Singto mengikuti Krist ke dalam condo dengan diam. Dia tidak terlalu mendengar apa yang Krist katakan sedari tadi. Kepala dan dadanya terasa sangat sakit.
"Phi..." Krist memegang tangannya. Mata bulatnya menatap wajah Singto, mencari tahu apa yang terjadi.
Singto terkejut, berusaha mengembalikan kesadarannya, dia tersadar dirinya sudah berada di dalam condo Krist. Matanya menatap sekeliling dengan nanar, dilihatnya wajah Krist dengan lekat seperti yang selama ini dia selalu lakukan.
"Phi.. tadi selesai syuting jam berapa?" Tanya Krist sambil memijat mijat leher Singto.
Tangan Singto terangkat, diusapnya rambut Krist pelan, seperti ingin menyingkirkan debu bekas tangan seseorang yang baru saja menyentuh pria manis yang selalu dia pikirkan.
Singto menarik pinggang Krist, dengan perlahan tangannya memeluk Krist dengan erat. Matanya terpejam, dia membenamkan kepalanya kedalam ceruk leher Krist, berusaha mencari kedamaian, sebelum dia mencium wangi sesuatu yang berbeda dari tubuh Krist.
Parfum pria lain.
"Siapa yang tadi memelukmu?" Singto menjauh dan menatap Krist tajam, kesadarannya yang belum kembali membuatnya tidak bisa mengatasi perasaanya sendiri.
"Aku tadi bersama phi-Peck" jawab Krist heran dengan keadaan Singto
"Ooh dia memelukmu ya. Baumu sudah seperti dia." Suara Singto mulai bergetar menahan sedih dan marah.
"Apa maksudmu phi?" Krist merasa kesal ditanya seperti itu.
"Aku baru tahu kau semudah itu disentuh pria, apa sekarang kau sudah menjadi penyuka pria?" Singto terus meracau.
Krist menggelengkan kepalanya sinis dan berbalik meninggalkan Singto yang masih menegang karena marah.
"Aku mau mandi, kau tenangkan dulu pikiranmu" kata Krist meninggalkan Singto.
Tangan Singto dengan cepat menangkap tangan Krist sehingga wajah mereka berhadapan.
"Aku sedang ingin memasuki mulutmu, jadi ayo lakukan seperti yang biasa kau lakukan." Ucapnya kasar sambil menatap mata Krist.
.
.
.
.
.
Mulut Krist berdecak dan sedikit terbatuk saat penis Singto keluar masuk mulutnya dengan kasar.Dirinya berlutut dibawah Singto sementara Singto berdiri dan bersandar di tembok.
Tangan Singto menjambak rambut Krist dengan sedikit kasar, memaju mundurkan kepala pria itu sambil sesekali menahan agar penisnya masuk lebih dalam ke tenggorokan Krist.
Singto memejamkan matanya, entah kenapa saat ini dirinya tidak bisa merasakan kenikmatan seperti biasa, dadanya terasa sakit luar biasa, tetapi tubuhnya tetap merespon kenikmatan dari mulut Krist.
Decapan suara mulut Krist membuatnya menggila, Singto merasa kacau, marah, sedih, lelah dan terangsang semua menjadi satu didalam tubuh dan hatinya.
Dipercepatnya gerakan kepala Krist dan dengan gemas dia masukan penisnya kedalam tenggorokan Krist hingga pria itu memukul kaki Singto karena kehabisan nafas.
Singto mempercepat gerakan penisnya, saat dia merasa dirinya akan meledak dia menarik penisnya dari mulut Krist dan mengeluarkan cairan nya di muka dan tubuh Krist.
Dilihatnya keadaan Krist yang berantakan, ada perasaan puas dalam dirinya saat menyadari bau Peck sudah tergantikan oleh bau cairannya di seluruh tubuh Krist.
.
.
.
.Krist yang sedikit terjatuh kebelakang membuka matanya yang tadi otomatis tertutup karena terkena cairan milik Singto, dilihatnya wajah pria yang selalu dia kagumi, pria yang membuat hatinya terkadang sesak.
Krist tahu ada sesuatu yang membuat Singto kesal hari ini, apakah Singto cemburu? Krist tidak mau memasukan ide itu kedalam kepalanya, dia tidak ingin hatinya tersakiti. Mungkin Singto hanya terlalu lelah, mungkin ada seseorang yang membuatnya kesal hari ini, jika ada yang bisa dia lakukan untuk melepaskan kemarahan Singto maka Krist akan melakukannya.
Singto mengancingkan celananya, dirinya masih bersandar di tembok saat Krist berdiri, membersihkan dirinya dengan pakaiannya sendiri dan menuju kamar mandi. Mencuci muka dan tangannya dan tidak lama kemudian Krist kembali keluar dan menarik lengan Singto dengan lembut.
"Ayo duduklah phi" dirinya menarik Singto agar duduk di sofa besar di ruang tengah. Krist mengambil bantal besar dan meletakkanya di pangkuan kaki nya sendiri sebelum menarik lembut kepala Singto untuk berbaring disana.
Usapan tangan lembut Krist membuatnya merasa nyaman, Singto menarik tangan Krist yang tidak bergerak dan mulai menggenggamnya, sebelum Singto tersadar bahwa dia tidak berhak menggenggam tangan itu. Dirinya berada di posisi yang sama dengan Peck dan semua orang di luar sana.
Hatinya kembali terasa ngilu, tetapi usapan tangan Krist membuatnya tenang dan mulai tertidur dengan tangan Krist dalam pelukannya.
.
.
.
Krist yang juga tertidur di sofa terbangun oleh suara hp didalam tas Singto. Takut suara itu membuat Singto terbangun, Krist mengambil hp itu untuk meredam suaranya. Matanya nanar melihat nama si pemanggil di hp Singto. "Pinntip"Krist tentu saja mengenal Pinntip, dulu saat dia masih bersama kekasihnya, dia dan Singto pernah kencan bersama, dirinya dengan Praew dan Singto dengan Pinntip.
Kencan yang terasa sangat aneh walaupun Krist tidak mau mengakuinya, dia merasa seperti ada dinding tebal di antara dirinya dan Singto saat itu, membuat dirinya sesak nafas dan tidak bisa rileks.Dipelankanya suara panggilan itu agar Singto tidak terbangun, walaupun Krist tidak yakin apakah dia boleh melakukan hal itu, tetapi Krist membuat dirinya merasa alasannya melakukan itu cukup masuk akal.
.
.
.
.
Krist duduk di bawah sambil memandang wajah tidur Singto, lekat menatap wajah tampan Singto yang lelah, mata nya menerawang mengingat ucapan Peck tadi siang."Sudah banyak yang tahu hubungan kalian berdua, sekarang tinggal keberanian kalian saja untuk mengatakannya" ucap Peck saat Krist berusaha menepis semua isu yang Peck ucapkan.
"Kau tidak pernah berani memperjelas hatimu, sampai kapan kalian akan bermain aman seperti ini? Ingat nong kalau kau diam di tempat kau memang tidak akan kalah, tapi kau juga tidak akan mendapatkan apa-apa."
"Kalau kau merasa kau dan Singto tidak bisa menemukan jalan keluar dari persoalan kalian maka kau tahu jalan ke rumahku nong." Saat Peck mengucapkan itu, Krist hanya terdiam dengan sedih, sebenarnya dirinya juga merasa lelah dengan permainan yang dia ciptakan sendiri.
Saat itu Peck memeluk Krist dengan erat, mengatakan semua akan baik- baik saja. Krist yang menganggap Peck sebagai idola dan kakaknya semakin membenamkan kepala nya ke dalam dada Peck, menghela napas panjang, melepaskan semua kelelahan yang melanda hati dan pikirannya.
Krist tahu ada tempat besar di hatinya hanya untuk Singto, lebih besar dari yang pernah dia berikan untuk Praew, sangat besar hingga dia tidak bisa membedakan rasa sakit atau bahagia yang dia rasakan setiap kali dirinya melihat Singto.
Dulu setelah dirinya putus dengan Praew, tanpa pengetahuan publik dia pernah berkencan selama 3 bulan dengan seorang wanita, hanya untuk memastikan dirinya bukan gay, ketertarikannya pada Singto hanya sebatas ketertarikan phi-nong. Sebelum akhirnya dia menyadari bahwa dia memang ingin bersama Singto apapun bentuk hubungannya.
Tapi Krist tidak pernah berani memperkirakan apa yang Singto pikirkan tentang dirinya, seberapa besar posisi nya di dalam hati pria yang sudah bersamanya selama 7 tahun ini, dan seberapa besar posisi Pinntip di hati Singto? Krist tidak pernah mendengar Singto putus dengan Pin, apakah Singto melakukan ini dengannya untuk melindungi Pin dari haters?
Air mata perlahan mengalir dari mata Krist, air mata yang selama ini dia tahan dan tidak pernah dia tunjukkan kepada siapapun. Bolehkah dia berharap lebih dalam hubungan ini, berharap dia mendapatkan minimal porsi yang sama dengan Pinntip di hati Singto?
Krist menyeka air mata nya, berdiri dan mengecup pelan kening Singto sebelum menyelimuti tubuh lelap itu dan berjalan masuk ke dalam kamarnya sendiri
Tbc
Lah saya malah nangis sendiri nulis ini 😭😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Say You Love Me (End)
FanfictionBisakah seseorang menjalani hubungan tanpa kejelasan? Apakah kita harus memberi nama kepada suatu hubungan untuk membuatnya bermakna? Singto dan Krist berusaha mencari nama akan hubungan mereka. Apakah hubungan itu memang ada ataukah hanya imajinasi...