Chapter 10
Sooyoung membaca seluruh isi tulisan yang ada diatas kertas putih yang baru saja ia pegang dengan hati-hati. Disetiap kalimat, sudah pasti ia akan menyipitkan kedua matanya, melebarkan kedua matanya lagi, kemudian membuka mulutnya , lalu menutupnya. Begitu saja terus sampai satu kalimat terakhir yang berisikan angka-angka membuat kepalanya yang tadinya merasa segar setelah disiram air dingin menjadi pusing dan penat.
Dengan wajah sengaja dibuat sememelas mungkin, Sooyoung membuat suaranya lirih dibuat-buat, "Tidak bisakah aku mengembalikan saja seluruh pakaian yang tadi kau berikan?"
Taehyung mengangkat satu alisnya (Pose tervafortinya yang menurut Sooyoung malah minta dihajar), "Lalu kau ingin melepas pakaian yang sedang kau kenakan sekarang?"
Sooyoung ingin marah, tapi ia tahan dan lebih memilih untuk tersenyum lebar walau sudut kiri bibirnya yang sedikit robek terasa pedih. "Begini tuan Kim. Aku kan sebelumnya hanya meminjam uang pada rentenir sekitar dua puluh juta. Lalu mereka membuat hutangku berbunga hingga dua puluh persen. Padahal sebelum-sebelumnya waktu aku ingat membayar, aku rasa aku sudah melunasi hutangku setengahnya."
"Tapi aku sudah melunasi keselurahannya dengan total tiga puluh juta won." Taehyung menyela ucapan Sooyoung bersamaan dengan tatapan tajamnya yang masih saja menelisik penampilan Sooyoung yang sekarang terlihat lebih segar? Lebih enak untuk dipandang dan.... dinikmati? TIDAK!
Maksud Taehyung adalah penampilan Park Sooyoung sekarang itu sudah berbeda. Diakan sudah sedikit memodalinya sekarang. Lihat saja! Rambutnya masih agak basah karena tadi ia baru saja mandi. Lalu lekukan tubuhnya yang lumayan menarik itu sudah tertutupi oleh dress elegan dari merk ternama. Dia sekarang sudah lebih baik kalau dipandang. Tidak seperti awal mereka bertemu dulu, benarkan? Harusnya hanya begitukan?
Sooyoung memanyunkan bibirnya sejenak. "Justru itu! Kenapa sekarang hutangku semakin besar? Kalau memang ini tentang pakaian, maka sebaiknya aku kembalikan saja semuanya. Aku tidak mau seumur hidupku hanya ku habiskan untuk membayar hutangku padamu." Sooyoung berdiri dari duduknya, matanya masih menatap Taehyung yang sedari tadi masih saja memandanginya, "Jangan terus diam dan memandangiku! Berikan solusi yang terbaik dan sama-sama tidak merugikan."
"Hanya itu!" Taehyung menjawab santai, sungguh-sungguh membuat Sooyoung semakin kesal saja rasanya. Apa hidupnya benar-benar sesantai itu sampai-sampai lagaknya harus selalu santai padahal Sooyoung sudah gemas sedari tadi?
Sooyoung berjalan sebentar kemudian berdiam diri tepat disamping Taehyung yang masih duduk dikursi meja makannya. "Kim Taehyung... Berbaik hatilah sedikit padaku, hem... hem...." Sooyoung menyatukan kedua tangannya, seperti sedang berdoa dan meminta pada Taehyung. Wajahnya ia paksakan agar terlihat menggemaskan, imut dan bisa meluluhkan hatinya si Kim Brengsek yang super beku itu (Yah.. Semoga saja!)
Taehyung memutar tubuhnya hingga posisinya sekarang seperti ia sedang duduk menghadap Sooyoung. Dalam hatinya ia memuji seleranya dalam memilih aroma shampoo dan sabun. Buktinya, aroma sabun serta shampoo yang baru digunakan Sooyoung saat mandi tadi tercium sangat mengasikan bagi Taehyung sekarang. Tapi sejak kapan yah aroma sabun dan shampoo nya itu jadi seenak ini? (karena kalau diri Taehyung sendiri yang pakai, wanginya tercium biasa saja.) "Aku sudah sangat berbaik hati! Jadi, tanda tangani saja penjanjiannya sekarang lalu lakukan pekerjaan sebagai pembantuku mulai hari ini."
Sooyoung membuka mulutnya sedikit kemudian ia menatap kosong pada Taehyung. Setelah beberapa detik menatap lelaki brengsek yang gelagatnya tidak mau merubah pikirannya atau paling tidak luluh pada tingkah laku manis yang sedari tadi Sooyoung coba. Tapi pada akhirnya Sooyoung hanya bisa mengalah. Bukankah yang normal memang harus mengalah kan? "Baiklah, aku akan menandatanganinya. Tapi ada satu persyaratan yang harus diubah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cinderella is a Liar Girl
FanfictionDia gadis yang sangat pandai dalam mengarang kalimat, entah kenapa ia tidak ada niatan untuk menjadi penulis saja. Parahnya, ia selalu menjadikanku bagian dalam karangannya, bualannya, pelindungnya? Sebenarnya aku sungguh membenci tipe manusia yang...