3. Restu Ayah.

6.7K 355 23
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم.

***
Part Gaje! Warning!
~~~

Setelah dirawat beberapa hari, kondisi Khoiri--ayah Kiya--sudah jauh lebih baik dari pertama kali dibawa ke rumah sakit. Segala syukur tak henti diucapkan Rina sejak dokter keluar dan mengatakan bahwa suaminya telah sadar dengan kondisi tubuh yang mulai stabil. Berita bahagia itu langsung ia sampaikan pada sang anak yang tentu saja menanti kabar ini.

"Assalamualaikum, Ayah, Bunda."

Rina yang sedang mengupas buah untuk suaminya menoleh dan tersenyum. "Waalaikumussalam warahmatullah," ucapnya kompak dengan sang suami.

Kiya langsung saja berhambur ke pelukan sang ayah, superhero, juga cinta pertamanya. "Ayah, Kiya rindu."

Khoiri menepuk pundak Kiya untuk menenangkan putrinya yang menangis, matanya menatap Rina sejenak yang tersenyum hingga lengkungan itu menular padanya. "Cup ... cup ... cup ... udah-udah, ayah baik-baik aja, Ki. Tenang, ya."

"Kenapa ayah tidurnya lama banget? Kiya sama bunda, kan kangen banget sama ayah."

"Maafin ayah, ya. Ayah capek, makanya ayah tidurnya lama. Sekarang ayah udah jauh lebih sehat."

Khoiri mengurai pelukan dan menghapus air mata Kiya sembari terkekeh geli. "Udah mau nikah, tapi masih cengeng, hm?"

Mata Kiya membulat kaget, menatap satu presensi yang ia yakini menjadi alasan ayahnya tau. Siapa lagi tersangkanya jika bukan Rina yang hanya menampilkan senyum lebarnya.

"Bundaaaa," rengeknya dengan bibir cemberut. Padahal dia sudah dibuat pusing dengan kata yang harus dirangkai tepat untuk menyampaikan berita itu pada ayahnya, tapi siapa sangka sang ibu tercinta mendahuluinya.

"Kapan calon kamu ke sini, Ki?"

Kiya dibuat bungkam dengan pertanyaan itu. Harus jawab bagaimana coba dirinya?

"Sebenarnya Kiya belum kasih tau kalau Ayah sudah sadar, jadi Fa-em ... Mas Fathur belum tau kondisi ayah sekarang," ucap Kiya kikuk saat memberi embel-embel Mas.

"Oh, begitu." Khoiri mengangguk sebelum menerima suapan lagi dari istrinya.
.

.

.

Kedatangan tamu tak terduga yang ditunggu oleh ayah Kiya itu membuat terkejut penghuni satu ruangan. Baik Khori sendiri maupun Kiya. Bagaimana bisa Fathur datang padahal tidak ada yang memberi tau? Dan parahnya lagi, orang tua Fathur juga datang. What the ...?!

Jantung Kiya bahkan sudah berdetak sama persis saat pertama kali ia masuk ruang sidang. Deg-degan disertai keringat dingin dan perut mules dadakan.

"Selamat siang," salam Andre sedangkan Indah sudah senyam-senyum sendiri.

"Si-siang." Terlepas dari keterkejutan, satu keluarga itu menjawab dengan gugup.

Andre dan Indah mendekat dan menyerahkan bingkisan sedangkan Fathur masih diam di tempat.

"Bagaimana kondisi, Bapak?" tanya Indah.

"Aa, alhamdulillah sudah lebih baik. Saya dengar dari istri dan anak saya kalau putra Ibu dan Bapak yang sudah membiayai perawatan saya, saya ucapkan banyak terima kasih, saya janji setelah saya sehat saya akan mengganti biayanya."

Indah mengibaskan tangannya. "Ah, sudahlah, Pak, jangan dipikirkan, bukankah kita nanti akan menjadi keluarga?"

Indah menengok ke arah suaminya yang diangguki singkat. "Benar apa yang dikatakan istri saya."

Pact Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang