Selena tersenyum kecil. "Haruskah kita tetap tinggal di Thessaloniki, Livius?".
Livius menggelengkan kepalanya. "Kota ini harus dibangun kembali agar layak di huni. Lagipula, aku pikir pertama kita harus mengajarkan tentang perasaan pada Aidan dan Ariella".
" baiklah, aku akan kirim kita semua ke dunia manusia". Selena menggigit tangannya agar keluar beberapa tetes darah. Ia menggunakan darah itu untuk membuat segel lalu dalam satu jentikkan jaripun kini mereka semua sudah berpindah tempat.
Rumah besar di daerah perkotaan yang Louis beli kini ada di hadapan mereka.
Louis tersenyum lalu berjalan masuk lebih dulu. "Disini banyak ruangan kosong. Jadi kupikir, kita semua harus tinggal bersama disini".
Tangan kanan Rhea menggandeng tangan kiri Aidan, dan tangan kirinya menggandeng tangan kanan Ariella. Karena sihir yang Selena gunakan adalah untuk mempercepat pertumbuhan mereka, kini mereka lebih mirip kakak adik karena terlihat umurnya tak beda jauh.
Tiba tiba saja Leon merangkul mereka bertiga kedalam pelukannya. Wajahnya merona merah dan dapat Rhea rasakan kehangatan darinya.
Mulai sekarang, mereka semua tinggal di rumah mewah itu. Kehangan sebagai sebuah keluarga yang utuh baru pertama kali mereka rasakan sejak sekian lama.
Rhea tidur di kamar Leon dan kamar lamanya digunakan oleh Aidan dan Ariella.
"Aku di sisi sebelah kiri, kamu dikanan ya" kata Aidan saat menatap satu tempat tidur ukuran king size dihadapannya.
Ariella mengangkat satu alisnya. "Kenapa kamu mau dikiri? ". Karena mereka belum memiliki emosi, jadi cara bicara mereka benar benar datar.
Aidan menghela nafas lalu menunjuk sebuah meja kecil yang ada di sisi kiri tempat tidur. Diatas meja kecil berwarna putih tersebut ada sebuah lampu tidur indah yang sangat terang dan memantulkan cahaya berbentuk bintang bintang. "Aku lebih milih deket cahaya".
"Yaudah, terserah".
Ariella membuka jendela lalu menyipitkan mata saat mentari masuk dan menyorot ke arah matanya. Segera ia tutup kembali jendela itu lalu berjalan menjauh.
Aidan bingung dengan tingkah kembarannya itu. "Kok ditutup lagi? ".
"Silau, aku ga suka cahaya".
Ariella berjalan ke tengah kamar lalu naik keatas meja kaca disana. Ia melompat lompat kecil di atas meja tersebut sambil mengepakkan tangannya. Tak lama, sepasang sayap putih keluar di punggungnya.
Ia mengangkat tangannya lalu percikan api keluar dari ujung jarinya.
Aidan memutar bola matanya lalu mengarahkan telapak tangan pada Ariella. Dari telapak tangannya keluar semburan air yang langsung menghantam gadis itu hingga terjatuh dari meja.
Rambut panjang Ariella basah dan gaun putihnya juga hingga tampak transparan.
"Ngapain sih?!" Omelnya.
"Ibu bilang ga boleh main api di kamar dan ga boleh pakai sihir juga".
Ariella berdiri lalu menjentikkan jarinya. Seketika air yang membasahi dirinya dan juga lantai menghilang dalam sekejap. "Aku cuman nyoba doang kok, kamu ga perlu nyiram aku"
Cuek, Aidan pura pura tak mendengar omela Ariella dan mulai membaca buku medis yang diberikan oleh Louis.
Mengetahui kembarannya tak peduli sama sekali, Ariella menghela nafas lalu menuju kamar mandi.
Ia mengisi bathup dengan air hangat dan melepas pakaiannya.
Selagi menunggu air penuh, gadis itu bercemin untuk memperhatikan bentuk tubuhnya. Ramping dengan kulit putih mulus namun dengan ukuran payudara yang terbilang kecil. Ia menyadari sesuatu, ada sebuah lambang di pinggang kanannya. Lambang sayap berwarna hitam namun hanya yang sebelah kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thessaloniki
FantasíaRhea, seorang gadis cantik keturunan Iblis dan Malaikat kini terkena Amnesia dimana ia melupakan segala hal termasuk dirinya sendiri. Hilangnya ingatan Rhea adalah salah satu cara iblis neraka untuk menggagalkan upacara bulan merah yang akan dilaksa...