Allahu akbar ...
Allahu akbar ...Suara adzan isya mengalun indah dimasjid dan surau-surau dekat rumah Aisyah. Keluarga kecilnya mulai mempersiapkan diri masing-masing untuk sholat isya. Abi, bang Fariz dan Farhan sholat isya dimasjid. Sedangkan Aisyah dan sang umi sholat isya dirumah.
Setelah selesai sholat, Aisyah dan umi melanjutkannya dengan berdzikir, dzikrullah (mengingat Allah) adalah hal yang selalu membuat hati tenang. Maka dari itu, Aisyah tidak pernah meninggalkannya.
"Kak, udah siap kan?" Tanya umi tiba-tiba setelah selesai berdzikir dengan menghadapkan tubuhnya ke arah Aisyah.
"Siap? Siap apa mi?" Tanya Aisyah bingung.
"Ya siap dikhitbah lah dek," bodoh! Aisyah merutuki dirinya, bagaimana bisa ia lupa bahwa ba'da isya pak Azka akan datang ke rumahnya untuk mengkhitbahnya.
"Oh itu mi hehehe. In syaa Allah siap um," jawab Aisyah dengan tersenyum kikuk.
"Ya udah, buruan sana ganti baju. Dandan yang cantik, tapi gak usah menor!" Ucap umi dengan tangan sibuk melipat mukenanya.
"Iya umi, emang Aisyah pernah ya dandan sampai menor?" Tanya Aisyah tak terima dengan ucapan terakhir uminya. Dandan aja cuman pakai bedak bayi sama lipblos doang kok, gimana mau menor?.
"Nanti kalau mau diakad sama pak Azka," godaan uminya sukses membuat pipi Aisyah merona. Uminya malah terlihat tertawa kecil melihat anaknya blushing.
"Ihhh umi."
"Assalamu'alaikum ..."
Terdengar sahutan salam dari pintu rumah, itu adalah suara ketiga pria yang sholat isya berjama'ah dimasjid. Dengan cepat sang umi langsung berjalan ke sumber suara dengan sebelumnya kembali menyuruh Aisyah berganti baju.
Aisyahpun bergegas membereskan mukenahnya dan berjalan menuju kamarnya untuk bersiap-siap sesuai dengan perintah uminya.
"Duh, pakai baju yang mana ya?" Gumam Aisyah dengan jari telunjuknya yang ia letakkan didagunya yang agak runcing.
Nampaknya Aisyah tengah bingung memilih gamis mana yang akan ia pakai malam ini, mengingat bahwa orang tua sang calon maktubahpun akan ikut. Jadi ia harus memakai pakaian baik dan sopan. Lah, biasanya kan juga gitu pakaian Aisyah.
"Gak ... ini nggak, ini kecerahan warnanya, ini terlalu feminim," ucapnya seraya memilih deretan gamisnya yang berada dilemari.
"Kak, lagi ngapain sih? Kamu belum siap-siap? Pak Azka sama orang tuanya udah dateng tuh," sontak ucapan uminyapun membuat Aisyah kalang kabut.
"I ... iya umi, sebentar. Bentar lagi Aisyah nyusul ke bawah." Ucap Aisyah gugup dengan menyambar gamis sekenanya dan berjalan cepat ke kamar mandi. Uminya terlihat menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Aisyah yang bisa dibilang gerogi.
"Sebentar ya semua, Aisyahnya lagi ganti baju. Gerogi dia kayaknya hehe," ucap umi dengan terkekeh kecil kemudian diikuti kekehan lainnya.
"Aduh, belum juga dihalalin udah gerogi aja," goda umi Azka membuat suasana menjadi hangat. Sedangkan Azka terlihat lebih banyak diam, irama jantungnya berdetak abnormal. Bagaimana bisa dia kicep dihadapan camer sementara ketika berbicara dengan Aisyah mengenai kedatangannya dia nampak bersemangat.
Tap ... tap ... tap ...
Terdengar suara langkah seseorang turun dari tangga, tanpa aba-aba mereka yang berada diruang tamu menengok ke arah pintu penyambung antara ruang tamu dan ruang keluarga yang terdapat tangga kamar.
Tibalah sosok bidadari dengan balutan gamisnya yang berwarna krem dengan khimar panjang berwarna senada dengan gamisnya. Pandangannya menunduk tak berani menatap seorangpun diruang tamu.
"Eh Aisyah sini duduk," titah uminya. Dengan gugup Aisyah segera berjalan menuju sofa dan duduk diantara abi dan uminya.
"Ya Allah, pantas aja Azka pengen cepet-cepet ngehalalin kamu. Orang anaknya cantik banget kayak gini," ucapan dari umi Azka berhasil membuat pipi Aisyah memanas.
"Ya sudah, mulai saja. Maksud kedatangan kami ke sini, untuk mengkhitbah Aisyah atas anak kami yang bernama Muhammad Azka Putra. Nak, utarakan niatmu." Ucap abi Haris ---abi Azka--- mempersilahkan anaknya.
"Om, maksud ke datangan saya ke sini. Mau ngekhitbah putri om, ingin menjadikan Aisyah sebagai bidadari surga saya kelak. Bila saya diterima saya akan sangat senang, namun bila saya ditolak saya akan mengikhlaskannya," Azka mulai mengutarakan niatnya dengan ucapan yang lugas dan mantap.
"Nak Azka, sudah pasti saya menerimanya. Namun kembali lagi ke anak kami, keputusan ada ditangannya. Kak, diterima gak?" Tanya abi Faisal meminta jawaban dari putrinya.
"Bismillah ... Aisyah menerimanya abi." Jawab Aisyah mantap dengan diiringi basmalah. Kompak yang ada diruang tamupun mengucap hamdalah. Setelahnya mereka saling menentukan tanggal pernikahan, dan sepakat dua minggu lagi pernikahan akan diadakan.
Ya Allah ridhoi keputusanku ini. Batin Aisyah memohon.
Acara selanjutnya yakni makan malam. Suasana diruang makan menjadi hangat ketika Faris ikut nimbrung berbicara, baru saja ia ikut bergabung namun suasana sudah mendukung. Memang handal abang dari Aisyah ini, entah belajar dimana dia melawak khas para comedian ditv-tv.
"Om, tante saya ajak Aisyah diluar dulu gak papa?" Tanya Azka tiba-tiba membuat jantung Aisyah bermarathon.
"Silahkan nak, tapi jangan lama-lama. Inget, belum halal lho kalian," jawab Faisal dengan nada menggoda.
"Iya om, Azka tau kok batasannya. Ya sudah, Aiysah mari ...," ajak Azka dan bak robot yang telah dikontrol oleh ucapan Azka, Aisyah langsung berjalan mengikuti lelaki itu dibelakangnya.
Sesampainya diteras rumah, keduanya duduk dibangku pajang dihalaman rumah dengan jarak yang agak jauh. Sejurus kemudian suasana menjadi canggung dan hening, hanya terdengar suara binatang-binatang malam saling bersahutan. (Heh thor! Dikira kebon!
"Syah ...," panggil Azka setelah mengumpulkan keberaniannya.
"Iya pak?" Jawab Aisyah canggung.
"Saya boleh tanya?"
"B-boleh pak," Aisyah berusaha bersikap rileks tatkala melihat Azka sepertinya biasa-biasa saja.
"Apa yang buat kamu percaya sehingga menerima lamaran saya?" Tanya Azka menatap sejenak gadis yang baru beberapa menit lalu dikhitbahnya.
"Mungkin karena Allah sudah menakdirkan bapak sebagai jodoh saya." Jawaban Aisyah sukses membuat Azka sedikir kecewa. Ia ingin mendengar bahwa Aisyah menerimanya karena cinta atau bukan. Tapi tak apalah, toh cinta akan datang seiring berjalannya waktu bukan. Jawaban Aisyahpun menunjukkan bahwa ia sudah dewasa.
"Kalau bapak sendiri, apa alasannya bisa langsung khitbah saya? Padahalkan baru beberapa kali bertemu?" Tanya Aisyah bergantian.
"Mungkin sama jawaban saya seperti jawabanmu tadi Syah. Namun perlu kamu ketahui, bahwa awal pertama kali saya melihatmu rasa itu sudah muncul dan saya takut malah semakin membuat saya terjerumus. Akhirnya saja putuskan untuk langsung ngekhitbah kamu. Bukankah laki-laki yang baik pasti akan lansung datang ke rumah daripada mengajaknya bermaksiat?" Jawaban Azka sukses membuat jantung Aisyah berdetak abnormal kembali. Benarkan Azka telah memiliki rasa itu ketika bertemu denganya pertama kali? Karena Aisyah juga merasakan hal yang sama, namun gengsinya lebih besar jadi ia hanya menjawab pertanyaan Azka seadanya.
"Huemmm iya pak, bapak benar." Jawab Aisyah polos. Tak terasa pipinya memanas.
"Syah?" Panggil Azka membuat Aisyah menoleh.
"Ya?"
"Kamu pake blush on ya?" Tanya Azka berniat menggoda Aisyah.
"Hah?! Gak kok pak, mana ada?" Jawab Aisyah dengan cepat menutup kedua pipinya dengan telapak tangannya. Hal itu membuat Azka gemas.
"Tuh pipi kamu kayak tomat, merah," perfec, Azka berhasil menggoda Aisyah.
"Pak Azka!" Jawab Aisyah kesal, sejurus kemudian dia meninggalkan maktubahnya yang sudah tertawa geli ke dalam rumah dengan masih memegang kedua pipinya, bibirnyapun terlihat manyun.
###
[TBC]
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Halal
Novela Juvenil[Akan direvisi setelah tamat] part ada yang keacak. . "Tolong, sampaiin ke orang tua kamu ya, nanti malam ada yang mau ngekhitbah putrinya yang sekolah disini. Nama lelaki yang in syaa Allah nanti malam akan mengkhitbahnya adalah Muhammad Azka Putra...