PENGUSAHA DARI JAKARTA

3.2K 108 3
                                    


“Tuan, saya sudah menemukan tempat yang sangat cocok untuk proyek pariwisata yang akan kita bangun!" lapor lelaki bejas abu-abu pada seorang pria yang tengah asyik mengisap rokok

Pria yang diajak bicara itu menekan ujung rokok. di atas asbak, menyimpan sisa batangnya di sana, lalu fokus pada layar yang menampilkan video dan foto lahan-lahan tersebut.

“Sayangnya di sebelah lahan ini ada pesantren besar yang tentunya tak sesuai dengan proyek garapan kita!” tambah lelaki yang sedang mengoperasikan laptop.

Andreas mengetuk-ngetuk meja kerja. Manik hitamnya bergerak ke kanan-kiri, lalu satu tangan di topangkan pada dagu hingga sebagian jari menyentuh bibir.

“Besok aku akan ke sana. Siapkan semuanya!” titahnya.

“Baik, Tuan!” sahut lelaki tinggi besar itu.
Ia membungkukkan badan sebelum undur diri dari ruang pemilik perusahaan property di berbagai wilayah di Indonesia. Lepas kepergian bawahannya, bos muda itu kembali berjibaku dengan tumpukan berkas dan deretan file pada layar datar di depannya.

Di tengah kekhusyukan mengerjakan tugas, sekretaris pribadinya masuk. Wanita yang mengenakan blouse dengan dada terbuka cukup lebar melangkah anggun. Detakan heelsnya bergema di ruang yang kini hanya ada mereka berdua.

“Maaf, Tuan. Ini berkas yang harus Anda tanda tangani.” ucap wanita itu sambil menyodorkan berkas untuk di tanda tangan.

Suara mendayu itu memecah kesunyian ruangan. Tanpa menoleh, pria itu mengambil berkas yang disodorkan, memeriksa dengan teliti, lalu membubuhkan tanda tangan.

“Ada lagi?” tanya pengusaha muda itu pada sekretarisnya.

Menyadari wanita itu belum keluar ruangan, sang pemuda mendongakkan kepala, memasang ekspresi datar.

“Oh, eh, tidak ada, Tuan. Saya permisi!” ujar sang sekretaris.

Wanita dengan rok sepuluh senti di atas lutut itu membalikkan badan, berlalu dengan wajah memanas. Hati merutuki kekonyolannya harus terkesima untuk kesekian ribu kali pada bos
tampan di sana. Ya, pria yang jadi bahan gosip kaum hawa di mana pun dia berada.

Pria yang jarang bicara itu menggelengkan kepala sebelum larut kembali dalam rutinitas yang menyiksa. Inilah hidupnya. Tumpukan berkas dan deretan file adalah teman setia yang menemani. Tak ada hiburan apalagi canda tawa di tiap harinya.

Lepas pukul sebelas malam, meeting dengan patner bisnis proyek pendirian hotel bintang tiga di pantai Parangtritis, usai jua, kelelahan pun menerpa seluruh raga. Lepas undur diri dari forum, ia langsung menuju kendaraannya.

Mobil yang setia membawanya pergi, sampai di sebuah bangunan megah. Lelaki itu langsung turun dan melangkah di lantai marmer terbaik di kelasnya.

Saat pintu utama dibuka, terpampang ruangan yang dipenuhi furniture mewah. Sofa serupa singgasana, tirai raksasa yang menjuntai serta lampu-lampu hias berundak-undak dapat memejamkan penglihatan.

Merebahkan diri.adalah tujuan utama saat ini. Kaki diayunkan menapakii lantai yang suhunya serupa suhu malam. Derap langkahnya begitu kentara di bangunan mewah yang sunyi nyaris tanpa kehidupan.

*

Dua mobil sport mewah berhenti di balai desa Suka Makmur. Staf pemerintahan desa tergopoh menyambut rombongan dari Jakarta. Seorang pria berkacamata hitam turun diapit beberapa asistennya.

“Tuan Andreas silakan masuk!” sila salah seorang pejabat kelurahan.

Pria itu melepas kaca mata, memasukkan ke dalam saku kemeja. Wajah tanpa senyuman itu mengedarkan pandangan ke arah orang-orang yang bersikap merendahkan diri padanya.

Mulutnya mendengkus perlahan menyaksikan para penjilat itu berusaha mencari perhatiannya mati-matian. Namun, di sisi lain itu keuntungan yang tak bisa diabaikan. Keberadaan mereka akan memuluskan urusan. Dia hanya perlu merogoh sekian miliar untuk keuntungan triliunan.

Setelah membahas beberapa perkara, mereka berangkat ke lokasi yang menjadi tujuan. Di sana sudah menunggu makelar-makelar tanah, jawara-jawara juga preman-preman wilayah yang siap menjaga perusahaan dari tiap gangguan.

Dari atas lahan paling tinggi di sebelah barat, Andreas menyapu tiap penjuru lahan. Pemandangan hijau menakjubkan membuat bibirnya berulang-ulang mendecak kagum. Satu yang tertanam di benaknya kini bahwa proyek kali ini tak boleh gagal. Keuntungan menggiurkan akan mengisi pundi-pundi hartanya kelak.

Kepala desa yang menemani memberi informasi terkait seluk beluk lahan, termasuk posisi pesantren Baiturrahim yang berada dua kilo meter di sebelah tenggara lahan. Andreas menekuk wajah saat matanya tertuju pada komplek bangunan yang memancarkan keagungan jauh di ujung pandangan.

“Aku memberimu waktu tiga bulan untuk urusan pembebasan lahan. Urus juga pesantren itu agar tak menjadi batu sandungan proyek besar kita!”

Andreas merentangkan tangan ke depan. Mengacungkan jari telunjuk tepat ke arah bangunan luas jauh di seberang sana.

“Baik, Tuan!”

*.

Novel CALON MANTU KYAI ready stok

Rp 99 000

Pemesanan
081261934594

CALON MANTU KYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang