BAB 2 - Pelajaran Kecil (Part 2)

7.7K 870 93
                                    

Memang dasarnya bengal, mau sesakit apa pun tetap saja anak itu nekat. Mengendap untuk kabur itu adalah keahlian Aska. Ia bisa menyelinap tanpa ketahuan oleh siapa pun. Jangankan hanya keluar dari kamar rawat inapnya menuju lantai lima, memanjat balkon kamarnya saja kacang bagi anak itu.

Aska memasang jaket abu-abunya lalu turun dari kasur. Langkah pelannya ia bawa mendekati pintu. Lima menit lagi Raga pasti akan kembali dari kafetaria rumah sakit, maka dari itu ia harus bergerak cepat ke kamar Rania.

Sesuai janjinya pagi tadi, malam ini ia akan datang ke kamar gadis itu untuk berdongeng. Rania bercerita ia mempunyai banyak teman di kamarnya. Berbekal buku fabel di tangan, Aska membuka pelan pintu rawat inap anak pengidap kanker. Jam sembilan malam, semua lampu sudah dimatikan, hanya menyisakan beberapa lampu tidur yang berpendar remang.

Aska nyaris berteriak saat di tengah gelap itu tangannya diraih tiba-tiba. Untungnya, sosok Rania langsung muncul dan menarik anak laki-laki yang lebih kecil dari gadis itu untuk melepas tangan Aska.

"Gio, dia itu Kak Aska. Jangan nakal," tegur Rania dengan sedikit berbisik.

Aska menghela napas pelan sembari memegangi dadanya. Bayangkan saja, di tempat yang cukup gelap itu tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki berkepala plontos, lebih-lebih wajahnya pucat begitu, untungnya Aska tidak punya riwayat sakit jantung, kalau tidak, sudah say goodbye pasti.

"Kak Aska."

Lelaki itu lantas menjatuhkan kembali pandangannya kepada Rania.

"Ayo, temen-temen Rania udah nunggu."

Ia kemudian mengikuti Rania yang menarik tangannya untuk masuk lebih dalam. Di sana ada enam brankar yang empat di antaranya terisi oleh anak-anak dengan raut pucat dan sayu.

"Kenalin, ini Kak Aska yang aku ceritain," ujar Rania kepada teman-temannya. "Kak Aska kenalin, itu Lia, Fareza, Sania dan Dania."
Senyum anak-anak di atas brankar itu kemudian terkembang, mereka melambaikan tangan, menyapa Aska begitu riang.

"Kembar?" tanya Aska dengan mata yang sedikit menyipit. Ia mendekati dua gadis yang berada di brankar paling kanan.

"Iya, Kak, aku sama Kak Dania kembar." Senyum gadis dengan beanie merah muda itu merekah sekali. "Sania yang sakit, tapi Kak Dania nemenin Sania di sini."

Mendengar itu, bagian kecil dari hatinya tersentil, Aska terenyuh melihat dua anak kembar itu. Terlebih Dania ikut mencukur habis kepalanya seperti sang adik. Aska lantas mengacungkan dua jempolnya kepada Dania dan memuji anak itu. "Hebat," ujarnya hingga membuat Dania tersenyum malu-malu.

"Kak Aska katanya mau berdongeng." Gadis di brankar paling tengah bersuara. "Ayo dong, Kak, Lia udah nggak sabar."

"Oh iya Kak Aska sampai lupa." Lelaki itu tertawa pelan. "Sekarang semua duduk di tempat masing-masing, ya." Ia kemudian mundur dan menarik kursi dan meletakkannya di tengah-tengah. "Ayo, Rania juga, Sayang."

Namun, bukannya langsung menurut, Rania justru mendekati Aska dan meminta lelaki itu untuk mendekatkan telinganya. "Kak Aska, itu Fareza, temen Rania yang baru datang kemarin. Dia paling diem di sini, Kak Aska bisa, kan, buat Fareza ketawa?"

Lalu pandangan Aska teralih pada sosok laki-laki seusia Rania yang hanya tiduran dan tampak tidak menghiraukan kehadirannya. Aska kemudian tersenyum dan mengangguk kepada Rania. "Sekarang Rania kembali ke tempat tidurnya, ya."

Gadis kecil itu mengangguk, ia kemudian melenggang dan naik ke atas brankarnya. Selepas Rania, kini sosok kecil yang tadi memberi kesan horor kepada Aska itu mendekat.

"Gio, sini naik, Kak Aska mau berdongeng, kamu jangan ganggu." Dari brankarnya Rania menegur. Namun, Gio justru memeletkan lidahnya hingga membuat Rania kesal.

25 Wishes Before Die [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang