Hinata menutup kertas putih itu. Melipatnya kembali lalu menatapnya nanar. Semakin menatap kertas itu semakin membuat matanya berkaca-kaca, kembali.
Andai kau tahu, tanpamu, setiap tarikan nafasku rasanya sesak.
Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, meneguhkan hatinya yang tiba-tiba terombang-ambing seperti ini. Ia beranjak dari kursinya lalu menuju keluar kamar, melanjutkan aktivitasnya seperti biasanya.
Hello London,
Hari-hariku indah berada disini,
Meskipun tanpanya...Hinata melangkahkan kakinya santai. Menikmati udara pagi di kota ini mampu membuatnya tenang. Hinata bersyukur ia memilih tempat ini daripada yang lain saat ia bimbang menentukan tujuannya.
5 tahun sudah ia pindah ke kota ini, memulai lembaran baru dengan hati yang baru. Yah, meskipun itu susah. Ia sendiri mau mengakui, meskipun semuanya serba baru, tetapi tidak untuk hatinya.
Gadis itu sudah menjatuhkan hatinya pada seorang lelaki yang ia juluki brengsek di awal pertemuan mereka. Alasannya pindah kemari sebagian memang karena itu. Ingin move on, katanya.
Hey, jangan salah kira ya? Move on enggak segampang yang kalian kira. Apalagi dalam kasus ini, kasusnya putri sulung papi Hiashi yang manis juwita alias Hinata yang baru merasakan apa itu artinya cinta.
Kalau boleh memilih pun, Hinata enggak akan mau punya cerita berembel-embel cinta dengan tuan Uzumaki tersebut. Sakit cuy!
Awalnya Hinata akan berpura-pura tampil baik-baik saja, ya kayak enggak ada masalah sama Naruto sebelumnya gitu. Tapi, setiap kali iris peraknya bertemu dengan Naruto, uhh! Rasanya Hinata mau kabur saja.
Semenjak Hinata meninggalkan Naruto di perpustakaan kala itu, lelaki itu sama sekali tak menindak lanjuti hubungan mereka. Bertingkah seolah-olah kedekatan mereka selama ini adalah semu.
Percayalah, gagal pada cinta pertamamu itu menyakitkan guys. Dan Hinata merasakan itu semuanya, tahun-tahun sisanya di SMA dipaksa seindah mungkin. Sakura dan sahabat-sahabatnya pun merasakan dampaknya. Hinata berubah.
Tak ada lagi Hinata yang memoles make up tebal di wajahnya, tak ada lagi kutex warna-warni di kuku indahnya, pun gincu nya berwarna netral, tak semenor seperti biasanya. Gadis itu lebih banyak diam dan menjauhi hal-hal berbau keramaian.
Hingga hari itu tiba, ia menghadap pada sang papi dan mengutarakan keinginannya. "Aku ingin pindah ayah, aku ingin membuka lembaran baru disana."
Hiashi muram seketika, tentu, ditinggal oleh putrimu adalah hal yang menyesakkan dada. Bahkan sang ayah tak ingin berbicara selama 2 hari pada Hinata. Lalu dengan berat hati, ia menyanggupi keinginan putrinya karena tak tega melihat Hinata yang terus-terusan murung.
Dan Hinata pergi meninggalkan Jepang, mencoba melepaskan dan merelakan segala hal mengenai lelaki itu. Ah, berat rasanya ya?
Lalu 2 tahun kemudian, ia mendapatkan sebuah amplop coklat berisikan surat. Awalnya ia menduga itu dari keluarga atau sahabat-sahabatnya, namun dugaannya salah total.
Surat itu dari Naruto. Kakak kelas yang menjadi cinta pertamanya sekaligus yang menjadi tersangka duka laranya sehingga meninggalkan Jepang. Hinata ingin membuangnya, namun rasa penasarannya begitu besar.
Setelah membaca surat itu, reaksi Hinata benar-benar histeris. Gadis itu terjatuh di lantai dengan berderai air mata. Mencoba menjerit namun tenggorokannya rasanya tercekat. Hanya isak tangis yang mendeskripsikan segala perasaannya pada Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEE
FanfictionHinata, putri pertama papi Hiashi yang punya hobi menyanyi sambil menari-nari dan memiliki sejuta imajinasi dalam dirinya sendiri. Jangan dikira Hinata yang ini adalah tipikal gadis remaja malu-malu dengan pipi merona setiap saat tanda ia sedang ter...