Part 3

17.4K 2.7K 289
                                    

Aku nggak mau pulang ke Jakarta dengan Yan. Pokoknya nggak mau!! Titik.

Jadi, seperti ini rencanaku. Tadi sore kan Hesty udah kusuruh beli tiket bus yang akan berangkat besok pagi---sengaja Hesty yang kusuruh supaya Yan nggak curiga, soalnya sedari tadi dia memperhatikan aku terus. Sepertinya dia sudah curiga aku ada niat kabur darinya.

Jam keberangkatan busku jam delapan pagi, itu lebih pagi dari waktu yang dipatokkan Yan. Dia bilang akan berangkat jam sembilan. Biar saja, besok dia masih beres-beres aku udah capcus ninggalin dia. Jangan dia pikir aku mau nurut begitu saja pada kata-kata dan perintahnya.

Semua barang-barangu sudah kumasukkan ke dalam koper. Untuk besok hanya satu koper ukuran besar yang akan kubawa, sisanya nanti aku jemput kalau sempat. Hesty setuju membantuku menyelinap agar nggak mesti berangkat bersama Yan.

"Lalu sekarang apa?" Hesty memperhatikan koper-koper kami yang telah berisi penuh. Lagi-lagi aku berada di kamarnya, koperku pun ada di sini. Karena Hesty yang akan membawanya keluar, agar Yan nggak curiga. Setengah jam lagi dia akan pergi, Hesty berencana menginap di rumah keluarganya sebelum pulang besok. Jadi, dia akan sekalian membawa koperku juga. Biar besok Yan nggak curiga kalau aku keluar rumah. Aku bisa pura-pura bilang pengin beli sarapan. Sial! Aku degdeg-an dengan ideku sendiri.

"Sekarang waktunya tidur!" Aku menghempaskan tubuhku ke kasur. Barang-barangku nggak banyak, tapi rasanya pinggangku pegal-pegal seharian packing-packing. "Biar ada tenaga besok buat kabur." Aku terkekeh memikirkan rencanaku besok.

"Tapi setengah jam lagi aku kan harus pergi, Din."

"Oh iya; aku lupa," aku meliriknya. ''Semua barangmu udah masuk koper, kan?"

Hesty mengangguk. "Aku udah buat listnya, biar nggak ada yang tinggal."

Aku memberikan jempolku. "Baiklah, kita menonton Tv saja sambil menunggu jam berputar. Setengah jam lagi nggak lama kok.''

Tok tok tok

Baru saja aku menghidupkan TV terdengar pintu kamar Hesty diketuk kemudian terdengar suara Yan. "Hesty?"

"Iya," Hesty menyahut.

"Di dalam ada Dina?"

"Bilang enggak...." aku cepat-cepat membuka mulut namun terlambat.

"Ada, Yan"

"...ada!!!" Aku menggembungkan pipi karena kesal. "Harusnya kamu bilang nggak ada," kupukul bahu Hesty.

"Kamu nggak bilang," katanya membela diri.

"Kamu nggak nanya aku dulu!" Hah, sekarang apa lagi. Sebenarnya maunya Yan itu apa, sih?? Kelihatan baik, sok perhatian, pengin melihat aku terus, mencari aku terus. Dia bodoh atau pura-pura nggak tahu kalau aku masih ada rasa sama dia. Kalau rasa benci nggak apa-apa. Tapi masalahnya rasa yang kupunya itu bukan rasa benci, menyebutkannya saja aku malu. Malu karena nggak berbalas.

"Jadi bagaimana?" Hesty membulatkan matanya yang agak cipit. "Aku bilang saja kamu nggak ada?"

"Yah udah telat lah kalau bilangnya sekarang," kutepuk keningku. Lama-lama temanku yang satu ini ikut membuat kepalaku pusing. "Biar kubuka saja pintunya.

"Si Dina suruh keluar, Hes. Dia belum makan malam, kan?"

Heh!! Apa urusannya kalau aku nggak makan malam? Yang sakit kan perutku. Kubuka pintu kamar Hesty, Yan berdiri di sana dengan penampilan santainya dan wajahnya...jauh lebih santai.

"Kalau aku nggak mau?" Kulirik dia dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai. Aku sengaja melakukannya, sekali-kali tampang bodohku ketika di dekatnya harus dihempaskan jauh-jauh.

I Got You (Play Store)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang