"Sing nanti setelah ini kita ke kembali ke GMM dulu" Jane mendekati Singto yang sedang membereskan tas nya.
"Aku juga harus ikut?" Singto mengalungkan tas nya dan mulai berjalan bersama Janewit ke luar dari studio.
"Oaf mau bertemu denganmu disana, Ohm juga akan ikut, mungkin sebentar saja." Jane menggerakan tangannya memanggil Ohm untuk segera keluar bersama mereka.
.
.
.
.
Diskusi bersama Oaf memang cepat selesai. Setelah berpamitan dengan semuanya Singto berjalan menuju ruang ganti, tadi dia meninggalkan handphone nya untuk di charge disana. Dia ingin menelpon Krist untuk menanyakan dimana posisi Krist.Hati Singto sedang gembira setelah mendengar wawancara Krist tadi siang, dia ingin mengajak Krist main ke apartemen nya untuk bermain game atau apapun itu.
Singto membuka pintu ruang ganti, dan disanalah Krist sedang berdua dengan Peck. Posisi Krist yang sedang dipeluk Peck dengan jaket army nya yang sedikit melorot membuat mata Singto menyala, tubuhnya terasa lemas mendadak, ada debaran panas yang membuat kakinya terasa tidak menapak tanah.
Krist yang melihat Singto tidak kalah terkejut.
"Phi..." panggil Krist. "Sedang apa disini?" Krist melepaskan pelukan Peck dan mendekati Singto dengan raut wajah tidak berdosa.
"Ya Singto, sedang apa disini?" Peck mendekati Krist dari belakang dan merangkul pundak Krist, seperti sedang mengejek
Kesadaran Singto seperti menghilang, jika ada seseorang saja yang menyentuhnya saat ini bisa dipastikan Singto akan memukulnya. Mulutnya terdiam, pikiranya kosong tetapi emosi nya terasa penuh.
"Phi..." Krist memegang tangan Singto pelan, yang ajaibnya bisa membuat kesadaran Singto kembali walaupun emosinya masih sangat tinggi.
Matanya mengerjap melihat tangan Peck yang melingkar di leher dan pundak Krist. Dia menelan ludahnya dengan kasar, berusaha bicara dengan tenang, tetapi suara nya seperti tercekat di tenggorokan.
Singto menarik tangan Krist yang tadi menyentuhnya dengan kasar, menarik tubuh Krist agar mendekat dan membuat tangan Peck terlepas paksa dari pundak Krist, sementara matanya tidak lepas menatap mata Peck yang sedari tadi juga menatap matanya.
Singto menarik Krist keluar dari ruangan itu meninggalkan Peck tanpa berkata apapun.
"Phi kau kenapa?" Tanya Krist yang tanganya masih ditarik dan dibawa ke suatu tempat.
"Kita mau kemana phi?" Krist berusaha mengajak Singto bicara, tapi tidak ada suara apapun dari mulut Singto.
Singto membuka sebuah ruangan tempat mengumpulkan dekorasi untuk acara. Ruangan itu hanya berfungsi siang hari saat banyak acara berlangsung dan pada malam hari ruangan itu akan kosong dan tidak dikunci.
Singto menarik Krist memasuki ruangan itu, menekan tubuh Krist berhimpitan dengan pintu.
"Phi.. kau ke.." belum selesai Krist bicara Singto sudah melumat bibir Krist dengan kasar. Tangan kanan nya menekan leher Krist agar tidak bergerak sementara tangan kirinya menekan tangan Krist ke arah pintu.
Lututnya masuk ke selangkangan Krist, mengunci semua pergerakan Krist.Singto tidak mencari persetujuan Krist, dibuka nya mulut Krist dengan kasar, dimasukkannya lidahnya dan mencari lidah Krist didalamnya. Dihisapnya bibir tipis Krist secara bergantian, ditekannya kepala Krist ke arah pintu sambil memejamkan mata, berusaha membuang semua rasa sakitnya.
Puas menjelajahi dan melumat mulut Krist, Singto membuka matanya. Bibir Krist yang membengkak membuat libidonya semakin tinggi, leher Krist yang putih dan panjang membawa bayangan saat leher itu disentuh dan dirangkul oleh Peck.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say You Love Me (End)
FanfictionBisakah seseorang menjalani hubungan tanpa kejelasan? Apakah kita harus memberi nama kepada suatu hubungan untuk membuatnya bermakna? Singto dan Krist berusaha mencari nama akan hubungan mereka. Apakah hubungan itu memang ada ataukah hanya imajinasi...