Luthfia masih menangis. Derai air mata yang membasahi pipinya tak ia pedulikan saat menatap pria dewasa yang berdiri kaku di hadapannya.
Sesekali bahkan Luthfia menggelengkan kepala untuk menyangkal tiap kata yang diucapkan tanpa perasaan oleh pria yang kepadanya ia serahkan segalanya. Baik itu tubuh juga segenap kepercayaan.
Akan tetapi, sekeras apapun Luthfia menyangkal, bagaikan kaset rusak kata-kata menyakitkan tersebut justru terus terngiang di benaknya. Hingga membuat luka di hatinya kian melebar dan memberikan rasa yang teramat pedih. Hingga Luthfia sulit bernapas karenanya.
Saya tidak mencintai kamu
Arti kamu hanyalah sebagai tempat penyaluran nafsu bagi saya
Dua kalimat itulah yang terus Luthfia ingat. Ia tidak mungkin bisa melupakan saat dengan tanpa perasaan pria yang berdiri dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana itu menjatuhkan harga dirinya. Bahkan pria itu juga menyamakan dirinya dengan wanita penghibur di luar sana.
"Jadi, selama ini kamu membohongi aku, mas? Kamu bilang, sebenarnya kamu sudah beristri dan kamu sangat mencintai istrimu itu, benar begitu?" Luthfia tahu apa yang ditanyakannya itu pastinya akan mendapat jawaban yang semakin memperdalam luka di hatinya. Namun tak mengapa, biarlah luka itu ditanggungnya sekaligus, agar di masa depan ia tak akan sebodoh sekarang.
Sosok yang ditanyai itu memberikan anggukan. "Iya."
"Kalau kamu secinta itu sama istrimu, mengapa kamu tega mengkhianatinya dan menjadikan hidup serta masa depanku sebagai mainan?" Luthfia berucap dengan nada sakit hati.
Mendapat pertanyaan seperti itu, sejenak pria itu terdiam. Kemudian, saat kembali berbicara, tiap kata yang ia diucapkan terdengar sangat merendahkan wanita muda di depannya. "Istri saya tidak dalam kondisi yang baik untuk melayani saya di atas ranjang, jadi dia tidak bisa melayani saya di atas ranjang. Dan biar bagaimana pun, saya ini tetap seorang lelaki. Dari pada mencari pela*ur yang belum tentu steril, lebih baik saya mencari pelampiasan kepada gadis lugu yang berasal dari kampung seperti kamu. Tapi siapa sangka, dengan sedikit kata manis, saya bisa menikmati tubuh kamu tanpa harus mengeluarkan sepeserpun uang dari dalam dompet saya."
Setelah mendengar apa yang pria itu ucapkan, dengan sendirinya air mata Luthfia berhenti mengalir. Isak tangisnya berubah menjadi senyum miris kala menyadari bahwa apa yang dikatakan pria itu memang benar. Ia sangat layak disamakan dengan wanita penghibur. Bahkan derajat Luthfia jauh lebih rendah karena ia suka rela membuka kakinya untuk pria yang jauh lebih tua darinya itu.
"Saya harap setelah ini, kamu jangan lagi menghubungi saya. Sebagai imbalan pelayanan serta keperawanan yang kamu berikan kepada saya, saya akan mengirimkan kamu cek. Silahkan kamu tulis berapapun nominal yang kamu inginkan. Dan setelah itu, menghilanglah dari kehidupan saya."
Luthfia terkekeh geli. Ia merasa sangat terhina. Harga dirinya terinjak bak sampah. Sebagai gadis desa yang selalu diajari sopan santun oleh kedua orang tua, terutama oleh ibunya, Luthfia merasa gagal menjadi seperti yang diharapkan oleh orang-orang terkasihnya.
Hanya karena terbutakan oleh bujuk rayu, ia bahkan tak bisa melakukan apapun untuk sedikit saja menyelamatkan kepingan harga dirinya yang tersisa.
Pria ini, yang kepadanya Luthfia serahkan segalanya, pada akhirnya memberikan rasa yang teramat sakit di hatinya. Luthfia bahkan sampai berpikir, mungkin jika ia menabrakkan dirinya pada kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya, pasti rasa sakitnya tidak akan sesakit yang ia rasakan saat ini.
"Karena sudah tidak ada yang mau dibicarakan, sebaiknya kamu segera pergi dari sini. Sebentar lagi istri saya datang, dan saya tidak mau dia bersedih karena mengira ada apa-apa diantara kita."
Luthfia tak bersuara. Dengan mulut terkunci ia perhatikan sekali lagi keseluruhan isi kamar yang hampir 4 bulan terakhir menjadi tempat baginya untuk mengistirahatkan diri. Di kamar ini, banyak sekali kenangan indah yang tercipta. Dan semua kenangan tersebut terus berputar di benaknya seakan menertawakan serta mengejek dirinya karena sudah begitu bodoh menjatuhkan hatinya kepada orang yang salah.
Di sini pula, untuk pertama kalinya Luthfia merasakan sakitnya patah hati. Tak hanya tergores, tetapi juga terdapat luka yang menganga dan berdarah di hatinya.
"Pergilah, sebelum saya meminta satpam untuk mengusir kamu!"
Sekali lagi Luthfia tertawa. Lihatlah dirinya sekarang ini. Tak hanya dipandang lebih rendah dari pada seorang wanita penghibur, sekarang ia juga diusir pergi bagaikan seseorang yang sedang menderita penyakit kulit yang mengerikan. Hingga tak ada satupun orang yang mau memandangnya.
Tidak ingin lagi mendapat pengusiran untuk yang ketiga kalinya, Luthfia pun segera melangkah menuju satu pintu yang bisa segera membuatnya terbebas dari segala penghinaan yang pastinya akan kembali ia terima jika terus bertahan di tempat ini.
Akan tetapi, saat dirinya telah berdiri di ambang pintu, Luthfia menghentikan langkah karena merasa ada hal yang perlu dituntaskan. Supaya nanti tidak akan ada yang memberatinya untuk melangkah maju.
Maka, tanpa menoleh Luthfia bertanya, "Kalau saat ini aku sedang hamil, apa yang akan kamu lakukan terhadap janin tak berdosa itu, mas?"
"Digugurkan saja."
Luthfia mengangguk-angguk kecil. Setelah mendengar dua kata yang diucapkan dengan tanpa perasaan tersebut, ekspresi wajahnya mengeras dan tidak terdapat jejak kesedihan lagi di matanya.
Kemudian, Luthfia kembali meneruskan langkah seraya menangkupkan sebelah tangan di perutnya.
Seiring dengan langkah kakinya yang mantap, dalam hati Luthfia berjanji, "Nggak apa-apa, sayang, masih ada ibu yang akan selalu menerima dan menyayangi kamu. Ibu janji, biarpun cuma akan ada kita berdua, kamu nggak akan kekurangan kasih sayang sedikit pun."
🍅🍅🍅
🍀🍅🍅🍀
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-11-04-2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejatinya Cinta [ TAMAT ]
Romance- Ekstra part hanya ada dalam versi ebook, pdf, dan mungkin nanti cetaknya - Sewaktu-waktu akan dihapus kalau cerita ini sudah tamat - Sudah tersedia dalam versi ebook di google play Dulu, Luthfia Fithri hanyalah seorang gadis lugu dan buta akan art...