BAB 5 - Pulang (Part 2)

6.6K 751 25
                                    

Aska membuka pelan pintu kayu bercat cokelat itu dengan hati-hati. Saat kepalanya menyembul dari celah pintu, netra kopinya lantas menangkap sosok sang kakak yang masih bergelung di atas tempat tidur. Lelaki itu tampak masih tenggelam dalam mimpi.

Aska meletakkan segelas air madu yang ia bawa di atas nakas, ia tahu semalam Raka pulang dalam keadaan mabuk. Setelah menatap Raka sejenak, Aska kemudian melanjutkan langkahnya menuju jendela, menarik gorden agar sinar matahari pagi memasuki area kamar, tetapi tidak sampai mengenai wajah lelap sang kakak.

Ia kemudian kembali mendekati Raka. Menatap kakaknya itu dalam diam, senyum tipis terlukis di bibir tebalnya. Aska berjongkok sedikit, berbisik pelan sembari menatap paras tampan milik lelaki itu.

"Kak, gue bawain air madu, lo minum ya biar pusing dan mualnya sedikit berkurang."

Aska berucap tanpa mengharapkan balasan. Anggap saja hanya sekadar menyapa. Jika Raka terbangun pun ia tidak mungkin bisa berbicara seperti itu. Kalimat tajamnya akan selalu mencabik-cabik hati Aska.

Aska lantas berbalik, melangkah meninggalkan tempat itu. Sebelum Raka benar-benar terbangun dan menemukan Aska di sana, lebih baik ia cepat-cepat menghilang daripada harus mendapat caci maki lagi, yang semalam saja masih sangat membekas.

"Lho?"

Aska mengangkat pandangan, mendapati Raga dengan wajah terkejut yang menatap dirinya dan pintu kamar Raka secara bergantian.

"Ngapain?"

Aska mengembangkan senyum, kali ini lebih lebar dari sebelumnya. Ia lantas melangkah cepat, merangkul bahu sang kakak untuk membawanya mengabsen tangga. Pertanyaan Raga masih ia biarkan menggantung di udara.

"Lo ngapain di sana?" tuntut Raga, ia melepaskan rangkulan tangan Aska di bahunya.

Aska terkekeh pelan. "Coba tebak?" tanyanya sebelum melanjutkan langkah menuruni tangga.

"Elah, ni bocah, ditanya serius juga." Raga mengejar, lantas menjepit leher Aska di lipatan lengan. "Jawab kagak lo?"

Aska mengaduh, menepuk-nepuk lengan Raga yang membelit leher, membuatnya menunduk sampai batas perut lelaki itu. Sebenarnya jepitan itu tidak kuat, Aska saja yang tidak mampu melepaskan diri.

"Iya deh ampun-ampun, gue jawab, tapi lepas dulu."

Raga lantas melepaskan jepitannya. Ia beralih menatap wajah memerah sang adik, menunggu jawaban dari anak itu.

"Gue nganterin air madu buat Kak Raka," ujar Aska jujur.

"Kak Raka?" Raga mendengkus. "Giliran gue nggak pernah lo panggil pake embel-embel kakak."

Aska tergelak, ia kemudian mendekati Raga dan kembali merangkul lelaki itu. "Kak Raga," panggilnya. Namun detik berikutnya Aska bergidik ngeri. "Geli, anjir."

Raga langsung menyentil kening anak itu hingga membuatnya mengaduh kesakitan. "Kenapa malah geli?" sungutnya tidak terima, padahal selama ini ia yang sudah menjaga Aska dengan sepenuh hati, tetapi tidak pernah mendapatkan panggilan kakak dari anak itu.

Aska tersenyum jahil walau tangannya masih setia mengusap kening. "Geli aja."

Walaupun Raga ingin menuntut penjelasan lebih lanjut atas perbedaan panggilan yang ia dapat dengan Raka, kalimat Aska sebelumnya membuat lelaki itu terusik. "Bentar, tadi lo bilang air madu? Raka mabok lagi?"

25 Wishes Before Die [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang