chapter 13

2.9K 259 40
                                    

Peck membawa Krist yang langsung tertidur setelah permainan mereka tadi ke kamar,  meletakannya di kasur. Peck juga yang memakaikan Krist celana pendek, dia takut saat dia melihat tubuh telanjang Krist dia tidak akan bisa menahan diri lagi.

Dia masuk ke kamar mandi, memejamkan matanya, membiarkan air dingin membasuh wajah dan tubuhnya, meredam panas di dalam kepalanya dan membersihkan tubuhnya.

Bohong kalau Peck tidak merasa sakit hati mendengar nama pria lain disebut oleh orang yang sudah lama dia cintai dan akhirnya dia pikir dia dapatkan. Tangannya mengepal keras menahan marah, tetapi dia memahami posisi Krist yang sedang berada didalam posisi yang sangat sulit. Peck merasa bahwa dia seharusnya menjadi tempat paling aman untuk Krist, bukan menambah pikirannya.

Peck bahkan belum selesai membasuh tubuhnya saat dia mendengar suara yang memanggil Krist dari pintu depan, saat itu dia melihat Krist keluar dari kamarnya dan menuju pintu depan.

Peck keluar dan bersandar di balik pintu kamar Krist, dia tentu tahu siapa yang datang saat itu. Suara itu selalu membuatnya sedikit terpancing emosi.

Peck bukannya ingin bersembunyi, dia tidak melakukan kesalahan. Dia hanya ingin memberikan mereka berdua kesempatan untuk bicara.

Dan saat Krist dengan lantang mengakui bahwa dia sudah tidur dengan pria lain, membuat Peck tersenyum kecil. Pria manis yang dia cintai juga tidak merasa melakukan kesalahan, toh Krist dan Singto memang tidak berkencan.
.
.
.
"Pergilah phi..."
Peck berdiri didepan pintu kamar Krist saat Krist mengucapkan itu pada Singto, melihat reaksi apa yang akan diberikan Singto. Dia tidak ingin memprovokasi, dia hanya ingin Singto melihat dan mengetahui dengan jelas siapa lawannya.

Singto melihat sosok Peck yang bersandar didepan kamar dengan handuk di pinggangnya dan rambutnya yang basah. Tangan Singto menggenggam keras, mengatur napas nya dengan baik. Singto sadar kesalahannya juga lah yang membuat ini bisa terjadi, dan emosi apapun yang dia keluarkan saat ini hanya akan memperparah keadaan.

Singto hanya menggenggam tangan Krist dengan lembut, seperti meminta sedikit kekuatan saat itu.

"Aku akan menelpon mu.." Dengan lembut Singto meletakan dahinya di kening Krist dan kemudian melangkah keluar dari kondo.
.
.
.
Krist menutup pintu depan nya, menarik napas sambil menghapus air mata yang sedikit masih mengalir. Peck memeluk tubuh Krist pelan dari belakang dan menenggelamkan wajahnya di leher belakang Krist yang lembut.

"Kau tidak ingin tidur?" Bisik Peck lembut. Krist masih terdiam tanpa bereaksi.

"Krist.." Peck memutar tubuh Krist hingga wajah mereka berhadapan. "Jangan melamun lagi.. aku masih ada disini kan." Lanjutnya sambil menghapus sisa air mata Krist.

Krist hanya terdiam dan tersenyum, mengikuti ajakan Peck untuk masuk ke kamar dan merebahkan dirinya di kasur.

Peck memeluk tubuh Krist erat dari belakang, mengusap lembut rambutnya, menghirup wangi rambut itu dengan rakus, seakan hanya inilah kesempatan yang dia miliki.

Peck menelan ludahnya sendiri karena merasa gugup, mengatur detak jantungnya yang seakan bisa terdengar sampai depan kamar, mengatur suaranya dan berbisik lembut "Krist..kau mau jadi pacarku?"
.
.
.
.
.
Janewit terkejut dengan suara ketukan pintu di depan rumahnya, siapa yang bertamu di jam 2 pagi?

"Sing?" Jane segera membuka pintunya setelah melihat wajah Singto melalui peep hole.

"Aku tidur disini ya." Jawab Singto sambil menyandarkan dirinya di kursi.

"Ada apa? Kau darimana?"

"Mencari Krist.." jawabnya pelan.

"Yaah berita itu pasti heboh besok pagi, aku dengar Yuyui sangat pusing dan besok pagi dia akan bicara dengan Krist." Jane melirik wajah Singto, mencoba memahami kondisi orang yang sudah dianggap adik olehnya.

Say You Love Me (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang