Farel POV
Aku berlari bersama Mita, Fira, dan Rizal. Aku menggenggam pergelangan tangan Mita kuat. Kami berhenti di sebuah danau yang terlihat mengerikan. Napasku tidak teratur, keringat tak pernah berhenti menghiasi tubuhku. Kulepaskan pergelangan tangan Mita, lalu terduduk menatap langit.
“Kenapa kita meninggalkan Riko, hiks?” Tangis Fira memecah sambil terduduk lemas di atas tanah.
“Dia sudah pergi, Fir,” ujar Mita sambil menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. Aku yakin Mita menangis. Seharusnya kita tidak datang ke sini. Seharusnya aku memperingatkan mereka. Ini semua salahku! Kau bodoh, Rel.
Aku berdiri, lalu menghampiri Rizal yang terduduk sambil memukul-mukul tanah. Dia mendongak ke arahku. Terlihat matanya berkaca-kaca menahan tangis.
“Ini salahku. Seharusnya ... aku tidak memilih pulau.” Air mata Rizal mulai keluar, wajahnya menyiratkan kesedihan. Jujur, baru kali ini aku melihat Rizal menangis.
“Bukan salahmu, Zal. Ini salahku, karena tidak memberi tahu kalian kalau akan ada bahaya yang mengincar jika kita datang ke sini.” Aku memegang bahu Rizal.
“Lebih baik kita pergi dari tempat ini. Kita cari jalan pulang,” ucapku sambil memandang temanku satu persatu, air mata menghiasi wajah mereka, aku turut sedih. Perlahan, air mataku mulai mengalir. Melihat Fira berdiri membuatku menghapus air mata yang membasahi pipiku.
“Aku akan kembali ke Riko. Tidak peduli dengan makhluk yang ada di pulau ini. Toh, kalau aku mati, aku bisa bertemu dengan Riko.” Mataku terbelalak kaget mendengar ucapan yang dilontarkan Fira. Fira mulai berlari memasuki hutan yang sempat kami lewati tadi.
“Fira, kembali!” seruku sambil berlari menyusulnya. Entah kenapa, tenagaku serasa terkuras habis. Langkahku kian melambat, hingga tak sengaja mengenai akar pohon yang menjulang ke atas. Aku jatuh tersungkur. Aku mendongak untuk melihat keberadaan Fira, tak peduli dengan darah segar yang mengalir dari keningku.
Astaga! Fira! Mulutnya dibekap oleh sosok yang kami temui tadi. Fira meronta minta dilepaskan, tetapi Fira tak kunjung terlepas dari sosok tersebut. Air matanya kembali membasahi pipinya. Sosok itu menatapku tajam, seperti harimau yang melihat mangsanya.
Aku mencoba menggerakkan kakiku. Astaga! Kakiku tidak bisa digerakkan. Aku menoleh ke belakang agar tahu kondisi kakiku. Shit! Pantas saja tidak bisa digerakkan, kakiku dipegangi oleh si Baju Merah.
Kakiku ditarik oleh si Baju Merah melewati semak-semak. Jangan harap wajah mulusku tidak terluka karena perbuatannya. Kepalaku terbentur batu dan ranting pohon. Sungguh, rasanya sakit sekali. Darah segar mengalir dari hidungku. Kepalaku mulai pusing, pandanganku juga mulai tidak jelas. Tiba-tiba, tubuhku seperti dihempaskan dengan keras. Tubuhku menghantam pohon sangat keras, hingga mengeluarkan bunyi ‘krak’.
“Aaa!”
“Hosh, hosh, hosh.” Aku terbangun dari mimpiku. Astaga, sangat mengerikan. Benar-benar seperti kenyataan.
“Kamu kenapa, Rel?” Riko menepuk bahuku. Aku menengok ke arahnya. Riko masih sehat dan tidak ada yang terluka sama sekali, syukurlah.
Aku menggeleng sambil mencoba tersenyum ke arah Riko. Aku melihat ke arah Rizal, dia masih terbaring di sampingku. Tanganku terulur memegang lengan atasnya. Kutepuk perlahan agar dia terbangun. Akhirnya Rizal bangun. Matanya mengerjap beberapa kali. Astaga, aku membayangkan Rizal yang menangis di mimpiku, wajahnya lucu sekali, seperti anak kecil.
“Ayo bersiap. Kita akan melanjutkan perjalanan, kan?” Aku mengambil tasku, lalu beranjak keluar dari tenda. Aku mencoba membuang jauh-jauh mimpiku, tetapi bila itu benar-benar terjadi bagaimana? Aku harap tidak.
Aku melihat Mita dan Fira yang sedang membongkar tendanya. Wajah mereka terlihat tidak baik-baik saja. Mata Panda mereka terlihat jelas. Apakah mereka tadi tidak tidur? Atau kekurangan tidur karena perubahan waktu yang terjadi di pulau ini? Ah, entahlah.
“Farel.”
Aku mengusap tengkukku. Mendengar bisikan yang sangat jelas seperti tepat di depan telingamu, apakah kamu tidak akan melakukan hal yang aku lakukan?
Tiba-tiba ada yang meraba bahuku. Dengan sigap kupegang bahuku, ada tangan, langsung saja kutarik ingin melemparkan entah apa itu. Hingga sebuah suara yang aku kenal menghentikanku.
“Eh, buset. Ya jangan dibanting.” Aku melepas genggaman tanganku, lalu menoleh ke belakang, ternyata Riko, shit!
**
Tbc
Voment minna
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Pulau Misterius [END]
HorrorBerawal dari sebuah ide sederhana, hingga membuat mereka tersiksa. Berharap kalau liburannya akan baik-baik saja, tetapi yang terjadi adalah yang sebaliknya. Selamat datang di, 'Misteri Pulau Misterius'. Kalian akan menjelajah pulau bersama lima ora...