Suara omelan seorang wanita memecah kehening saat mentari baru saja bangun dari peraduannya. Di rumah mewah nan megah dengan bangunan berdesain Eropa Klasik, halamannya yang luas di tumbuhi dua pohon tanpa daun di sisi kanan dan kiri serta dipercantik oleh taman hijau yang berada di tengah-tengah, sangat indah dipandang mata.
Di dalam sana seorang wanita paruh baya masih saja tak henti untuk mengomel. Raut mukanya penuh kekesalan. Sorot matanya ada tatapan marah dan sebagian lagi tanda kekecewaan.
"Apa kau rasa tindakanmu itu benar? Bisa tidak sekali saja tidak membuat masalah dan mempermalukan nama keluarga dan dirimu sendiri? Apa itu berat untukmu?"
"Aku tau".
"Haah!! Ibu peringatkan padamu Tao, jangan berulah lagi. Tinggalkan kehidupan malam mu, teman-teman yang tidak jelas yang hanya akan merasuki pikiranmu dengan hal-hal yang tidak sepatutnya kau lakukan" ujar Nyonya Huang.
Tidak ada sahutan dari putranya yang bernama Tao itu. Ia sudah hafal dengan sifat sang putra yang akan diam dan acuh tak acuh saat ia marah padanya. Dan itu sangat membuat kejengkelan Nyonya Huang semakin bertambah.
"Jika satu kali lagi kau berulah, jangan harap kau akan mendapat segala fasilitas yang selama ini Ibu berikan. Kau tau?" Ancamnya. Ia berharap putranya benar-benar bertobat kali ini.
"Bisa tidak Ibu tak mengancamku dengan itu dan itu lagi?" Sahutnya kali ini berani menatap sang ibu. " bukankah Ibu selalu mengancamku seperti itu. Tapi nyatanya tak pernah Ibu lakukan"
Nyonya Huang merasa tertohok dengan balasan putranya. Memang benar selama ini, ia akan mengancam Tao dengan kata itu. Tapi tak pernah sama sekali ia lakukan, karena bagaimana pun ia adalah seorang ibu yang tak akan tega melakukannya. Ancaman itu hanya lah sebuah gertakan saja.
"Jadi kau mau Ibu benar-benar melakukannya?" Tantang Nyonya Huang, " kau tunggu saja. Selama ini Ibu selalu menutupi segala yang kau perbuat dari ayahmu. Jika dia tau kau masih begini, kau tau kan akibatnya?"
"Ya"
"Jadi, ikut kelas hari ini. Jika Ibu mendengar kau bolos lagi. Maka bersiaplah, Ibu akan memblokir black card, mobil, dan segala yang kau punya sekarang" katanya tegas kali ini.
"Jadilah putra Ibu yang baik. Contohlah Adikmu, Ibu tak tau kenapa kau sangat berbeda dengannya"
Telinga Tao rasanya sudah terbakar mendengar sang ibu kembali membanding-bandingkannya dengan sang adik, ia tak suka. Dirinya adalah dia, dan ia tak mau dituntut untuk menjadi pribadi orang lain. Dengan sembarangan ia membanting garpu dan pisau yang ia gunakan untuk sarapan di atas piring, yang menimbulkan suara nyaring dan mampu membuat Nyonya Huang dan adiknya kaget mendengarnya.
"Bisa tidak Ibu tak usah membawa-bawa nama Renjun sekali saja. Putra Ibu memang hanya dia"
Tao yang sudah muak, kini berdiri dan menyambar jaket yang ia sengaja sampirkan di atas punggung kursi tempat ia duduk dan pergi meninggalkan ruang makan.
"Anak itu memang..... " Nyonya Huang menghela napas panjang dan menunduk lesu.
"Sudahlah, Ibu tak seharusnya mengatakan itu pada kakak. Ia tak suka dibanding-bandingkan Bu" ucap Renjun dengan nada lembut.
Tangannya ia ulurkan untuk mengelus pundak ibunya. Menenangkan.
Nyonya Huang lalu menegakkan kepalanya, menatap putra kesayangannya itu. Sedetik kemudian ia mengulas senyum kecut, saat mengingat kepergian Tao tadi.
"Kakakmu memang tak ada hentinya membuat Ibu pusing. Untuk kali ini Ibu memang harus tegas padanya. Ibu tak mau ia berbuat lebih gila lagi. Jika ayahmu tau, habis sudah kakakmu itu"
"Jangan dipikirkan terus-menerus Bu. Nanti Injun akan coba bicara dengan kakak. Aku juga tak mau jika kakak terus berbuat kesalahan"
"Kau memang anak Ibu yang pengertian. Seandainya kakakmu sama sepertimu mungkin Ibu tidak akan sepusing ini mengurusnya"
"Ibu mulai lagi" ujar Renjun jengah.
"Tidak-tidak, ya sudah berangkatlah. Nanti kau telat" balas Nyonya Huang sambil terkekeh pelan.
"Baik. Aku berangkat dulu" Renjun pun bangkit dan mulai mengecup kening Nyonya Huang untuk berpamitan.
"Dah"
"Dah" Nyonya Huang membalas dengan tangan melambai pelan saat putranya yang manis itu melangkah untuk pergi ke kampusnya.
Di dalam hatinya ia sangat, dan amat mengharapkan Tao dapat berubah. Memang sama sekali tak terbayangkan baginya saat sifat yang dimiliki kedua darah dagingnya bertolak belakang. Tao yang terkesan arogan, dingin, dan tertutup. Sedangkan Renjun sangat berbanding jauh dengan sikap kakaknya. Ia cerdas, mudah bergaul, dan penurut. Bagaikan hitam dan putih.

KAMU SEDANG MEMBACA
HUANG
RandomApa sih definisi saudara menurut kalian? Mirip? Terkadang punya hobi atau karakter yang sama. Tapi mungkin itu untuk saudara-saudara di luar sana. Beda dengan dua saudara ini. Di keluarga Huang. Huang Zi Tao dan Huang Renjun. Kepribadian mereka seb...