9. Women In Red

410 39 1
                                    

Tiba-tiba, mereka dikagetkan oleh suara orang cekikikan. Mereka menelisik ke sekitar mereka, hingga kain merah terlihat di sebuah dahan pohon. Tidak, itu bukan hanya kain merah, melainkan seorang perempuan dengan rambut terurai sampai ke lutut.

Mereka langsung berlari menjauhi tempat tadi. Riko terlihat kesusahan untuk berlari, karena dia menggendong Fira. Tiba-tiba kaki Mita tersandung akar pohon hingga membuat dia terjatuh. Kakinya tidak bisa digerakkan sama sekali.

“Tolong!” pekik Mita sambil mencoba menggerakkan kakinya. Farel yang mendengar suara Mita langsung menengok ke belakang. Dia membalikkan arah larinya menuju ke Mita.

“Kamu kenapa, Mit?” tanya Farel sambil memegang bahu Mita.

“Kakiku nggak bisa digerakin. Gimana ini?” Mita menggoyang-goyangkan kakinya. Tetapi rasanya seperti mati rasa, sama sekali tidak berasa. Mita memukuli kakinya, tetapi hasilnya sama saja, tidak terasa apa-apa.

“Ya sudah, sini aku gendong,” ucap Farel. Mita mengangguk pasrah lalu naik ke punggung Farel. Farel mulai berdiri lalu menengok ke arah depannya. Betapa terkejutnya dia, sosok perempuan dengan baju merah berjalan menghampiri mereka. Sosok itu benar-benar berjalan, tidak melayang seperti di kebanyakan film horor yang ada di bioskop.

Tanpa aba-aba, Farel langsung berlari mengikuti teman-temannya yang mulai menjauh. Farel mencoba sekuat tenaga untuk berlari sambil menggendong Mita.

“Jangan menengok ke belakang,” ucap Farel sambil mencoba mempercepat larinya. Keringat bercucuran dari wajah Farel yang tampak kelelahan.

“Memang di belakang ada apa? Apa sosok berbaju merah tadi mengikuti kita? Astaga,” tanya Mita.

“Sudah, kau diam saja. Intinya, jangan menengok ke belakang apapun yang terjadi, titik. Kalau bisa, tutup matamu,” tutur Farel. Mita mendengarkan apa yang dikatakan oleh Farel, yaitu menutup matanya dan tidak akan menengok ke belakang. Walaupun rasanya ingin sekali melihat apa yang ada di belakangnya, tetapi Mita membuang jauh-jauh rasa penasaran itu.

Farel terus berlari menyusuri jalanan hutan yang penuh dengan semak belukar. Dari kejauhan terlihat ketiga temannya yang sedang berlari. Sedangkan di belakang Farel dan Mita terdapat sosok berbaju merah dengan jarak sekitar 50 meter. Farel dan Mita semakin mendekat dengan ketiga temannya.

“Tolong!”

“Rel, ada suara minta tolong. Apa jangan-jangan ada orang lain di sekitar sini?” tanya Mita.

“Tidak, itu bukan suara orang. Nanti aku jelaskan. Sekarang kamu diam dan tetap tutup matamu.” Farel terlihat sangat letih. Keringat membasahi tubuhnya yang tinggi itu. Kini Farel dan Mita sudah berkumpul lagi dengan ketiga temannya.

Sudah satu jam mereka berlari. Kini langit menjadi gelap seperti malam hari. Farel memberanikan menengok ke belakang, sosok berbaju merah tersebut mulai hilang ditelan gelapnya malam. Kini sosok berbaju merah tersebut sudah lenyap. Farel memberhentikan teman-temannya.

“Berhenti!” ujar Farel. Semua teman-temannya langsung memberhentikan langkah mereka. Berbalik menghadap ke arah Farel.

“Sekarang kau sudah boleh membuka matamu, Mit,” ucap Farel. Mita pun membuka matanya. Dilihatnya teman-temannya yang basah dengan keringat.

“Sepertinya kakiku sudah bisa digerakkan, bisa kau turunkan aku?” Mendengar itu, Farel langsung menurunkan Mita dari pundaknya. Rizal mendekati Mita lalu memegang bahu Mita.

“Kamu kenapa, Dek?” tanya Rizal.

“Nggak apa-apa. Tadi cuma jatuh terus Farel menawarkan untuk menggendongku dan aku mengiyakan tawarannya,” jawab Mita sambil tersenyum. Rizal hanya mengangguk mendengar jawaban dari sang adik.

“Ya sudah, ayo lanjut lagi, di depan ada tanah yang luas. Kita bisa membangun tenda di sana,” ucap Farel. Teman-temannya mengangguk dan langsung melanjutkan perjalanan.

Beberapa menit kemudian, mereka pun akhirnya sampai di tempat yang di maksud oleh Farel. Mereka langsung membangun tenda untuk bermalam. Karena malam hari, pencahayaan di sana sedikit buruk, tetapi karena ada sang rembulan, tempat itu pun menjadi tidak terlalu gelap.

Setelah membangun tenda, mereka membuat api unggun. Lalu semuanya duduk mengitari api unggun.

“Sekarang jam berapa?” tanya Farel.

“Jam tujuh lebih lima belas malam,” jawab Riko.

“Pulau ini sangat aneh. Oke, aku akan menjelaskan sesuatu kepada kalian. Kita tiba di pulau ini sekitar pukul setengah sebelas pagi, dan keanehan terjadi, yaitu langit berubah gelap. Lalu kita tidak tidur selama empat jam. Nah, setelah empat jam begadang, matahari pun akhirnya muncul. Matahari muncul sekitar jam tiga sore. Tadi waktu aku lihat pada pukul enam malam, matahari masih bersinar. Matahari mulai tenggelam saat pukul tujuh malam.

Bisa kita hitung seperti ini, setengah sebelas lebih kita bulatkan menjadi jam 11.  Jam 11 sampai jam 3 sore itu memiliki jarak 4 jam. Dan jam 3 sampai jam 7 malam itu memiliki jarak 4 jam. Lalu 26 dibagi 4 hasilnya 6. Jadi, setiap 4 jam sekali itu merupakan waktu siang dan setiap 4 jam berikutnya itu merupakan waktu malam. Perubahan waktu itu dimulai dari jam 11 bukan jam 12. Jadi, 3 kali siang dan 3 kali malam dalam waktu sehari,” jelas Farel panjang lebar.

__

Nah, loh, pusing nggak, tuh? Wkwk.

TBC
VOMEN MINNA:*

Misteri Pulau Misterius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang