huh?!” Farel tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Fira.
“Aku akan kembali ke rumah kosong itu. Tidak peduli dengan makhluk yang ada di pulau ini. Toh, kalau aku mati, aku bisa bertemu dengan Riko.” Setelah mengucapkan itu, Fira langsung berlari ke arah hutan.
“Fira, kembali!” seru Farel sambil berlari menyusul Fira.
__
TBC
Don't forget VoMen Minna-san!
![](https://img.wattpad.com/cover/182271842-288-k717369.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Pulau Misterius [END]
HorrorBerawal dari sebuah ide sederhana, hingga membuat mereka tersiksa. Berharap kalau liburannya akan baik-baik saja, tetapi yang terjadi adalah yang sebaliknya. Selamat datang di, 'Misteri Pulau Misterius'. Kalian akan menjelajah pulau bersama lima ora...