Mimpi

6.5K 213 6
                                    


Sedikit kerepotan membawa balita di tempat keramaian, apalagi baby sister sedang cuti. Harusnya aku tadi tidak mengajak Aurora, menggendong dan menenteng kantung belanjaan ternyata menguras tenaga. Duduk sebentar di lobby Mall sambil menunggu supir menjemput.

"Mega," Bu Tiara tiba-tiba sudah di depan mata, aku mundur satu langkah untuk menghindari sentuhannya.

"Ibu mau apa?" seruku sedikit cemas.

"Aku mau ambil Aurora!" Tangannya meraih putriku dari dekapan, maka terjadilah saling menarik tubuh bocah mungil ini.

"Lepaskan Bu, dia anak suamiku!?"

"Bukan! Dia anakku!?" Aku menoleh ke arah sumber suara, pria bertubuh kekar yang satu tahun menghilang kini kembali dihadapan.

Dengan sekali hentak, tubuh Aurora sudah berpindah ke tangannya. Aku coba meraihnya lagi namun Bu Tiara menghalangi, sehingga pria itu menjauh dengan membawa putriku.

"Auroraaa, jangaaann!"

Bruukk.

"Aaarrggg."

Peluh membasahi dahi dan pelipis ketika terjaga dari mimpi buruk yang membuatku terjatuh dari ranjang, mimpi yang sama dan berulang. Berharap hanya mimpi yang akan hilang ketika terbangun, namun Aurora putriku tidak ada disini. Mencerna setiap kejadian dalam mimpi, teringat bahwa suamiku pergi bersama Aurora sedang mengunjungi mertua.

Menatap langit-langit kamar, di sana ada langit biru yang berhias mega putih berarak, ada bintang kecil berkelip dengan aurora berkilat indah, sedangkan pelangi mengintip di sudut penuh warna. Aku ingin menyentuh tetapi tangan tak cukup panjang menggapai, diam terpekur di atas pembaringan.

Mengingatkan pada perjalanan hidup yang akhirnya membawaku sampai di sini, kamar yang membawa dalam pergumulan bathin. Tidak pernah menyangka, seorang Megananda Prameswari bersuami seorang pengusaha kaya raya. Apa kisah Cinderella terulang dalam kehidupan ini, entahlah.

Tok tok tok.

"Non ada Bu Tiara!" Suara Mbak Ina pembantuku terdengar lirih saat membuka pintu kamar, tatapannya mengisyaratkan ketidak nyamanan akan hadirnya tamu.

"Dimana?" Aku menarik tangan mbak Ina masuk agar pembicaraan kami tak terdengar siapapun.

Sedikit rasa takut tergambar di mimik wanita gemuk ini, "Di ruang tamu Non, apa saya bilang Nonik tidur saja?" Mbak Ina seakan ingin menghindarkan aku bertemu dengan wanita yang tidak pernah tersenyum itu.

"Ndak usah Mbak, santai saja." Aku segera menyisir rambut dan bergegas menemui Bu Tiara sebelum Mak lampir itu berteriak.

Wanita setengah baya itu pasti mengancam lagi tentang siapa sebenarnya Aurora, dasar tak punya hati

"Mana cucuku?" Tanpa basa-basi Bu Tiara langsung menanyakan keberadaan Aurora yang diklaim sebagai cucunya.

"Maaf siapa yang ibu maksud?" tanyaku sambil menghempaskan tubuh ke sofa, pura-pura tidak paham pertanyaannya.

"Kamu gak usah munafik, Aurora itu cucuku!?" Tangannya berkacak pinggang, namun aku yang sudah terbiasa dengan sikapnya hanya tersenyum.

"Apa Ibu punya bukti kalau Aurora itu cucu Ibu?"

Matanya membelalak mendengar ucapanku, "Apa kamu masih belum tahu kalau suamimu itu mandul? Hamil dari mana kamu jika bukan dari hasil selingkuh dengan anakku?"

Aku seketika berdiri, "Bu!?" teriakku.

Bu Tiara terbahak, mukaku memerah menahan amarah dengan tuduhannya telah berselingkuh dengan anaknya. Tidak! Aku tidak pernah mengkhianati suami apalagi hamil dari pria lain.

"Ok, sekarang kalian masih bebas bersama Aurora. Namun sekembalinya putraku dari Belanda, maka semua akan berakhir!"

Bruukk.

Aku kembali menghempaskan tubuh ke sofa, bersamaan daun pintu yang ditutup kasar oleh wanita yang dulu menolak ku menjadi menantunya. Ya Allah, bagaimana ini terjadi? Bagaimana perasaan suamiku jika benar Aurora bukan anak kandungnya, namun benarkah aku hamil bukan dari suamiku?

Air mata tak dapat aku bendung lagi, aku memang tidak mencintai suamiku saat menikah. Namun aku bukan wanita murahan yang mudah berkhianat, kesalahan yang terjadi adalah mempercayai pria bertubuh kekar itu untuk menjagaku saat suami ada urusan bisnis. Aaahh rasanya ingin membunuh diri ini saat tubuh ini terjamah olehnya.

Menatap langit-langit ruang tengah, seakan mengumpulkan kembali puingan kenangan yang berserakan.

Angkasa Yang TerbelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang