STRATEGI RUM

5.6K 278 23
                                    


Dil tengalh keasyikan memandang ikan-ikan sambil memainkan kakinya di atas rumput-rumput di bawah bangku kayu, Rum tiba-tiba datang. Kehadiran gadis itu cukup mengganggu ketenangan yang sedang coba dihadirkan. Hasna heran juga kenapa dara ayu itu selalu saja bisa menemukannya. Namun, tak pentinglah, batinnya.

“Ust Irvan itu pinter banget, ya. Ganteng pula. Aku jadi ngefans. Kalau Aa Hafiz gak mau ma aku, Ust Irvan juga gakpapa, deh!”

Rum tertawa kecil, sedang Hasna merengut mendengar pengakuan jujur temannya. Entah mengapa ada sesal mengajukan gadis itu untuk ikut pelatihan.

Hasna bangkit, tanpa berkata-kata dia meninggalkan teman yang masih saja membahas Irvan.

“Hai, mau ke mana? Kok ninggalin aku sih. Tunggu!”

Rum setengah berlari keluar dari taman untuk bisa menyejajari langkah gadis yang berjalan cepat-cepat.

“Kamu kenapa, sih. Marah, ya. Maafin aku, dong!”

Hasna makin mempercepat langkah menyusuri koridor asrama santriwati tsanawiyah tanpa menoleh pada gadis yang terus mengikutinya. Rum menghentikan ayunan kaki di antara gedung asrama dan bangunan kelas.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala mendapati sikap tak menyenangkan temannya.

Rum meneruskan langkah melewati kelas-kelas yang sudah tak ada siswi di dalamnya. Saat ini mereka sedang shalat Zuhur lanjut makan siang di ruangan yang terletak di antara asrama santri Aliyah dan asrama santri Tsanawiyah.

Setelah sampai di ujung kelas santri Tsanawiyah, Rum berjalan di lapangan yang memisahkan tempat belajar Aliyah dan Tsanawiyah. Rum melewati gerbang keluar pondok putri, belok kiri, lalu lurus hingga 100 meter, barulah sampai ke rumah Kyai.

Rum hanya perlu menunggu dua menit untuk dibukakan pintu setelah menekan bel. Umi mempersilakan masuk dan mengajak duduk di ruang yang lantainya hampir ditutupi karpet bulu merah, sedang dindingnya bercat coklat muda.

Umi mematikan televisi tiga puluh dua inchi sebelum mengajak Rum bicara.

“Bagaimana perkembangannya, Rum?” tanya umi perlahan. Yang ditanya tersenyum geli mengingat kelakuan Hasna yang uring-uringan karena cemburu.

“Ada kemajuan, Umi. Hasna makin cemburu padaku, hehehe!”

Umi menyentuh tangan Rum yang masih tertawa-tawa. Mengusap-usapnya lembut.

“Alhamdulillah. Syukron, ya, Rum sudah mau bantu.”

Wanita bijaksana itu terlihat berbinar. Strategi yang dirancang Kyai cukup ampuh ternyata. Harapan putrinya mau membuka hati untuk seorang pria mulai terbentang di depan sana.

“Nah, Rum. Kamu kapan mau nikah? Mau dicomblangin juga?”

Tawa Rum terhenti, wajahnya mulai diterpa semburat merah.

“Ngg, Anu, Umi ....”

Belum sempat Rum meneruskan ucapan, terdengar suara Hafiz mengucap salam. Terang saja gadis itu salah tingkah. Pemuda itu mencium tangan Umi, mengangguk sopan pada gadis di sampingnya dan bergegas naik ke lantai atas.

“Aa Hafiz itu seperti Neng Hasna, susah untuk segera diminta nikah. Umi juga bingung, Rum. Kenapa mereka begitu, ya?”

Rum tersenyum datar untuk menyembunyikan rasa hati yang sekuat mungkin dipendamnya dalam-dalam. Bukan Hasna tak membantunya menyambungkan, tetapi pria itu yang tak memandangnya walau sekejap saja.

Setelah urusan selesai, Rum undur diri. Lepas kepergian gadis yatim itu, umi cepat-cepat menemui suaminya di kamar yang sedang mengganti pakaian khusus sholat untuk memberi informasi terkini terkait perkembangan strategi mereka.

CALON MANTU KYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang