Lebih dari tiga minggu terakhir, Draco tidak bisa menghabiskan waktu bersama ala sepasang kekasih dengan Hermione. Berhubung keduanya sudah menginjak tahun terakhir di Hogwarts dan harus menyelesaikan ujian, mereka diberikan tugas yang menumpuk oleh para guru. Selain itu, mereka juga harus mempersiapkan perpisahan pada setiap sekolah dari setiap negara.
Ketika tugas ketua murid sudah selesai, Hermione akan menghilang dan hanya akan ditemukan di perpustakaan dengan buku-buku pelajaran yang menumpuk. Terkadang, Draco akan menemaninya―tapi Hermione sering mengusirnya. Gadis itu merasa lebih fokus jika belajar sendiri. Dan Draco juga berpendapat bahwa wajah tampannya dapat merusak konsentrasi Hermione.
Misalnya saja malam ini.
Lima belas menit lagi menuju jam malam. Tapi, Hermione belum kembali dari perpustakaan. Khawatit terjadi sesuatu, Draco akhirnya pergi menuju perpustakaan untuk menjemput Hermione.
Benar saja, Hermione masih membaca buku. Tapi, bukan buku pelajaran, melainkan novel muggle. Gadis itu sedang duduk sambil tersenyum. Rambut cokelatnya diikat rapih dengan gaya ekor kuda. Sementara cahaya lampu yang remang menyinari wajah cantiknya.
Draco berdiri disana dan menatap Hermione dari kejauhan. Butuh beberapa detik sampai gadis itu menyadari kehadirannya.
"Draco," sapa Hermione sambil tersenyum. "Ayo, kesini!"
Draco pun berjalan menuju Hermione dan duduk di sampingnya. "Kau sudah selesai belajar?"
"Ya, tentu saja," jawab Hermione.
"Lalu, buku apa yang kau baca?" tanya Draco sambil melirik sampul buku yang sudah usang itu.
"Oh, ini," Hermione menunjukkan buku itu pada Draco. "Ini novel Jane Austen, judulnya Pride and Prejudice. Asal kau tahu, ini salah satu dari edisi pertamanya, dan sudah tidak ada lagi di toko buku muggle,"
"Benarkah?"
"Ya, tentu saja!" Hermione berkata riang. Kemudian, melanjutkan membaca buku. Hermione tampak antusias sekali sampai-sampai Draco tidak rela memberitahunya bahwa jam malam sudah tiba.
Selama sepuluh menit berlalu, tidak ada percakapan diantara mereka berdua. Hanya ada keheningan yang menyeruak. Namun, mereka berdua tidak keberatan. Keheningan itu seolah-olah menghubungkan keduanya dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh kata-kata.
Draco hanya memandangi wajah damai Hermione sembari bersandar di meja dengan kedua tangannya. Bagaimana bisa ia duduk disana, membaca buku, dan terlihat begitu cantik?
Kemudian, Hermione menggosok matanya. Gadis itu menguap dan menutup mulutnya. "Demi Merlin, kita sudah melewati jam malam!"
"Ya, aku tahu,"
"Kenapa kau tidak memberitahuku?"
"Maaf," ucap Draco. "Aku terlalu sibuk memperhatikanmu,"
Pipi Hermione memerah. Panas menjalar ke seluruh tubuhnya. "Apa sih?" ucapnya malu-malu. Kemudian, ia ikut tiduran dengan kedua tangannya di atas meja seperti Draco.
Keduanya mengantuk. Benar-benar mengantuk. Hanya saja, Hermione langsung tertidur pulas begitu mengistirahatkan matanya. Sementara Draco berinisiatif untuk bangun.
Draco menaruh buku Jane Austin di rak buku. Kemudian menggendong Hermione dengan kedua tangannya. "Aku masih ingin bersamamu, tapi apa boleh buat kalau Madam Pince sudah memelototi kita," ucapnya.
Hermione tertidur bersandar di pundak Draco. Sementara pemuda itu dengan santainya pamit pada Madam Pince sambil menggendong Hermione keluar dari perpustakaan dan berjalan menuju asrama ketua murid.
YOU ARE READING
Miss You
Fanfiction"Shit, Maybe I Miss You, Granger," © moonypotatoes 2 0 1 9 character by J.K Rowling