13.) Ngumpul

65 23 7
                                    

Happy Continue Reading...

“Gue kira lo nggak bakal balik kesini lagi, Gas.” Ujar Aryat seraya mengunyah kentang gorengnya.

“Iya ni, lo sombong banget lagian.” Setuju Brian.

“He'm, biasanya pulang sekolah lo langsung kesini, seharian malah.” Tambah Devano seraya mengambil kacang polong yang ada di toples yang sedari tadi di pegangnya.

Bagas tersenyum meremehkan. “Kangen banget ya sampai segitunya?” Tanya Bagas menaik turun kan alisnya.

“Sok sibuk lo, Gas!!” Timpal Aryat.

“Emang sibuk gue bro!” Jawab Bagas.

Ya, dua minggu terakhir ini Bagas memang tidak sama sekali mengunjungi markasnya. Bahkan untuk mengerjakan jadwal piketnya saja tidak, semua perkerjaannya di ambil alih oleh ke-empat temannya untuk sementara waktu.

Bagas kembali bersuara. “Lo pada mau tau nggak kenapa gue jarang main kesini lagi?” Tanya Bagas.

Semuanya menatap Bagas dengan tatapan bertanya tak terkecuali Aldi, karna Aldi juga merasa penasaran mengapa dua minggu terakhir ini Bagas tidak pernah main lagi ke markas.

Devano bersuara. “Cih, di kurung kan elo, kek anak perawan aja.” ujar Devano yang duduk di samping Bagas.

Plak!!!

Bagas menjitak kepala Devano membuat sang pemilik kepala yang di jitak meringis kesakitan. “Apaan dah, lo kata gue cewek?” Seru Bagas tidam terima di katain perawan.

“Ya bisa jadi kan? Enggak ada yang nggak mungkin bro!” ucap Devano tak mau kalah.

“Bego!” Ucap Bagas.

“Aelah Gas, nggak usah di dengarin makhluk pluto kek dia, ceritain aja kenapa lo jarang kesini lagi?"” Tanya Aldi.

Sebelum menceritakan tampak Bagas menghela nafasnya kasar. “Nungguin ya?” Kata Bagas. Masih sempatnya cowok itu bercanda ketika teman-temannya di landa rasa penasaran.

“Langsung to the point aja Gas, nggak usah basa-basi.” Ujar Aldi yang memang sudah tidak sabaran mendengar penjelasan Bagas.

Bagas terkekeh “Oke-oke” ucap Bagas.

“Buat kalian sebelumnya gue minta maaf karna jarang main lagi kesini di karenakan gue males buat beres-beres.” Ucap Bagas setengah jujur.

Semuanya memelototi Bagas tajam. Ingin sekali rasanya teman-teman Bagas untuk mengeroyokinya.

“Serius Bagas!!” Ucap ke-empat temannya kompak.

Bagas hanya menyengir, memamerkan deratan gigi putihnya.

“Hehe, iya deh kali ini benaran serius”

“Jadi yang di bilang Devano tadi benar, tapi bukan berarti gue perawan! Awal mulainya gue di gertak sama nyokap dan bokap, mereka terus nanyain kenapa sampai sekarang gue belum ngenalin satu cewek pun ke mereka. Al hasil gue muak karna terus-terusan di tanyain tentang cewek mulu.” Ucap Bagas.

Bagas kembali bersuara. “Karna tersulut emosi gue langsung bentak mereka dan bilang kalo gue belum suka sama cewek padahal yang gue maksud itu gue belum tertarik sama cewek mana pun tapi nyokap sama bokap tangkapnya gue nggak suka sama cewek dan mereka pikir gue cowok yang nggak normal. Mereka pikir gue gay/homo.”

"Emang benar lo nggak normal?" Tanya Brian.

Bagas melempari kacang polong ke arah Brian. “Dengerin dulu!” Ucap Bagas.

“Sampai mana tadi?” Tanya Bagas.

“Homo!” Sahut teman-temannya.

“Bangsat, gue nggak benaran homo njir!” Ujar Bagas.

Aldi merotasikan bola matanya seraya mendengus kesal dengan sikap lola temannya. “Maksud kita pembahasan lo sampai di homo Bagas Digantara!” seru Aldi.

Bagas mengangguk “Oh kirain lo pada katain gue homo.” ucap Bagas menggaruk tengguknya yang tak gatal.

“Buruan di lanjutin” ujar Aryat yang marasa muak karena Bagas menggantungkan ceritanya.

“Nah kemudian mereka marah-marahin gue abis-abisan. Gue mau jelasin tapi mereka sama sekali nggak kasih gue kesempatan buat bicara. Dan akhirnya nyokap nuntut gue, dia bilang kalo gue enggak nurutin kemauan mereka yang satu ini m mereka bakal sita semua aset milik gue, termasuk Atm, mobil, motor, laptop dan handphone gue. Terus gue bilang bakal nurutin kemauan mereka. Terus nyokap bilang gue harus nurut di jodohin sama anak teman mereka, gue kaget dan langsung nolak mentah-mentah dan ninggalin mereka.”

Jeda Bagas “Seharinya mereka benar-benar menyita semua aset gue sehingga gue nggak bisa ngapa-ngapain. Mau keluar tapi nggak ada kendaraan, naik taxi? Duit gue tinggal gocek, mau hubungi lo pada tapi hp  gue lagi di sita sama nyokap. Kerjaan gue tiap hari cuman main gitar doang berasa sumpek banget tau nggak. Terus gue nyamperin nyokap dam bokap, gue adu ke mereka kalo nggak ada kendaraan gue nggak bisa ke sekolah, dengan baik hatinya nyokap gue kembaliin kunci motor gue, baru aja gue senang tapi nyokap bilang motornya cuma buat ke sekolah dan gue harus pulang cepat kalo nggak, motornya bakal di sita lagi.” jelas Bagas panjang lebar hingga mulutnya berbusa.

Aldi mengangguk, mengerti dengan masalah Bagas. “jadi gara-gara itu lo akhir-akhir ini sering pulang duluan dan nggak mampir ke markas?” tanya Aldi mengangkat sebelah alisnya.

Bagas mengangguk.

“terus kenapa sekarang lo di bolehin keluar? Malam pula.” Tanya Brian yang masih kebingungan.

Bagas menoleh ke arah Brian. “izin beli nasgor ke nyokap” jawab Bagas jujur.

“oh” jawab Brian mengangguk.

“Sebenarnya sih karna gue udah setuju sama keputusan mereka buat di jodohin, makanya gue udah bebas kayak dulu lagi.” Ungkap Bagas yang sebenarnya.

“WHAT!!!” kaget ke-empatnya.

“sans” ucap Bagas.

“you seriously?” tanya Devano tak percaya dan di balas anggukan mantap dari Bagas.

“gila, kok lo nggak pernah cerita sih ke gue. Perasaan gue teman sebangku lo deh.” gerutu Aldi karena baru mendengarkannya sekarang.

“sorry, gue nggak kepikiran buat cerita.”

“eh btw lo udah ketemu sama calonnya?” tanya Aryat.

Lagi-lagi Bagas mengangguk mantap.

”Gimana? Cantik? Masuk kriteria lo nggak” tanya Aryat.

Bagas mengangkat bahunya, yang mengisyaratkan bahwa dia tidak tahu. “enggak tau, dia galak,cerewet dan nyebelin.” Jawab Bagas.

“Tapi lo suka ‘kan sama dia?”

Bagas menggangguk sekali “iya, suka ngisengin maksudnya” kekeh Bagas.

“Tapi yang terpenting gue udah bebas kayak dulu lagi kan? Dan bisa kapan pun main ke markas. Ye kan?” ucap Bagas lagi.

Ke-empatnya hanya mangguk-mangguk walaupun masih tidak mengerti dengan pola pikiran Bagas.

“Yaudah lanjutin nontonnya, gue mau balik.” Ucap Bagas bangkit dari duduknya.

“Lah? Kok cepat amat sih?” tanya Brian.

“iya ni, padahal lo baru duduk bentar doang, ayolah Gas kita begadang bareng disini.” Ujar Aryat.

“udah jam 11 malam, gue harus balik. Takutnya ntar nyokap berubah jadi rapper.” Jelas Bagas.

“Yaelah Gas, Gas.” Ucap Devano mengelengkan kepalanya.

“besok pulang sekolah gue kesini lagi.” Ujar Bagas yang dan langsung meninggalkan teman-temannya.

Bagas melajukan motornya keluar dari halaman markasnya.

●●●

Terimakasih sudah membaca.

Gimana part ini? Silahkan berkomentar!!!

Pragma LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang