Lelah. Hanya kata itu saja yang sepertinya mewakili Kiya saat ini. Namun, itu sama sekali tak mengurangi rasa cemasnya. Entahlah, selama seharian ini dia terus dilanda gugup. Kakinya melangkah memasuki kamar hotel yang sudah disewa, terlalu larut untuk pulang ke rumah keluarga Saddam mengingat acara baru selesai di jam 10 malam.
Jika bertanya di mana keberadaan orang yang sudah berstatus suaminya sekarang, lelaki itu masih berbincang dengan Ayah mertuanya di bawah, entah apa yang mereka bicarakan. Bukan urusannya, pikir Kiya.
Tungkainya mengayun membawanya duduk di tepi ranjang yang bertabur mawar. Memang apa yang mereka pikirkan? Mereka akan melakukan malam pertama? Kiya yakin jawabannya tidak. Pernikahan ini hanya sebatas hubungan saling menguntungkan, bukan? Ah, tapi tidak ada yang akan menduga kejutan yang Allah berikan.
Pikirannya melayang pada acara tadi, bagaimana canggungnya dia saat bertemu kedua sahabatnya, sebenarnya hanya Ilham. Masih ingatkan perihal di kafe kala itu? Ya, sejak itu Kiya sedikit canggung untuk bertemu Ilham. Helaan napas berhembus pelan dari mulutnya. Tidak, dia tidak akan mengorbankan persahabatannya selama ini hanya karena perasaan, dia harus menemui Ilham dan meluruskan semuanya.
Cklek....
Suara knop pintu yang dibuka membuyarkan lamunannya membuat gugup kembali ia rasakan. Oke, dia yakin Fathur tidak akan menyinggung masalah malam pertama, tapi baginya kehadiran pria di satu kamar yang sama membuatnya sedikit ... err ... Aneh.
Bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi urung saat Fathur masuk ke kamar mandi tanpa sepatah kata pun. Kiya memainkan udara di dalam mulutnya, ya baguslah, setidaknya dia memiliki waktu untuk menetralisir detak jantungnya.
10 menit kemudian Fathur keluar dengan setelah piyama berwarna biru tua dengan handuk di kepalanya. Kiya terpaku. Masyaallah, ini gak dosa kan mengagumi suami sendiri? Gak kan?
Fathur menaikkan sebelah alisnya melihat keterdiaman Kiya yang menatapnya tak berkedip. "Khem!" Dan barulah Kiya mengerjapkan matanya beberapa kali dengan semburat merah yang perlahan menjalar membuat pipinya memanas.
Ya Allah, mau ke laut mati aja, malu banget aku, batinnya sembari tersenyum kikuk.
"Ada hal yang ingin saya bicarakan," ucap Fathur menatap Kiya dari cermin di depannya. Dia duduk di meja rias sembari menyisir rambut. Bicara sama istri kok mirip bicara dengan klien.
Kiya gelagapan. Kacau, pesona Fathur benar-benar membuatnya gagal fokus. Dia mengangguk cepat sembari berdiri. "Aku mandi dulu."
Aku?
Sejak kapan?
"Hm."
Kiya melesat ke kamar mandi dengan menjinjing sedikit gaunnya, ribet sekali. Tak lama dia keluar dengan masih menggunakan pakaian yang sama membuat Fathur yang duduk di sofa mengernyit bingung. Katanya mau mandi?
"Hmm ... Aku boleh minta tolong?"
"Apa?"
"R-r-res-resleting," cicit Kiya membuat Fathur tak paham.
"Apa?" tanyanya meminta untuk diulangi.
"Resletingnyasusahdibuka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pact Of Fate
RomanceCinta dalam Luka new version! "Dari pada karyawan saya lebih butuh seseorang untuk menjadi istri saya." Pertemuan singkat dan tawaran menikah. Terdengar konyol memang, tapi itulah yang ia rasakan. Hidupnya yang sudah dekat dengan kata rumit semakin...