20

3K 289 16
                                    

Satu bulan lagi, aku dan ratusan atau bahkan jutaan siswa kelas 12 di seluruh pelosok nusantara, akan mengikuti ujian nasional. Perasaanku agak deg-degan cemas, khawatir, senang, sedih, dan campur aduk pokoknya.

Rasanya baru kemarin aku menginjakkan kaki di sekolah ini. Tidak mengenal siapapun. Sendirian. Dan aku bagai siswa terasing disini.

Rasanya baru kemarin aku bertemu dengan seorang siswa yang amat brengsek, nakal, dan sangat-sangat keterlaluan di sekolah.

Tapi sekarang, siswa itu -- selalu ada disisiku dihampir setiap waktu dan kesempatan.

Sesosok siswa yang masih membuat perasaanku ragu padanya. Ragu akan kata-kata manis dan rayuan yang kerap kali dia lontarkan padaku, tiap kali kami sedang berdua saja.

Aku mengenal dia sebagai sosok cowok yang sempurna, dan sebenarnya cowok. Maksudku, kala itu aku tahu dia berpacaran dengan seorang cewek yang juga bersekolah disini, dan kabarnya mereka berdua sudah berpacaran, beberapa minggu setelah mos berlangsung.

Dan rasanya sulit untuk dipercaya, jika dia yang notabenenya adalah cowok normal -- straight seratus persen -- bisa mengungkapkan rasa sukanya padaku.

Aku belum mengatakan 'iya' ataupun 'tidak' atas perasaan yang ia katakan padaku.

Lagipula, dia itu kan anak dari papahku juga. Masa iya aku dan dia...

"Lo liat nih..!"

Aku tersentak saat mendengar nada suaranya yang tak pernah berubah itu. Kutatap wajahnya, lalu layar iPhone X nya itu.

"Gue -- serius sama lo, Dav..!"

Aku langsung merebut iPhone itu dan mematikannya. Gila aja kalau sampai ada siswa lain yang melihat kumpulan foto dan video cowok 'gay', yang entah dia dapat darimana itu.

"Oke. Gue akan ngumumin ke semua anak-anak yang ada di kantin ini, kalo gue cinta sama lo..!"

"Jangan gila, kamu!" Aku menarik tangannya agar ia kembali duduk.

"Kasih gue kesempatan! Sekali aja! Please...!"

Aku mengamati mangkuk bubur ketan hitamku yang sudah tidak menarik lagi.

Gara-gara Edwin yang tak pernah mau melepaskanku, sekarang aku jadi merasa seperti tak punya teman selain dia.

Setiap ada siswa lain yang ingin mendekatiku untuk sesuatu urusan misalnya, Edwin langsung pasang badan. Dia bilang, segala sesuatu yang berhubungan dengan diriku -- sebelumnya harus meminta izin dan persetujuan dulu darinya.

Gila...!!

"Lo bisa suka dan cinta sama Tama! Tapi kenapa lo gak bisa suka dan cinta sama gue?!!"

"Itu beda, Edwin!"

"Tapi gue gak pernah minta hal-hal aneh sama lo! Gue cuma mau kita pacaran! Ayolah, susah banget sih..!"

Aku menghela dalam hati. Mungkin cuma ada satu jalan untukku bisa keluar dari masalah ini.

Tttuuuttt...

"Lo telepon siapa?!"

Klik..

"Halo hyung, nanti sore bisa ketemu gak? Oke. Di warung tenda sate kambing biasanya. makasih."

"Kenapa lo malah telepon polisi itu?!"

"Hape kamu mana?"

"Buat apa?!"

Aku merebut lagi iPhonenya. Sekarang giliran aku menelepon satu orang lagi.

Ttuuuttt..

'Apaan?!'

WHEN MONEY TALKS 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang