"Maafkan aku, maafkan aku" bisikku saat ia memelukku setelah mendapatkan hasil dari dokter.
Dia tidak mengatakan apa pun walaupun ia terus mengatakan bukan salahku. Saat ia tidak menyalahkanku atas semua ini, aku mengira semua akan baik-baik saja. Aku kembali seperti biasanya. Ceria tanpa memikirkan apapun.
"Aku bisa menerima keadaanmu tapi bagaimana dengan keluargaku? Aku mohon mengertilah" ujarnya, detik itu aku sadar ia tidak pernah tulus padaku. Dan perubahan sikapnya akhir-akhir ini membuatku lebih sadar kalau ia tidak bisa menerima semua kekuranganku.
"Kapan kita akan menikah? Kapan kamu akan meninggalkannya?"
"Dia hamil, bolehkah dia tinggal disini bersama kita?" ia membuatku hancur saat mengatakan hal itu. Aku terluka parah tapi siapa yang peduli?
"Ini rumahmu, kamu bisa melakukan apa pun"
"Mau kemana?" tanyanya saat melihatku membawa semua barangku keluar dari kamar kita, aniy lebih tepat itu kamarnya. Mengapa aku harus memperjuangkannya kalau sejak awal dia tidak pernah menginginkan aku.
"Bolehkah aku tidur di kamarmu? Bersama oppa?" tanpa menjawabnya aku meninggalkannya sambil memasukan barangku ke kamar di samping ruang kerjanya.
"Kamu kemana saja dua hari ini tidak pulang? Dan sama sekali tidak memberiku kabar?" ia berdiri di depan pintu saat aku masuk, aku diam dan melewatinya begitu saja.
"Apa kamu hamil?" tanyanya saat ia melihatku memuntahkan semua makananku di kamar mandi. Aku menggeleng.
"Kenapa kamu peduli padaku? Wanitamu juga sedang sakit. Lagian aku tidak mungkin hamil. Bukankah kamu sudah meminta dokter sialan itu untuk menvonisku sebagai wanita mandul. Lalu bagaimana jalan ceritanya aku bisa hamil?" teriakku. Dia melepaskan cengkraman tangannya.
"Sudah aku katakan padamu choi siwon, aku tidak hamil. Kalaupun aku hamil, itu tandanya aku berselingkuh, bagaimana bisa aku hamil jika suami sialanku selalu melindungi benihnya saat meniduriku" teriakku dan ia bergerak mundur, malukah dia karena wanita yang ia anggap bodoh ini mengetahui kebusukannya.
"Aku hanya pergi menemui eommamu. Aku tidak berniat mengatakan keburukan putranya padanya. Lagian ia tidak mungkin lebih membelaku daripadamu"
"Kemana istriku yang lugu? Mengapa kamu menjadi seperti ini?"
"Wanitamu benar, kalian tidak mungkin terus begini. Dia butuh status," ucapanku terpotong karena ia menciumku. Aku mendorongnya. "Maaf aku menahanmu terlalu lama, maaf karena aku berpikir kalau kamu mencintaiku"
KAMU SEDANG MEMBACA
For You
FanfictionJika ada yang cemburu dengan kehidupanku, sebaiknya jangan. Aku hanya berusaha untuk tampak kelihatan baik tapi aku tidak sama sekali. Pesta pernikahan bak seorang putri, bukan sesuatu yang membuatku bahagia. Jika pria yang menjadi suamiku itu terny...