Chapter 5

11.8K 780 35
                                    

"Perempuan kadang-kadang suka aneh. Yang naksir, banyak. Tetapi malah sibuk menyusun strategi untuk mengejar laki-laki yang bahkan tidak pernah peduli dengannya."

***
 

Kayla mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali. Bola matanya berusaha menebak-nebak di mana dirinya sekarang. Dengan susah payah dia mencoba bangkit dari tidurnya meski kepalanya masih terasa berdenyut.
    
Kayla masih belum sadar ada seseorang selain dirinya di ruangan ini, lebih tepatnya di sampingnya. Saat menoleh ke kanan, mata Kayla membulat tak percaya. Apakah dia sedang bermimpi? Tangan kiri Kayla bergerak mencubit pipinya sendiri untuk memastikan ini mimpi atau bukan.
    
"Aw!" desis Kayla pelan.
    
Seketika senyumnya mengembang sempurna setelah memastikan bahwa cowok yang sedang tertidur pulas di sampingnya ini adalah Rangga, sang pujaannya.
   
Dan, apa ini? Kayla tidak salah lihat, bukan? Seorang Rangga yang selalu ketus padanya tampak damai dalam tidurnya dengan menggenggam tangan Kayla. Ah, ingin rasanya Kayla melompat-lompat sekarang juga.
   
Namun, itu tidak mungkin. Yang ada, Rangga akan terganggu tidurnya nanti. Tak kehilangan akal, Kayla segera meraih ponsel dari saku roknya dan mengabadikan momen langka ini. Kayla bersorak dalam hati saat melihat hasil jepretannya.
    
Rangga merasa terusik oleh suara cekikikan yang menurutnya lebih mirip suara kuntilanak. Ups!
  
"Udah bangun ternyata," gumam Rangga dengan suara serak khas bangun tidur sambil mengucek matanya karena merasa silau.
  
Sedangkan orang yang diajak bicara malah senyum-senyum tidak jelas.
    
"Kayla nggak nyangka Kak Rangga bisa sosweet," sahut Kayla  tidak nyambung. Bahkan dia masih saja cekikikan tidak jelas.
    
"Lagi sakit sempet-sempetnya ngelindur," cetus Rangga dengan wajah datarnya.
    
Rangga masih belum sadar dengan posisi tangannya.
  
Kayla mengedip-ngedipkan matanya sambil sesekali melirik ke arah tangan kanannya yang masih ada di genggaman Rangga. Kayla jadi membayangkan bagaimana reaksi Rangga nanti setelah menyadari kelakuannya. Pasti sangat lucu.
   
"Kenapa lo cengar-cengir?" Rangga merasa risih dengan tatapan Kayla yang mencurigakan.
   
"Nggak apa-apa. Kayla seneng aja gitu, Kak Rangga udah berani pegang-pegang tangan Kayla," celetuknya sambil menahan tawanya.
     
"Pegang-pegang?" tanya Rangga bingung. Dia melirik ke arah tangannya yang masih setia menggenggam tangan Kayla. Kedua matanya melotot. Secepat mungkin dia menarik tangannya dari sana.
     
"Lo kali yang modus. Pasti lo sengaja kan pegang-pegang tangan gue waktu tidur," tuduh Rangga.
   
Kayla melotot tak terima. "Enak aja. Gini-gini Kayla nggak seagresif itu, ya!" protesnya.
    
"Halah, ngeles lo."
    
"Ngeles mah di bengkel, Kak Rangga."
   
"Itu ngelas, bego."
     
"Kak Rangga kasar banget sih ngomongnya. Cowok itu kalau ngomong sama cewek harus lembut tau."
    
"Nggak ada gunanya bersikap lembut sama lo."
    
"Oooh... gitu, ya? Ya udah, Kayla bakal sebarin foto ini di grup sekolah," ancam Kayla sambil menunjukkan hasil fotonya. Alisnya bergerak naik turun menggoda Rangga.
    
"Apa-apaan sih lo. Hapus, nggak?!" Ya Tuhan, kalau saja membunuh orang tidaklah dosa, mungkin saat ini Kayla sudah kehabisan napas akibat cekikannya.
    
"Yeee... enak aja. Aku udah susah payah ya dapetinnya," tolak Kayla seraya menjauhkan ponselnya dari Rangga.
      
"KAYLA! GUE BILANG HAPUS!" bentak Rangga saking kesalnya.
    
"Kak Rangga tuh tuli, ya? Kan Kayla udah bilang, Kayla nggak mau," tegas Kayla. Enak saja langsung hapus, ini kan momen langka.
    
Rangga menggertakkan giginya menahan emosi, "Terserahlah."
     
Rangga segera bangkit dari posisinya dan hendak pergi meninggalkan Kayla sendiri. Namun, langkahnya langsung terhenti saat pintu UKS terbuka.
    
"Kayla, lo nggak apa-apa, kan? Apanya yang sakit? Udah makan? Udah minum obat?" tanya Tyas bertubi-tubi dengan suara cemprengnya.
   
Di belakangnya, ada Elsa yang tak kalah hebohnya. "Ya ampun, Kay. Sumpah, gue iri tau, nggak? Aduh, gue nggak bisa bayangin gimana sosweet-nya Rey tadi. Uuuhhh... dia tuh udah kayak seorang Pangeran yang diciptain buat lo. Sumpah gue juga pengin digendong ala bridal style gitu."
     
"Kalian berdua ngomong apa kumur-kumur, sih? Cepet banget," sanggah Kayla dengan polosnya.
     
Entah kenapa, Rangga tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Elsa. Apa tadi? Pangeran? Cih, tidak cocok sama sekali.
    
Tak ingin telinganya semakin panas, Rangga segera keluar dari ruangan itu.
    
Di depan, dia berpapasan dengan Rey. Rey menyapa Rangga dengan senyuman ramahnya. Namun, bukannya balik senyum, Rangga malah melayangkan tatapan tidak sukanya.
    
Rey tidak ambil pusing. Tujuannya sekarang adalah menemui Kayla, gadis yang dia rindukan selama dua tahun terakhir ini.
      
Ehem!
    
Spontan, tiga siswi yang sedang berbincang heboh menolehkan kepalanya  ke arah pintu.
    
Rey berjalan menghampiri ketiga gadis itu. Ralat. Kayla lebih tepatnya.
   
"Hai," sapa Rey dengan senyum hangatnya.
    
"Bisa kalian tinggalin kami berdua?" pinta Kayla tertuju pada Tyas dan Elsa.
    
Sebelum Elsa melayangkan protesnya, Tyas segera menarik lengan Elsa untuk menjauh dari sana.
  
"Oke, kita ke kantin duluan ya, Kay."
     
Hening.
    
"Apa kabar?" tanya Rey mencoba mengikis kecanggungan di antara keduanya.
     
"Terlalu banyak yang berubah setelah kamu pergi," jawab Kayla jujur.
    
Hati Rey mencelos. Dia tak menyangka bahwa kepergiannya akan berdampak buruk pada Kayla. Namun, apa yang bisa dia lakukan? Saat itu, mamanya juga sangat membutuhkan dirinya. Dan dengan terpaksa dia harus mengikuti keinginan papanya untuk sekolah di Jerman sekaligus melanjutkan pengobatan sang mama yang mengidap penyakit kanker. Bahkan, saat ini masih belum sembuh total.
     
"Maafin aku, Lala. Aku punya alasan."
     
Kayla masih bergeming. Tanpa Rey sadari, Kayla menangis dalam diam.
     
"Mama sakit kanker, La. Aku dan Papa harus bawa Mama ke Jerman untuk mendapat pengobatan yang lebih intensif."
     
"Kenapa nggak bilang dari awal?"
   
"Ponsel aku hilang waktu di bandara."
     
"Lalu malam itu, kenapa kamu nggak ngomong langsung sama aku? Kenapa saat udah sampai di bandara kamu baru mau ngabarin aku?" tanya Kayla dengan air mata yang terus mengalir.
    
"Aku nggak mau nambahin beban di pikiran kamu. Kamu pikir aku akan sanggup liat kamu nangis?" ucap Rey dengan tatapan sendunya.
    
"Terus kamu pikir, dengan kamu nggak ngabarin aku, itu nggak menambah beban pikiran aku? Iya?" tanya Kayla sarkastis.
      
Rey diam, hatinya tertohok. Inilah yang dia takutkan. Dia takut Kayla akan membencinya. Baru kali ini Rey melihat Kayla menangis karena kesalahannya.
       
"Maaf, La."
        

    
 🌂🌂🌂
     

Suasa kantin begitu ramai kali ini. Apalagi setelah mendengar pengumuman bahwa para guru sedang mengadakan rapat dadakan. Di sana, tepat di meja paling pojok terlihat Ken, Iqbal, dan Fikri yang sedang menikmati jajanan kantin.

Iqbal dan Fikri naik ke atas bangku sambil berjoget heboh. Di tangan Fikri terdapat sisir yang digunakan sebagai mic, di tangan Iqbal terdapat sapu yang dia gunakan sebagai gitar. Sedangkan Ken, cowok itu duduk manis sambil merekam aksi gila kedua sahabatnya.
    
Suara cempreng nan nyaring semakin jelas memekakkan telinga Rangga seiring langkahnya yang kian dekat.
     
"Sayang aku ... bukanlah Bang Toyib."
     
Asek-asek Jossss.... (suara seisi kantin)
    
"Yang tak pulang-pulang. Yang tak pasti kapan dia datang."
    
Tariiiikkkk manggg.... (suara seisi kantin)
     
Begitu Rangga datang, semua orang langsung terdiam dan kembali menikmati makanannya masing-masing. Mereka takut Rangga mengamuk dan menghukum mereka di lapangan.
    
Iqbal dan Fikri mengakhiri aksinya dengan kissbye yang dibalas dengan pekikan heboh para siswi di sana.
     
"Aduh, gila capek gue," ucap Fikri setelah menyedot jus alpukatnya hingga tinggal setengah gelas.
    
"Besok lagu apa lagi ya, Fik?" tanya Iqbal sambil mengunyah batagornya.
    
"Tenang aja, gue udah siapin lagu spesial buat besok," ucap Fikri dengan senyum bangganya.
   
"Nah mantul tuh," sahut Iqbal seraya mengacungkan dua jempolnya.
    
Rangga sama sekali tak mengindahkan obrolan mereka. Sangat unfaedah, pikirnya.
    
"Lu berdua kapan sih warasnya? Heran gue, makin hari makin nggak ke kontrol gilanya," celetuk Ken sambil melihat hasil rekamannya tadi.
    
"Eh, jangan salah. Kita mah selalu waras. Ya nggak, Bro?" ucap Iqbal sambil merangkul bahu Fikri.
   
"Yoi. Lo lihat sendiri kan mereka terhibur sama aksi kita. Semakin banyak yang ketawa semakin banyak pula pahala yang kita dapat. Jangan kayak yang di samping lo tuh, datar mulu mukanya. Tripleks kalah datar tuh," seru Fikri sambil melirik Rangga yang asyik dengan ponselnya.
   
"Sialan, oke juga jawaban lo," ucap Ken terkekeh. "Oh ya, lo dari mana, Ga? Nggak ada rapat osis, kan?" lanjut Ken beralih ke Rangga.
    
"Kagak. Cuma ada yang harus gue jagain tadi," sahut Rangga masih sibuk dengan ponselnya. Dia tidak sadar bahwa jawabannya berhasil memancing kecurigaan tiga pentol korek di depannya.
   
"Wait, wait, wait. Maksudnya siapa yang dijagain?" tanya Ken tak mengerti.
    
"Bukan apa-apa. Yuk balik ke kelas, sebentar lagi pulang," ucap Rangga mengalihkan pembicaraan. Hampir saja, pikirnya.
    
"Wah, serius? Asyik, bisa bobo ganteng gue," pekik Fikri dengan senyum semringahnya.
    
"Lo gimana, sih? Katanya mau main PS," dengus Iqbal sambil menoyor kepala Fikri.
       
"Maaf, Sayangkuh. Hari ini Kakanda ingin memunaikan kewajiban Kakanda sebagai makhluk paling bersyukur," jawab Fikri sambil mengelus rambut Iqbal yang langsung ditepis oleh sang empunya.
   
"Jijik gue."
    
     
      
     
     
   
      
      
     
        
       
       
        
Mau cepet update? Banyakin Vote dan komentarnya dulu atuh😊
     
To Be Continue➡
       

       

    

      

Still You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang