"Makhluk macam apa dia?
Rasanya bak menjumpai dua kepribadian.
Kadang membuat tersenyum
Juga kadang membuat hati ini remuk"
==="Ilham, go Ilham go! il_"
BUKK!
Bola itu terlempar jauh dan melayang ke arah tempat duduk para penonton. Mata mereka seketika mendelik, ketika bola basket itu berakhir menghantam kepala seorang gadis yang tengah menyoraki nama Ilham.
"Ajeng! Bangun, Jeng!" Luna berteriak cukup keras sambil menepuk pipi sahabatnya itu. Ia berusaha membangunkan Ajeng yang baru saja terkena lemparan bola. Hantaman itu pasti sangatlah keras.
Di saat yang sama ...
"Ilham! bangun, Ham!" Teriak Gilang mencoba membangunkan Ilham yang pingsan di tengah lapangan.
Di waktu yang sama, Ilham juga jatuh pingsan karena memang sejak tadi pagi ia merasa tak enak badan. Karena itulah, Ilham tadinya tak ingin ikut bermain basket. Tak ada
Kedua orang itu pun segera dibawa ke UKS.
***
"Eugh ...."
Ajeng membuka kedua matanya. Samar-samar, ia menjumpai dirinya tengah berada di dalam Ruang UKS. Ajeng pun mencoba untuk duduk secara perlahan.
"Duh ... Pusing banget! Kenapa si?" ucapnya mengeluh seraya memegang kepalanya yang terasa ingin pecah.
Ajeng melihat sekelilingnya. Ia terkejut saat mendapati Ilham yang masih terbaring di ranjang sebelah, dengan selang oksigen yang disematkan ke dalam hidungnya.
"Kamu sudah bangun?"
Seorang wanita paruh baya yang bertugas menjaga ruang UKS itu menyadari Ajeng telah sadarkan diri. Ia pun menghampirinya dan bertanya. Sedangkan Ajeng hanya membalasnya dengan sebuah anggukan.
"Sudah baikan?"
"Belum bu, masih sedikit pusing ..."
"Ya sudah, kamu istirahat lagi ya?"
Tanpa menjawab lagi, Ajeng beranjak membaringkan tubuhnya dan memiringkan posisinya agar dapat melihat seseorang yang juga terbaring di ranjang sebelah.
"Dia kenapa, sih?" Batin Ajeng bertanya-tanya.
Bola matanya terfokus pada tabung oksigen yang memang selalu disediakan oleh sekolah itu. Ada apa dengan Ilham? Separah apa penyakitnya sampai harus diberikan oksigen tambahan? Ajeng ingin bertanya pada petugas itu, namun rasa pening di kepala sungguh membuatnya tak ingin bergerak lagi.
***
Keesokan harinya, Ajeng masuk ke sekolah dengan memakai plaster di kening. Jujur saja, ia tak nyaman dengan penampilannya saat ini. Namun mau bagaimana lagi, luka itu belum sepenuhnya sembuh.
"Ajeng gue tercintaaa!!" Sahut Qeela dengan heboh lalu memeluk sahabatnya yang baru saja tiba di kelas itu.
"Apaan sih, lo?" Ajeng melepas dekapan Qeela dengan tatapan jijik.
"Kita khawatir tahu, kemarin lo enggak balik-balik ke kelas. Eh waktu kita jenguk ternyata elo-nya udah pulang," Tukas Luna cemberut.
Ajeng hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan nyengir meminta maaf.
"Jeng, kemarin Ilham kenapa?"
"Eh iya! kok bisa pingsan barengan gitu, sih? jangan-jangan jodoh," Ucap Qeela menambahkan.
"Hmm entahlah, kemarin gue udah dijemput. Dan pas itu dia belum bangun," jawab Ajeng yang hanya dibalas kedua sahabatnya dengan Oh-ria.
Tak lama kemudian ....
Ilham masuk menuju kelas, lalu berjalan lunglai ke arah tempat duduknya. Ajeng yang melihat teman barunya datang itu berniat untuk menyapa. Namun niat itu ia urungkan karena Ajeng bertekad untuk tidak akan mengejar Ilham lagi.
Namun...
"Gue minta maaf soal yang kemarin."
Mata Ajeng membulat saat mendengar suara itu. Ia menoleh dan melihat Ilham yang sudah berdiri di depan mejanya. Cowok itu minta maaf? Yang benar?
"Maaf. Gara-gara gue.. lo jadi kena bola," ucapnya sekali lagi.
Ajeng membeku di tempat karena pernyataan Ilham. Semakin hari, semakin terlihat banyak keanehan pada cowok dingin itu.
"Ngucapin terima kasih lah, jalan bareng lah, yang katanya enggak mau ikut main basket, eh ternyata mau-mau aja penuhin permintaan gue, dan sekarang? Minta maaf pake puppy eyes" Ucap Ajeng dalam batin dengan 'ge-ernya'. Ia heran dengan cowok yang terkadang sifatnya berubah 180° itu.
"Hey," ilham melambai-lambaikan tangannya, mencoba menyadarkan lamunan gadis itu.
"Iya gue maafin kok- Eh, ngapain minta maaf? Kan yang salah Arnold!" Respons Ajeng yang masih berpikiran banyak hal. Ilham hanya tertawa melihat Ajeng yang tampak salah tingkah.
Gadis itu terdiam malu. Ini pertama kali baginya melihat Ilham tertawa. Ah, rasanya ia ingin segera mengambil foto Ilham diam-diam saat itu. Namun apa daya, Ilham terus-terusan mengajak dirinya untuk mengobrol. Hari ini cowok dingin itu sangat aneh, tak biasanya ia bertingkah laku seperti ini.
***
Istirahat telah tiba. Ajeng benar-benar bosan saat ini. Namun ia juga tak ingin pergi ke kantin. Qeela dan Luna sudah mengajaknya untuk pergi ke perpustakaan, tapi Ajeng juga menolaknya.
"Ham! mau kemana?" Tanya Ajeng saat melihat Ilham membawa tasbih dan Al-Qur'an kecil. Ia berlari kecil menghampiri cowok itu.
"Sholat dhuha."
Ajeng mengangguk paham dengan jawaban itu, lalu membuka suaranya lagi. "Gue ... boleh Ikut, enggak?"
Ilham tampak terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis sambil menjawab "Boleh."
Ajeng tersenyum senang mendengar cowok itu menyetujuinya. Mereka pun berjalan bersama menuju musholla. Ini kali pertamanya Ajeng menunaikan sholat dhuha di sekolah.
"Kenapa mau ikut?"
"Enggak ada apa-apa sih ... pingin aja soalnya gue bosan di kelas," ungkap Ajeng setengah jujur menjawab pertanyaan Ilham.
"Lo sering banget ya sholat dhuha pas istirahat?" Ajeng balik bertanya yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Ilham.
Sesampainya di musholla, mereka berpisah untuk mengambil air wudhu. Setelah itu, Ajeng mengambil mukenah dari lemari yang ada di sana.
Seusainya sholat, Ilham membaca Al-Qur'an kecil yang dibawanya. Sedangkan Ajeng yang diam-diam memperhatikan Ilham pun tertegun melihat cowok itu. Semakin banyak tahu hal tentangnya, semakin besar rasa kagum Ajeng terhadap Ilham.
Beberapa saat setelahnya, mereka pun berjalan kembali menuju kelas.
"Maaf ya, Jeng" Ilham menghentikan langkah mereka dan berniat menyampaikan sesuatu yang penting pada Ajeng.
Ajeng menoleh pada cowok di sampingnya lalu memainkan ekspresi mimik wajahnya yang seakan menjawab 'iya? Ada apa?'
"Jujur gue lebih suka lo yang tertutup, kayak pakai mukena di musholla tadi."
Ajeng terdiam mendengar kata-kata cowok di depannya berucap menasehati.
"Jadi tolong kalau pakai hijab, rambut tuh ditutup, jangan dikeluarkan, jangan dilipat juga. Terus itu.. make up jangan tebal-tebal juga. Ini sekolah, bukan mall.
"O-oh itu.. iya gue usahakan, kapan-kapan deh."
Secara tak terduga, Ilham mengambil bagian kerudung Ajeng yang dilipat ke belakang, lalu ia letakkan di depan untuk menutupi dadanya. Kemudian memajukan hijabnya agar rambutnya tak terlihat lagi.
"Gini kan lebih baik.." Ilham tersenyum
"M-maka ... sih"
"Ayo jalan lagi, mau jamnya masuk nih"
"Oh my God ... pipi gue!!" Batin Ajeng sambil menutup mukanya yang saat ini sudah menjadi seperti kepiting rebus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Fella (Alsand) [COMPLETE]
Teen FictionMaaf, aku telah gagal menjadi sahabatmu. Karena sungguh, rasa kagum ini melebihi dari yang seharusnya. Kembalilah sebagai teman, lupakan bahwa dulu kau tahu aku menyukaimu.