(11) Ayo

14 4 0
                                    

~•~

"Good morning, kak."

"Hey...good morning Dev!"

Dev mendudukkan bokongnya di samping Kesha.

"Kemarin Kakak gak nyariin, aku?" Tanya Dev, sambil fokus menatap televisi.

"Emang kemarin kamu kemana?"

"Ya ampun kakak, kemarin aku ke Bandung. Temen-temen ngajak ke Bandung buat jalan-jalan sekalian ngerayain ulang tahun aku. Masa kakak gak nanya ke Bunda atau ayah? Misalnya, Dev mana Bun?"

Kesha terkekeh geli mendengar celotehan adik lelakinya itu, "Dasar anak SMP, mainnya keluar kota. Kakak gak ngerti kenapa Ayah Bunda ngizinin kamu pergi bareng temen-temen kamu."

"Ih kakak, kita pergi ada yang ngawasin kok."

"Siapa?"

"Pak Hasan dan Bang Galan."

"Yang nanya," Kesha tertawa lepas, sudah lama ia tak menggoda Dev.

"Nyebelin!"

"Cie ngambek. Kakak tau kok kamu kemarin ke Bandung. Tadi, kakak cuman becanda Dev." Kesha menoel-noel pipi sang adik.

"Oh ya, Makasih buat boneka dan selimutnya. Walaupun, aku ngerasa agak aneh di kasih boneka...dan selimut."

"Tapi, aku senang. Yang lain pada ngasih jaket, sepatu, robot-robotan, baju, dan topi. Cuma kakak yang beda, boneka dan selimut. Kakak emang paling beda dari yang lain, gak ada duanya." Lanjutannya.

"Kamu ngerendahin kado dari kakak? Lagian itu anti mainstream tau! Kapan lagi anak cowok di kasih boneka? Hahahaha,"

"Kakak sekarang ngeledekin aku?" Mereka berdua tertawa lepas bersama, Dev dan Kesha memang tak pernah serius dalam bertengkar. Ujung-ujungnya akan tertawa bersama. Dev baru merasakan suasana ini semenjak hampir 2 tahun yang lalu, seperti Kesha.

"Dev," Kesha kembali membuka suara sehabis tertawa lepas.

"Hm?"

"Semisal kakak udah gak ada lagi di dunia ini, kamu boleh meluk boneka yang kakak kasih. Kalau kamu kedinginan, silahkan pakai selimut yang kakak kasih. Anggap aja, seolah kakak lagi angetin badan kamu." Kesha berucap santai, sambil tetap fokus pada layar televisi.

"Syut! Ngomong apa, deh? Do'ain diri sendiri biar cepat mati itu gak baik, kak." Dev menjawab kesal, tidak suka dengan perkataan kakaknya barusan.

"Kan, misalnya Ed Devenzo."

"Tapi, omongan itu do'a kak. Maka dari itu kita gak boleh ngomong sembarangan!" Kesha tersenyum lebar mendengar perkataan Dev, menurutnya adik lelakinya itu sudah mulai tumbuh dewasa.

"Cie, udah bisa ngajarin kakaknya?" Kesha menyenggol bahu Dev.

Tanpa di sangka, Dev langsung memeluk Kesha. Kesha terkejut dengan tingkah Dev yang tiba-tiba.

"Eh...kamu kenapa?"

"Jangan ngomong gitu lagi kak, Aku gak suka. Udah cukup aku ngerasa kehilangan seorang kakak cukup lama. Sekarang jangan lagi, jika kemarin aku masih bisa ngeliat kakak walau ngerasa kayak orang gak kenal, setidaknya masih bisa ngeliat kakak ada, masih bisa tinggal di atap yang sama. Itu aku masih bisa terima. Tapi, aku gak bakal bisa seumpama kakak benar-benar hilang, pergi dari hidup aku. Dari dunia ini. Gak bakal bisa kak! Walau aku tau, setiap orang pasti bakal tetep Meninggal, gimana pun caranya. Tapi, aku masih punya harapan ke tuhan. Aku masih pengen punya kakak. Gak perlu buru-buru bukan?"

BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang