Pria bersurai hitam itu sudah menyelesaikan kelasnya hari ini. Sesuai perintah ibunya tadi pagi, mau tidak mau ia harus melakukannya, meski batin dan raga menolak. Pada dasarnya Tao memang tak suka belajar. Dan ia juga tak tau kenapa ia harus sibuk untuk mendapat gelar tinggi jika suatu saat ia akan diangkat juga menjadi presdir untuk menggantikan ayahnya.
Langkah kakinya telah membuat tubuh tingginya keluar dari gedung fakultas. Ia segera menuju parkiran untuk mencari mobil sport putih miliknya.
Getaran ponsel mengusiknya saat akan membuka pintu mobilnya. Ia rogoh saku jaketnya dan mengecek siapa si pengirim pesan singkat itu. Ia berdecak pelan saat membacanya. Sang adik kecilnya menyuruhnya untuk menunggunya selesai kelas sebentar lagi. Dan dengan sangat terpaksa ia berakhir untuk menunggu Renjun di kantin kampus saja. Ia berjalan lagi masuk gedung.
-----------------
Sedangkan di dalam ruang keluarga, Nyonya Huang tengah disibukkan dengan mengganti bunga mawar sebagai pajangan pemerindah ruangan mewah itu. Ia ganti bunga-bunga mawar putih yang layu dengan bunga yang lebih segar.
Tak terduga di belakangnya seorang pria paruh baya tersenyum melihatnya. Ia mendekat, dan saat Nyonya Huang berbalik untuk membuang bunga-bunga layu, ia sontak merasa kaget dengan suaminya yang sudah berada di hadapannya sekarang.
"Kejutan.."
"Sayang? Kapan kau pulang" Nyonya Huang masih tak percaya.
"Kau tak suka aku pulang?" Candanya.
"Bukan begitu, apa urusanmu sudah selesai di China?"
"Sudah. Makanya sekarang aku pulang" ucapnya segera duduk di sofa. Diikuti Nyonya Huang juga duduk di sebelahnya.
"Bagaimana ibu di sana?" tanya Nyonya Huang menanyakan kesehatan ibu mertuanya.
"Dia baik-baik saja. Kemarin sebelum pulang aku menemuinya dulu" balas Tuan Huang.
"Syukurlah, lalu sudah beres anak cabang perusahaan kita di sana?"
"Semuanya sudah lancar. Perusahaanku di sana aku serahkan pada adikku, Duan" sahutnya membuat Nyonya Huang berkerut.
"Apa maksutmu, kau tak takut ia juga akan menghianatimu, Sayang?" Raut muka Nyonya Huang terlihat was-was.
"Tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Aku percaya pada Duan. Dia adik paling bisa ku andalkan. Kau tak perlu cemas" ucap Tuan Huang Zi Yi. Menenangkan istrinya.
Dalam dua bulan ini Tuan Huang harus berangkat ke kampung halamanya di China. Untuk menyelesaikan masalah anak cabang perusahannya di sana karena tersandung kasus suap dan korupsi. Sang kakak yang ia percaya untuk mengurus perusahaan itu menghianatinya. Dan setelah masalah selesai ia bereskan, ia mengangkat kepala perusahaan baru di anak cabang itu menjadi adik kandungnya sendiri. Dia berharap kasus serupa tak terjadi lagi.
"Sayang, apa putra-putra kita tak ada di rumah. Sepi sekali" ucapnya heran karena rumah besarnya seperti tak ada penghuni lagi selain istrinya.
"Mereka sedang ada kelas hari ini"
Nyonya Huang lantas melirik jam dinding besarnya yang ada di pojok ruangan. Hari sudah semakin siang dan mungkin anak-anaknya akan segera pulang.
"Sebentar lagi mereka akan pulang" ia mengulas senyum pada suaminya.
"Pantas saja sedari tadi sepi. Apa selama aku pergi kalian ada masalah?" Tanyanya.
"Tidak. Semua baik-baik saja. Hanya kadang Tao sedikit membangkang saat ku nasihati. Dan Renjun sepertinya sangat merindukanmu"

KAMU SEDANG MEMBACA
HUANG
RastgeleApa sih definisi saudara menurut kalian? Mirip? Terkadang punya hobi atau karakter yang sama. Tapi mungkin itu untuk saudara-saudara di luar sana. Beda dengan dua saudara ini. Di keluarga Huang. Huang Zi Tao dan Huang Renjun. Kepribadian mereka seb...