🐢 Tujuhbelas 🐢

7.1K 941 30
                                    

Seumur hidupnya, Haikal belum pernah merasakan gugup saat berhadapan dengan orang lain seperti yang dirasakannya saat ini. Sampai-sampai ia harus berulang kali menelan air liurnya demi melegakan tenggorokannya yang terasa kering.

Bahkan saat dulu ia harus berhadapan dengan kedua orang tua mantan istrinya di kala menghadiri perjodohan yang diatur untuknya, Haikal dengan sangat tenang bisa melewatinya.

Tetapi, untuk situasinya kali ini, entah mengapa Haikal merasa keberaniannya sedikit menurun. Ditambah lagi tatapan menuduh dari sosok wanita paruh yang duduk di hadapannya seakan membebankan semua kesalahan di pundaknya membuat Haikal semakin tak berdaya.

Sekarang Haikal bisa merasakan bagaimana gugupnya Nauval saat dulu menceritakan mengenai pertemuannya dengan kedua kedua orangtua wanita yang kini telah menjadi istrinya. Bersyukurlah Ryan yang tidak harus merasakan berada di posisinya saat ini.

"Jadi, kamu adalah pria yang sudah mencampakkan anak saya?"

Pertanyaan yang diucapkan dengan nada marah yang ditahan tersebut memberikan dampak sangat hebat bagi jantung Haikal yang kini berdetak sangat kencang. Memang benar, yang namanya penyesalan pasti akan datang di akhir. Dan Haikal pun hanya bisa menghela napas seraya meneguhkan hati seraya membalas tatapan ibu dari wanita yang ia cintai.

"Diamnya kamu, berarti jawabannya adalah iya." Sukma menjawab sendiri pertanyaannya. Sebagai seorang ibu, tentu saja ia marah kepada pria yang sudah menyia-nyiakan anaknya itu. Akan tetapi, sebesar apapun kesalahan yang telah diperbuat oleh pria itu, Sukma juga tidak bisa menutupi bahwa ia juga melakukan kesalahan yang sama. Bahkan mungkin ia jauh lebih bersalah karena membiarkan sangat buah hati menjalani hari-hari terburuknya seorang diri.

"Maafkan saya, bu." setelah cukup lama terdiam, akhirnya Haikal bisa mengucapkan sebaris kalimat yang dipendamnya selama ini.

                                                                        
Tak ayal kalimat maaf itu ditimpali Sukma dengan seulas senyum miris. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat ini. Ingin rasanya ia marah dan menampar berulangkali wajah yang terlihat awet muda itu. Tapi, Sukma menyadari bahwa di tempat umum seperti ini tidak akan baik jadinya jika ia bersikap bar-bar.

Jika Fifi bisa menerima kehadiran pria yang telah menghancurkan masa depannya itu di sisinya, maka Sukma tidak memiliki alasan untuk bersikap di luar kendali. Apalah dirinya yang bahkan tak bisa menjadi ibu yang baik bagi anak kandungnya sendiri.

"Saya sadar kata maaf saja tidak bisa menebus kesalahan saya di masa lalu. Tapi, saya harap ibu mau membuka sedikit saja pintu maaf di hati ibu untuk saya agar saya bisa menjadi orang yang menjaga dan menjamin kebahagiaan Fia dan anak kami di masa depan."

Setelah mendengar nada tulus dalam setiap kata yang diucapkan oleh pria yang duduk di hadapannya itu, tatapan Sukma tidak lagi setajam sebelumnya. Kini ia bisa melihat sebesar apa penyesalan yang ditanggung oleh sosok yang memiliki wajah rupawan tersebut dari pancaran matanya.

Sebagai seorang wanita dan terutama seorang ibu, Sukma akhirnya bisa mengerti mengapa dulu anaknya bisa terjerat cinta yang justru mendatangkan cobaan besar dalam hidupnya. Tapi, yang tidak Sukma mengerti ialah mengapa wajah yang mencerminkan pria baik-baik tersebut begitu tega mematahkan hati putri semata wayangnya?

"Bu... saya,"

"Tunggu sebentar." Sukma segera memotong perkataan pria yang mengenalkan dirinya dengan nama Haikal Ramdani tersebut. Dan setelah menimbang selama beberapa detik, Sukma pun menanyakan pertanyaan yang sedari tadi bercokol di kepalanya tanpa berniat berbelit-belit sedikitpun. "Umur kamu berapa?"

Haikal salah tingkah mendapat pertanyaan yang cukup mengusiknya itu. Ia meringis malu kalau mendapat tatapan menutup dari wanita yang ia perkirakan memiliki jarak usia tak jauh berbeda darinya itu.

Sejatinya Cinta [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang