Part 11

18.3K 3.2K 473
                                    

Selesai mandi, aku melihat satu panggilan tak terjawab dari Yan. Keningku berkerut, bertanya-tanya ada apa dia meneleponku. Sekarang bukan jam kantor lagi, sedangkan saat bekerja saja dia jarang meneleponku. Karena ruangannya dekat, Yan lebih memilih keluar kemudian bicara denganku.

Sisa perjalanan kami tadi---setelah aku selesai bicara dengan Irfan---kami habiskan dengan saling mengunci mulut. Bahkan pertanyaanku hanya dijawab dengan gelengan kepala saja lantas dia kembali melajukan mobilnya.

Aku tersenyum mengingatnya. Yan memang nggak memberitahuku ada apa dengannya, namun aku tahu dia agak syok mendengar percakapanku dengan Irfan. Apalagi di bagian celana dalam.

Ya kali aku ke hotel bareng si Irfan. Mau ngapain?  Tapi Yan nggak tahu soal siapa Irfan, yang dia tangkap dari percakapanku adalah bahwa aku sedang menjalin hubungan dengan orang lain. Aku nggak mau repot-repot menjelaskan padanya. Andai dia bertanya pun nggak akan kujawab. Memang niatku membuatnya berpikir dan jadi penasaran. Sebenarnya aku nggak menyangka reaksi Yan akan seperti itu. Demi apapun yang lezat-lezat di dunia ini, wajah Yan tadi nyaris pucat.

Aku mengetikkan balasan pesan di ponselku.

Ada apa?

Aku mengetuk-ngetuk dagu sembari menunggu chat-ku dibaca. Satu menit, dua menit, lima menit, sepuluh menit. Ya ampun, kenapa lama sekali dia membalas pesanku?

Kulempar ponselku asal-asalan ke kasur. Aku membuka lemari dan mengambil baju yang akan kupakai. Nggak berapa lama setelah aku memakai bajuku, ponselku berbunyi tanda pesan masuk.

Aku melompat meraih ponselku, agak ketar-ketir membaca balasannya. Aku nyaris mengumpat saat akhirnya membaca pesan darinya.

Yan:
Salah pencet

Kan kampret!!!

******

"Dina??''

"Iya, Ma?"

"Si Hesty temanmu udah datang."

"Iya, suruh tunggu bentar, Ma." Aku mengoleskan lipstik warnah peach ke bibirku, memiringkan kepalaku ke kanan dan ke kiri guna memastikan penampilanku sudah apik.

Beberapa menit setelah Yan mengantarku pulang---yang sebenarnya kupikir dia nggak bisa mengemudi lagi, pasalnya wajahnya berubah aneh---Hesty mengirim pesan padaku, yang isinya mengajakku menemaninya membeli pakaian untuk dipakainya kerja. Iya, ternyata ada juga perusahaan yang mau menerima anak satu itu.

Hesty sudah menunggu di ruang tamu saat aku menemuinya, dia sedang bicara dengan Mama.

"Sama siapa ke sini?" tanyaku, merogoh mangkok kecil tempat kunci motorku. Aku mengancingkan jaketku, mrmberitahu Hesty lewat tatapan, sudah saatnya pergi. Menggosip, kalau sama Mama nggak bakal ada habisnya. Ada-ada saja nanti yang dia tanyakan. Nggak jarang ujung-ujungnya menjelekkan anaknya sendiri. Misalnya, "si Dina udah tua tapi nggak laku-laku. Gimana mau laku coba, seleranya ketinggian."

Untung dosa melawan orang tua, jadi harus bisa lebih bersabar. Udah pengaturan dari sononya orang tua nggak pernah salah.

"Bareng Irfan," katanya sembari berdiri. Dia tersenyum pada Mama kemudian menyalim tangannya. "Kami pergi dulu ya, Tante."

Mama mengangguk. "Hati-hati."

"Kenapa Irfan langsung pulang?" tanyaku begitu kami sudah berada di jalan. Saat aku memberitahu Mama kalau aku dan Hesty akan pergi ke mall, Mama menyarankan memakai mobilnya saja tapi, kutolak. Lebih enak naik motor begini, AC nya alami. Sejuknya angin malam langsung terasa, yah walaupun agak berbaur sedikit dengan polusi. Hesty sudah kuberitahu agar memakai jaket supaya nggak masuk angin. Sesejuk-sejuknya angin, yah tetap buat masuk angin.

I Got You (Play Store)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang