Part 8

17.3K 3K 481
                                    

"Akhirnya kamu sadar juga, sayang," seru Mama begitu mataku terbuka. Aku mengenali dinding bercat biru muda dengan hiasan lukisan di sana sebagai kamarku. Itu berarti aku sudah berada di rumah. Aku menarik pelan tubuhku ke atas hingga bersandar di kepala ranjang; kepalaku masih agak berat.

"Dina kenapa, Ma?" Aku nggak mengingat bagaimana bisa sampai di kamarku, terakhir yang bisa kuingat adalah saat Hengky ingin menciumku. Aku meringis mengingat kekurangajaran pria itu. Aku dan dia nggak saling mengenal tapi dengan mudahnya dia melontarkan kalimat ingin menciumku. Apapun alasannya, dia terlalu berani. Aku nggak ingat Yan punya sisi seperti itu dalam dirinya. Yan dan Hengky benar-benar mempunyai kepribadian yang berbeda.

"Kamu pingsan, Din." Kurasakan tangan Mama mengusap keningku. Sejenak kukembali menutup mata.

"Mungkin karena Dina kebanyakan minum anggur, Ma." Berapa banyak anggur yang kuminum? Empat gelas? Lima gelas? Atau lebih? Entahlah, aku sudah lupa.

"Makanya Mama marah sama si Ben. Masa ngajak kamu tapi bukannya menjaga kamu."

"Bang Ben nggak salah, Dina yang ngotot minum anggur. Bang Ben sudah melarang, Ma."

"Tapi kamu itu adiknya, sudah tugas dia menjaga kamu. Itu gunanya saudara laki-laki."

Aku mengerang pelan, Mama kenapa jadi marah-marah? ''Sekarang Bang Ben dimana, Ma?"

''Di ruang tamu, menemani Yan."

"Yan?" Kedua mataku kontan membulat, tingkat kesadaranku naik ke tingkat tertinggi. "Yan ada di rumah kita, Ma."

Mama mengangguk. "Tadi Yan yang ngantar kamu pulang. Karena itu juga Mama jadi makin marah sama Ben. Kamu perginya sama dia, pulang sama orang lain, pingsan lagi."

Kenapa aku bisa pingsan? Ck, kenapa aku nggak bisa ingat apa-apa. Aku melirik jam di dinding, hampir pukul dua belas malam. Apa benar Yan masih di sini?

"Minum dulu, sayang," seru Mama, memberiku gelas berisi air putih. Aku meraihnya dan menghabiskan setengah. "Kamu udah merasa lebih baik?" Aku mengangguk. "Butuh sesuatu?" Aku butuh tahu apa yang sebenarnya terjadi, Ma. Alih-alih mengatakan seperti itu, yang kulakukan hanya menggeleng. "Ya sudah, Mama tinggal bentar ya."

Mama keluar dari kamarku, menutup pintunya dengan pelan. Aku kembali meraih gelas yang kuletakkan di nakas tadi, kutandaskan sisanya.

Nggak berapa lama kenop pintu kamarku dibuka. Kukira Mama yang datang, tapi ternyata Bang Ben.

"Gilak," serunya saat berada di dalam. "Kamu benar-benar gilak, Din." Tersenyum lebar, dia berjalan mendekati kasur tempatku berbaring. "Luar biasa."

Entah apa maksudnya bicara seperti itu, dengan nada aneh pula. "Yan sudah pulang?"

"Baru saja."

"Sebenarnya apa yang terjadi, Bang? Kok aku bisa pingsan?"

Bang Ben tertawa. "Kamu dicium!"

What? "Dicium bagaimana? Maksud abang apa?"

Menyisir rambutnya ke belakang, Bang Ben mengerlingkan mata. ''Kalian sengaja ya memainkan permainan seperti tadi?"

Demi apa, tolong beritahu aku apa yang sedang dibicarakan Bang Ben. Di kepalaku dia terdengar seperti menggunakan bahasa dari planet lain, serius aku nggak mengerti.

"Kalian siapa, Bang?"

"Kamu sama abangnya Yan."

"Apa hubungannya sama Hengky?"

"Kamu bahkan sudah berkenalan dengannya. Pantas Yan seperti itu."

Yan seperti apa? "Jangan bicara mutar-mutar, Bang. Aku cuma pengin tahu kenapa bisa pingsan."

I Got You (Play Store)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang