STRATEGI KYAI

5K 295 23
                                    


Kyai bangkit dari kursi saat Irvan masuk ke ruangan yang dindingnya bercat krem. Pria berkulit bersih itu mempersilakan tamu duduk di sofa berwarna marun yang berada satu setengah meter di depan meja kerjanya.

Setelah berjabat tangan dengan Kyai, Irvan duduk di kursi empuk yang membelakangi jendela. Pantulan sinar mentari yang menerpa wajahnya menjadikan paras itu makin memesona.

Keduanya terlibat perbincangan pekerjaan dan kontrak kerja selama tiga bulan. Tampak lugas, pemuda itu menyampaikan seluk beluk bidang yang akan dia ajarkan.

Irvan menjelaskan bahwa yang akan diajarkan pada para ustazah di pesantren ini adalah materi pengolahan informasi multimedia dan grafis yang dibagi dalam dua sub. Sebagai tambahan akan dijelaskan juga berbagai manfaat dan startegi penggunaan sosmed dalam dunia digital saat ini.

“Yang pertama adalah materi pengolahan informasi data. Peserta akan mendapatkan bimbingan membuat sebuah sistem penyimpan dan pengolah data yang cukup banyak, misalnya data ustaz, data santri secara detil,“ papar Irvan sambil memperlihatkan contoh bentuk penyimpanan data dalam laptopnya.

“Yang kedua adalah pengolahan citra dan grafis. Ini berupa pengembangkan aplikasi grafis, seperti photoshop, Corel Draw dan lain-lain,“ lanjutnya.

Kyai berdecak kagum pada pria yang tengah memaparkan konsep umum materi. Hatinya langsung tertambat. Terenda sebuah harapan menjadikan pemuda ini pendamping putrinya. Kedewasaan dan kewibawaan sungguh cocok untuk membimbing gadis manja itu.

Tiba-tiba terbersit ide untuk mewujudkan harapan. Kyai berseru dalam hati, rencana kali ini tak boleh gagal. Hasna harus jatuh cinta pada Irvan.

“Jazakallah khoiron Nak Irvan atas kesediaannya membagikan ilmu. Barokallahu laka,” sambut Kyai dengan wajah semringah.

Kyai menjabat tangan hangat sebelum pria muda itu undur diri. Ditatap lekat lensa bening itu. Ada ketinggian ilmu berbalut tawadhu. Terpancar ahlak mulia dalam tutur yang tertata. Benar-benar calon mantu idaman batinnya.

Untuk mengetahui informasi lebih terkait Irvan, hari itu juga Kyai menginterogasi Hafiz. Didetili semua hal terkait pemuda yang telah memikatnya pada pandangan pertama.

“Insya Allah, Irvan itu sholeh, lajang dan sedang merintis usaha yang memiliki prospek cerah, Bi. Aku kenal dekat sudah tiga tahun, orangnya lembut, perhatian, hanya ... banyak menolak wanita,” terang Hafiz.

“Wah, kebetulan sekali. Adikmu juga begitu, cocok berarti mereka!” harap Kyai.

“Mudah-mudahan aja, Bi!”

Selanjutnya Hafiz menceritakan bahwa ayah Irvan orang jawa sedang ibunya asli betawi. Keluarganya tinggal di Jakarta Pusat. Meski tak berlatar pesantren, keagamaan keluarga itu cukup baik karena merupakan aktivis salah satu ormas Islam. Mendengar seluk beluk kehidupan Irvan, Kyai makin mantap menjodohkan pria itu dengan putrinya.
Lepas makan malam, pria bermata laksana sabit berdempet itu mengajak putri manjanya ke beranda samping kiri rumah. Keduanya duduk di dua kursi kayu ukir yang dipisahkan meja kecil. Karena tempat ini tanpa atap, Hasna bisa sambil menikmati kerlip keperakan bintang-bintang yang menggantung di langit sana.

“Ada apa sih? Kok Abi senyum-senyum sendiri?” tanya Hasna keheranan melihat ayahnya bersikap tak biasa.

“Senyum’kan ibadah. Abi mau nambah pahala dengan senyuman,” kilah Kyai cepat untuk menutupi keadaan sebenarnya.

Belum sempat Hasna bicara lagi, Kyai sudah bicara, “Mulai besok Neng ikut pelatihan sama Ust Irvan, ya.” Abi bersikap setenang mungkin untuk menutupi kekhawatiran akan ketahuan. Strategi yang telah disusun rapi tak boleh gagal kali ini. Hasna yang tak peduli pada lelaki harus dibuat jatuh hati.

CALON MANTU KYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang