Bab 4

53 2 0
                                    

            Anjani memencet beberapa tombol di baju zirahnya lalu seruluh peralatan tempurnya lepas jatuh ke atas lantai. Ia ikut duduk bersama kami yang sejak tadi sudah menyantap kue dan minuman yang tersedia di atas nampan. Segelas air putih dengan segera ia habiskan. Ia tampak lelah sekali.

"Andai kau membuat senjata pada peralatanmu itu, tadi pasti aku sudah kalah", ucapku kepadanya.

"Kelak aku akan membuatnya", jawabnya "Untuk saat ini aku membiasakan diri dengan alat – alat dasar dulu"

"Wah, kamu kreatif juga ya", ucapku "kenapa kamu tidak sekolah saja?"

"Aku masih sekolah kok tapi bingung masuk Universitas mana"

Ia lekas berdiri lalu mengambil alat – alatnya tadi. Lima paket perangkatnya sudah tertata rapi di atas kedua tangannya.

"Aku duluan ya, mau menyimpan alat – alat ini dulu", ucapnya sambil berlalu.

Aku membalas ucapannya dengan lambaian tangan. Angin sejuk mengalir lagi di teras halaman belakang rumah pak Surya. Seperti biasa tempat ini cocok digunakan untuk beristirahat karena sangat teduh. Tinggal aku dan pak Surya saja yang duduk di teras itu.

"Anjani kelas berapa pak?", tanyaku.

"Sudah lulus SMA, dia masih menunggu pengumuman pendaftaran Universitas"

"Wah, pasti dia nanti jadi mahasiswi yang rajin"

"Semoga", ucapnya "Meski ia anak saya namun sirkuit sihirnya tidak sestabil saya"

Aku menatap wajah pak Surya. Ekspresinya menunjukkan wajah serius. Aku duduk tegap memperhatikan ucapannya.

"Andai ia memiliki sirkuit yang stabil, ia akan menjadi penerus saya", ucapnya "Namun sayang, ia hanya bisa menggunakan sihir untuk keperluan sehari – hari"

"Tidak apa – apa pak, toh ia memiliki bakat dalam merakit mesin"

"Benar nak Mandala, namun kemampuan bertarungnya masih belum seberapa", ucapnya "Oleh karena itu, dalam pertempuran nanti tolong lindungi dia"

"Tentu pak, akan saya usahakan"

Siang berganti senja lalu senja berganti petang. Tiba saatnya bagi kami untuk melawan para Lhemit. Kami naik sebuah mobil pick up menuju bangunan yang menurut pak Surya merupakan markas utama para Lhemit. Anjani dan beliau duduk di bangku depan mobil sementara aku duduk di bagian belakang pick up bersama alat – alat Anjani dan sebuah sepeda kuno. Tidak lama kemudian kami sampai pada tempat tujuan kami. Kulihat sebuah bangunan lantai dua berada agak jauh dari tempat kami. Aku menurunkan peralatan yang dibawa mobil pick up lalu berkumpul bersama mereka.

"Malam ini akan saya jelaskan rencana yang sudah saya susun", ucap pak Surya "Nak Mandala, naiklah sepeda itu lalu kendarai sampai anda bisa sampai di lantai 2 dimana sarang Lhemit berada"

"Baik pak"

"Anjani dan saya akan mengalihkan perhatian di lantai 1"

Kami pun menyiapkan peralatan kami masing – masing. Pisarehku sudah kutempatkan pada ikat pinggangku. Pak Surya tampak menyiapkan sebilah keris yang ia tempatkan di belakang pinggulnya. Anjani mengenakan baju zirahnya yang kemarin namun tampak seperti baru. Ia memberikan sebuah benda logam berbentuk kubus dan sebuah hansfree kepadaku.

"Kalau sudah di lantai 2 tekan tombolnya 3 kali lalu berlindung", ucap Anjani "Benda itu akan meledak"

"Okey, kita komunikasi pakai hansfree ini kan?"

4 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang