prolog

41.5K 3.2K 305
                                    

Mencintai tanpa dapat memiliki itu rasanya nggak enak. Seperti ketika kamu sudah kelaparan setengah mampus, dalam situasi itu kamu mengharapakan hidangan lezat pereda rasa lapar tersebut, namun yang kamu peroleh ialah makanan tanpa rasa yang membuatmu mual. Yang meski rasanya nggak enak, kamu terpaksa memakannya demi mengenyahkan sakit perutmu karena kelaparan. Namun walaupun begitu yang sering terjadi, tak sekalipun membuat orang takut mencintai, sekalipun rasa pahit yang kerab menjadi balasannya. Mereka mencoba lagi, mencari lagi, hingga sakit yang datang pun lagi, lagi dan lagi.

Katanya jatuh cinta itu indah! Yah, itu mungkin benar bagi mereka yang cintanya nggak bertepuk sebelah tangan. Rasanya pasti seperti surga. Dicintai, disayang, diperhatikan, dianggap berharga, dipuja, dilindungi. Memang seperti surga.

Tapi semua hal punya sisi kebalikan. Neraka adalah yang kita dapatkan jika cinta tersebut hanya sebelah pihak. Bagaimana enggak? Kita cinta dia enggak. Kita sayang dia biasa saja. Kita salah tingkah bila bertemu dengannya dia malah menganggap kita aneh. Kita merindukannya jika jauh dia bahkan tak pernah mengingat. Kita cemburu bila dia bersama gadis atau pria lain dia tidak peduli. Kita curi-curi pandang padanya dia pura-pura nggak melihat. Dan saat kita memberanikan diri mengungkapkan apa yang kita rasa, dia menolak.

Itu yang kurasakan dan kulakukan. Rasanya benar-benar sakit. Malunya sebuah penolakan tak sebanding dengan pahitnya ditolak. Demi Tuhan, aku bahkan terus berdoa sebelum memberitahu perasaanku padanya. Ketika dia hanya menaikkan alis, menatapku datar, dan tanpa mengucapkan apa-apa, disitu aku ingin sekali rasanya memasukkan kepalaku ke got terdalam. Dan tak perlu melihatnya lagi seumur hidupku.

Laki-laki itu bernama Yan Rush. Selisih usia kami enam tahun. Aku menyukainya sejak tiga tahun lalu, dan berubah jadi cinta setahun terakhir. Dia adalah teman abangku. Dia selalu datang ke rumah untuk mengerjakan tugas atau bermain bersama abang. Karena itulah aku sering melihatnya.

Yan laki-laki yang baik. Saat dia datang dia membelikanku kudapan-kudapan manis, selalu begitu setiap dia datang. Dia tersenyum padaku, senyumnya manis sekali. Mungkin senyum itulah yang membuatku jatuh hati padanya. Yan juga anak yang pintar, dia selalu dapat juara di kelasnya. Dia dan abang sama-sama mendaftar di kampus negri, tapi yang diterima cuma dia, abang enggak. Ketika lulus pun, dia yang lebih dulu mendapat pekerjaan dibanding abang, dan pekerjaannya juga lebih bagus.

Setiap tahunnya perasaanku padanya mengalami peningkatan. Ketika usiaku masih muda, atau bisa dibilang masih anak-anak, aku kagum padanya. Aku menginginkannya sebagai abang. Karena aku melihat dia mampu melindungiku. Setiap kali anak-anak komplek menggangguku aku mengadu padanya lalu dia akan memarahi anak-anak itu. Kalau mainanku rusak, dia yang memperbaiki. Ketika aku jatuh dan lututku terluka, tatapan cemasnya menyenangkan hatiku, dia mengobati lukaku dengan lembut dan penuh sayang. Aku tahu dia menyayangiku, karena itulah aku semakin memujanya.

Saat usiaku beranjak remaja, rasa kagum itu berganti menjadi suka. Mungkin dalam usia itulah aku mengenal apa itu perasaan suka. Aku nggak keliru mengenali apa yang kurasakan padanya. Itu benar-benar suka. Dia selalu perhatian, menanyakan apa yang kuperlukan. Membantuku ketika dalam kesulitan.  Diam-diam aku menyimpan perasaanku, takut dia tahu. Karena aku nggak yakin hubungan kami bisa tetap baik jika dia tahu yang sebenarnya.

Yan dan bang Ben tetap berteman meski mereka memiliki pekerjaan berbeda. Yan masih sering datang ke rumah, apalagi kalau akhir pekan. Dia bisa seharian---dari pagi sampai malam---di rumah. Setiap tahun dia bertambah tampan saja di mataku. Badannya semakin tinggi, wajahnya mengingatkanku pada aktor hollywood yang berperan dalam film romantis.

I Got You (Play Store)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang