"Yang paling menakutkan dari sebuah kehilangan adalah luka yang membekas setelahnya."
🕊️🕊️🕊️
Aska melempar tiga butir obat ke dalam mulut, lalu meneguk segelas air. Ia kemudian berbalik, memutar keran wastafel, dan mencuci gelas yang ia gunakan tadi.
"Den Aska ngapain nyuci begituan, sini biar Bibi yang melakukannya. Den Aska istirahat saja, nanti kecapekan."
Aska tersenyum, sepertiga deret gigi putihnya terlihat. Ia kemudian mengambil lap tangan setelah meletakkan gelas yang ia cuci di rak piring. "Cuma nyuci gelas doang mana capek, Bi."
Aska lantas beralih menatap barang bawaan Bi Hanum. "Bibi mau masak apa?" Tas berisi belanjaan itu segera berpindah ke tangan Aska walaupun Bi Hanum sempat menolak untuk memberikan.
"Aden balik ke kamar aja, istirahat. Nanti kalau terjadi apa-apa, Bibi yang disalahin." Wanita paruh baya itu mengekor di belakang Aska yang mulai bergerak membawa barang belanjaannya ke depan meja dapur.
"Aska habis minum obat, Bibi tenang aja." Anak itu memamerkan cengiran khas miliknya, lantas mengeluarkan segala macam bahan dapur yang baru saja Bi Hanum beli. "Kok banyak sayur, Bibi mau masak apa?"
Bi Hanum berbalik, mengambil pisau dan beberapa alat dapur yang ia butuhkan. "Bibi mau masak sayur lodeh, ini pesenan ibu."
Aska mendengkus. Ia kemudian menarik kursi untuk diduduki. Lagi pula ia juga tidak tahu harus berbuat apa untuk membantu Bi Hanum. "Bi, sesekali buatin Aska udang goreng tepung dong, udah lama nggak makan."
Bi Hanum tersenyum tipis, gemas melihat ekspresi anak majikannya itu tiap kali meminta sesuatu. "Den Aska nggak boleh makan yang berlemak-lemak, nanti kalau Den Aska sudah sembuh pasti Bibi buatin yang super enak khusus buat Den Aska."
Aska tersenyum kecut. Iya kalo sembuh.
"Ngomong-ngomong, Bi Hanum suka apa?" Aska mencabut bunga berwarna kuning yang terdapat pada sayur, ia memainkan bunga kecil itu dengan cara memutar-mutar tangkainya di antara jari ujung jempol dan telunjuk.
Sejenak, Bi Hanum mengangkat pandangan, menatap wajah polos tuan mudanya sebelum kekehan lolos dari bibir tua itu. "Den Aska kenapa nanya begitu?"
"Ya pengen tahu aja, Bi. Siapa tahu, Aska punya uang lebih terus bisa beliin buat Bibi."
Bi Hanum mengulum senyum. Walaupun Aska termasuk anak yang bandel, ia cukup peduli. Kadang sewaktu ia masih sekolah, Aska sering membawakan makanan untuk pekerja rumahnya. Bahkan ia pernah memesan pizza lima kotak waktu tahu Ratna ngidam ingin makan makanan itu.
"Bibi nggak ingin apa-apa. Yang penting Den Aska sehat, itu aja."
Aska mengembuskan napas pelan sebelum menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Kira-kira kalo Teh Ratna suka apa?"
"Dia mah kalo dibeliin penyedot debu baru aja sudah senang, Den."
Aska terkekeh. "Yang buat Teh Ratna gitu, Bi. Yang bisa dipake pribadi, bukan buat kerja."
Bi Hanum ikut tertawa pelan. "Kalo yang itu Bibi kurang tahu."
Aska tampak terdiam sejenak, seolah sedang menimbang sesuatu, ia kemudian bangkit dan menggeser kursi agar mepet dengan meja. "Ya udah, Aska naik dulu ya Bi, mau istirahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
25 Wishes Before Die [TERBIT]
Roman pour AdolescentsJika kamu divonis dengan sisa hidup enam bulan lagi, apa yang akan kamu lakukan? Ps. Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan. Copyright©2019 by haynett_