"Aku menutup diri,
Sebab berhati dingin adalah salah satu cara perlindunganku.
Sakit, pecah, hancur
Dan kini apa yang tersisa?
Hanya hati
Hati yang terlanjur beku.Kadang,
Aku merasa seperti robot sialan
Tanpa hati,
Tanpa emosi,
Dan tak berperasaan"===
Ilham merogoh-rogoh tasnya, mencari sesuatu yang sepertinya ia letakkan di saku celana sejak tadi.
"Kemana sih ... Apa jatuh di jalan, ya? Duh ceroboh banget sih," Gerutunya kesal seraya menggaruk kepala.
Ajeng melirik Ilham dari kejauhan, sambil menggenggam seplastik kecil berisi pil yang saat ini mungkin sedang dicari olehnya.
"Kasih enggak ya?"
Ia berjalan pelan mendekati pemuda itu. Ajeng akhirnya berniat untuk mengembalikan benda yang ada di tangannya itu. Senakal-nakalnya Ajeng, ia tetap tidak ingin mengambil barang yang bukan miliknya.
"Lagi cari apa?" Tanya Ajeng membuat Ilham kembali pada wajahnya yang emotionless. Gadis itu tak mendapatkan respon apa-apa dari si anak baru. Ia sadar bahwa Ilham memang sudah benci karena sifatnya yang centil.
"Ini yang lo cari?" Tanyanya lagi, kali ini sambil menunjukkan pil-pil putih kecil
Ilham memelototkan kedua matanya kaget. "K-kok bisa ada di lo?! Balikin!"
"Eits!"
Namun Ajeng cepat-cepat menarik barang itu menjauh dari Ilham. Ia takkan mau mengembalikan barang Ilham sebelum mendapat jawaban darinya.
"Ini obat apa, sih?"
Ilham yang benar-benar mulai naik darah itu menarik kedua lengan Ajeng dan mengambil barang miliknya dengan kasar.
"Lo enggak perlu tahu." Ucapnya menjawab singkat dengan tatapan menusuk.
***
"Hueeeee!"
Ajeng teriak sekeras-kerasnya sepanjang jalan pulang. Ketiga sahabatnya mencoba bersabar. Sesekali mereka harus menutup kedua telinganya rapat-rapat.
"Udah lah lupain aja, mulai besok jangan ganggu lagi anak itu," ucap Qeela yang sudah muak dengan kelakuan Ajeng.
"Stop nangisnya. Dari pada lo nangis mulu, mending kita makan seblak, gimana?" Tawar Luna pada Ajeng.
"Apa-apaan sih, orang gue nangis bahagia kok. Tadi tangan gue sempet dipegang hehe ... meskipun yang dipegang seragam sih, aww masih greget sampai sekarang!"
"Lah"
"Ayo beli seblak!" Seru Ajeng senang lalu mengajak kedua sahabatnya.
***
Keesokan harinya saat pagi-pagi sekali, Ajeng tampak sedang memarkirkan sepedanya di wilayah parkir belakang sekolah. Setelahnya gadis itu pun berjalan menuju kelas.
"Ajeng ... !"
Merasa ada yang menyebut namanya, Ajeng berhenti melanjutkan langkahnya dan berbalik.
"Lo ... panggil gue?" Tanya Ajeng pada seseorang yang baru saja memanggilnya.
"Iya, lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Fella (Alsand) [COMPLETE]
Teen FictionMaaf, aku telah gagal menjadi sahabatmu. Karena sungguh, rasa kagum ini melebihi dari yang seharusnya. Kembalilah sebagai teman, lupakan bahwa dulu kau tahu aku menyukaimu.